Suami Penganiaya Istri Hamil di Tangsel Belum Ditahan Polisi
Perkembangan terkini, polisi akan menangkap pelaku karena ada ancaman lanjutan kepada keluarga dan warga setelah menyiksa istrinya. Korban saat ini sedang diungsikan pihak keluarga dan berharap pelaku ditahan.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Seorang suami, BD (38) tersangka pelaku kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT terhadap istrinya, TM (21), sampai Minggu (16/7/2023) belum juga ditahan oleh Kepolisian Resor Tangerang Selatan. Polisi menilai penganiayaan tidak mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia sehingga tersangka BD hanya dikenai wajib lapor.
Kasus KDRT ini terjadi di Perumahan Serpong Park, Jelupang, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, pada Rabu (12/7/2023) sekitar pukul 04.00. Kasus ini menjadi ramai dibicarakan publik setelah ada warga yang merekam dan mengunggahnya di salah satu media sosial. Saat itu, BD memiting dan memukul TM yang tengah hamil di garasi rumah mereka, TM yang berteriak menggegerkan tetangga dan langsung melerai mereka.
Pasangan suami istri itu kemudian dibawa ke rumah Ketua RT untuk mediasi, tetapi berujung alot. BD justru melawan warga lain karena merasa urusan rumah tangganya diusik warga. Oleh karena itu, warga membawa keduanya ke Polres Tangerang Selatan.
Setelah diperiksa, polisi menetapkan BD sebagai tersangka, tetapi tidak ditahan karena dianggap korban tidak sampai mengalami luka berat atau meninggal. TM mengalami luka lebam di bagian hidung, telinga, dan mata akibat pukulan dengan tangan kosong oleh BD.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan, Inspektur Satu Siswanto menjelaskan, pihaknya tidak menahan BD karena merujuk Pasal 44 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam pasal itu disebutkan bahwa KDRT yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta.
”Luka berat itu kan ada definisinya yang masuk kategorinya, kami melihat subyektif. Luka-luka dengan kondisi darah ke mana-mana pasti orang akan empati. Namun, kalau kerangka acuannya undang-undang atau aturan, ya, nanti dulu,” kata Siswanto, saat dihubungi Minggu (16/7/2023).
Menurut Siswanto, BD dapat ditahan apabila disertakan Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini merinci kategori luka berat, yakni luka yang tidak dapat sembuh sama sekali, korban tidak bisa bekerja lagi, kehilangan pancaindra, mengalami cacat berat atau lumpuh, terganggu daya pikir selama empat minggu atau lebih, dan gugurnya kehamilan pada perempuan.
Untuk menyertakan Pasal 90 KUHP ini dibutuhkan hasil visum dari dokter forensik. Namun, sampai saat ini hasil visum belum didapatkan kepolisian. Korban TM juga belum bisa dimintai keterangan karena masih menjalani perawatan.
”Ketentuan luka berat itu ada dalam Pasal 90 KUHP. Jadi bukan (dilepaskan) karena tindak pidana ringan atau apa. Kalau visumnya belum jadi, korban juga masih belum bisa dimintai keterangan,” ucapnya.
Mengancam keluarga
Menurut Marjali, ayah TM, menantunya itu melakukan penganiayaan kepada anaknya karena tak terima ia ketahuan berhubungan dengan perempuan lain melalui pesan singkat di telepon genggamnya. Dia berharap BD ditahan karena setelah kejadian, pelaku masih mengancam keluarga korban.
”Dia bilang melalui pesan suara kalau dia mau bantai saya sekeluarga satu per satu. Saya tidak terima, apa salah saya sekeluarga sampai mau dibantai. Saya minta pelaku dihukum seberat-beratnya, ini bukan hanya KDRT, sudah pengancaman,” kata Marjali.
Ketua RW 013 Imam juga mengungkapkan, pelaku sempat mengancam dan ingin memukul beberapa tetangga yang mencoba melerai saat kejadian. Beruntung warga tidak terpancing dan tidak berujung main hakim sendiri.
”Jadi mereka ini warga baru ya, belum sampai satu bulan pindah di sini dan suaminya juga tidak tinggal di sini. makanya malam itu kami kaget, biasanya aman damai dan tertib,” kata Imam.
Oleh sebab itu, polisi akan segera menangkap BD karena adanya ancaman lanjutan kepada keluarga korban. Awalnya polisi hanya memberikan sanksi wajib lapor diri kepada BD.
”Tim penyidik saat ini dalam proses penangkapan kembali untuk proses penyidikan lebih lanjut,” kata Kepala Seksi Humas Polres Tangsel Inspektur Dua Galih Dwi Nuryanto.
Saat ini, korban TM sedang diungsikan ke tempat lain oleh keluarganya. Pihak keluarga juga belum bisa mengulik akar permasalahan lebih jauh karena TM masih dalam perawatan atas luka-lukanya.
Kasus ini menambah panjang daftar kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, hingga Juli 2023 ini saja sudah ada 9.048 kasus.
Perempuan paling banyak menjadi korban, yakni 7.956 orang dan 1.901 korban laki-laki. Pelaku masih didominasi laki-laki, yaitu 89,6 persen dan 10,4 persen lainnya dilakukan oleh perempuan.