Program Pengendalian Polusi Udara Jakarta Dipertanyakan
Sambil mendesak dan menanti aksi nyata pemerintah pusat dan daerah mengatasi polusi udara, waspadai potensi infeksi saluran pernapasan dan gunakan masker saat berkegiatan di luar rumah.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kalangan mempertanyakan aksi nyata dari pemerintah dalam mengatasi tingginya polusi udara Jakarta saat ini. Padahal, mendapatkan udara bersih merupakan hak warga negara.
Tim advokasi koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) kembali mendesak pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab sekaligus mengatasi polusi udara. Desakan itu berdasarkan kemenangan gugatan citizen lawsuit atas pencemaran udara yang diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021 dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 17 Oktober 2022. Namun, Presiden serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih mengajukan kasasi terhadap putusan itu pada awal Januari 2023.
Dalam keterangan yang diterima Kompas, Kamis (10/8/2023), Ibukota kembali mengingatkan pemerintah pusat dan daerah tentang paparan PM 2,5 (polutan) yang dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit.
Ibukota mendesak Presiden agar segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi pencemaran udara dan berhenti menunda tanggung jawab dengan menggunakan upaya hukum. Saat yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan supervisi terhadap Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Penjabat Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat untuk mengidentifikasi emisi lintas batas ketiga provinsi tersebut.
Demikian pula Menteri Dalam Negeri untuk mengawasi dan membina kepala daerah tiga provinsi itu dalam pengendalian pencemaran udara, menetapkan mutu udara ambien, mengumumkan hasilnya kepada masyarakat, serta menyusun sekaligus mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Tak lupa Menteri Kesehatan menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara. Sementara masyarakat yang berdomisili ataupun beraktivitas di ketiga provinsi itu untuk ikut memitigasi polusi udara, seperti menggunakan masker.
”Ke depan mungkin ada lagi rencana aksi untuk mendesak pemerintah serius mengatasi polusi udara,” ujar Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur sebagai bagian tim advokasi Ibukota.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan menjelaskan tingginya polusi udara belakangan ini, Jumat (11/8/2023). Mereka juga memaparkan strategi atau upaya pengendalian pencemaran udara tersebut.
”Esok akan dilakukan konferensi pers,” kata Subkoordinator Urusan Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan, Kamis (10/8/2023).
Secara terpisah, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmuda menyampaikan sudah berdiskusi tentang polusi udara itu selepas pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara APBD tahun 2024.
Ida secara personal menanyakan tentang program pengendalian kualitas udara di Jakarta dan implementasi ke depannya. Dia meminta sesegera ada solusi konkret, termasuk berkoordinasi dengan wilayah penyangga. Seperti diketahui, sumber polusi udara bukan hanya dari aktivitas di Jakarta.
”Semoga ada gerakan, ada aksi. Harapannya dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, tidak bisa tidak. Banyak sekali warga kena batuk, pilek, salah satunya karena polusi yang buruk ini,” kata Ida.
Dampak kesehatan
Polusi udara jelas mengancam kesehatan masyarakat. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama meminta masyarakat mewaspadai potensi infeksi saluran pernapasan.
Masyarakat sebaiknya mengenakan masker saat berkegiatan di luar ruangan. Masker yang paling efektif ialah jenis N95 yang mampu memfilter polutan.
”Partikel polusi udara jauh lebih kecil dari virus sehingga masih bisa menembus masker biasa. Mencegah dampak polusi juga bisa dilakukan dengan pola hidup sehat dan lengkapi imunisasi anak segera,” kata Ngabila yang dihubungi terpisah.
Kementerian Kesehatan memiliki program pola hidup CERDIK dan CERIA. Pola hidup CERDIK meliputi mengecek kesehatan secara rutin di puskesmas terdekat 6-12 bulan sekali, mengenyahkan asap rokok, serta rajin berolahraga minimal 6.000 langkah per hari atau olahraga 30 menit per hari dan 5 kali dalam seminggu. Di samping itu, diet seimbang dengan makan sayuran dan buah sebanyak lima porsi per hari; mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak (maksimal per hari mengonsumsi makanan dengan takaran 4 sendok makan gula, 1 sendok teh garam, dan 5 sendok makan lemak, termasuk minyak); serta istirahat yang cukup minimal 7 jam per hari. Tidak kalah penting, mengelola stres dengan baik melalui meditasi, rekreasi, dan ibadah.
Adapun pola hidup CERIA meliputi cerdas intelektual, emosional, dan spiritual empati dalam berkomunikasi yang efektif; rajin beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing; serta interaksi yang bermanfaat bagi kehidupan. Ada pula asah, asih, dan asuh tumbuh kembang dalam keluarga dan masyarakat.
Ngabila juga meminta masyarakat mencegah komplikasi dan kematian dengan deteksi dan pengobatan dini berbagai infeksi saluran pernapasan. Hal itu terutama pada kelompok komorbid dan berisiko tinggi, seperti bayi, anak balita, ibu hamil, warga lansia, komorbid berat, dan orang dengan imunodefisiensi atau status imunitas rendah.