Kisah Peristirahatan Terakhir untuk Mereka yang Berada
Keluarga yang memilih pemakaman mahal tak hanya sekadar untuk menunjukkan status sosial. Keluarga memilih makam mahal agar tak lagi direpotkan dengan biaya sewa atau perawatan.
Oleh
STEFANUS ATO, STEPHANUS ARANDITIO,
·4 menit baca
Pemakaman tak hanya sekadar tempat peristirahatan kekal bagi anggota keluarga yang telah berpulang. Sebagian keluarga rela merogoh kocek lebih demi mendapatkan tempat pemakaman terbaik. Tujuannya tak sekadar status sosial, tetapi lebih dari itu agar keluarga yang ditinggalkan juga tenang dan damai dalam melanjutkan perziarahan di bumi.
Emilia (54) dan ibunya berdiri sembari melantunkan doa di pemakaman ayahnya di Cherry Blossom Mansion, San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, Jumat (9/6/2023) siang. Seusai berdoa, mereka tak langsung bergegas dari sana.
Emilia menggandeng tangan ibunya dan melangkah perlahan ke tepi danau yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari area pemakaman ayahnya. Di tepi danau itu, mereka tak banyak berbincang dan menikmati pemandangan air danau yang bening dikelilingi rerumputan, pepohonan, hingga perbukitan.
”Suasana enak, damai, sejuk. Rasanya tidak hanya berziarah, tetapi juga komplet dengan liburan,” kata Emilia.
Ayah Emilia berpulang pada Juni 2022. Saat itu, keluarga yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, itu memutuskan memakamkan ayahnya di San Diego Hills. Pemakaman itu dipilih lantaran mereka mengaku sulit mendapat tempat pemakaman di Bandung.
”Bandung itu susah ya. Pemakaman Kristen itu susah sekali, sudah tidak ada lahan lagi,” kata perempuan yang tinggal di Bandung itu.
Selain karena kesulitan mencari lahan, memilih San Diego Hills sebagai tempat pemakaman keluarga juga menguntungkan dan tak merepotkan keluarga. Pihak keluarga tidak lagi dipusingkan dengan iuran atau pungutan lain.
Di San Diego Hills, keluarga hanya sekali membayar di awal, yakni saat proses pembelian lahan. Emilia lupa dengan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemakaman. Dia memperkirakan total biaya yang dikeluarkan untuk pemakaman ayahnya diperkirakan Rp 100 juta.
”Tidak ada lagi biaya apa pun. Semua di awal sudah selesai. Kami ke sini hanya untuk berziarah, tidak ada pemikiran apa-apa lagi,” katanya.
Pelayanan berkelas
Kondisi San Diego Hills pada Jumat sore tampak lenggang atau tak terlihat banyak peziarah. Meski demikian, para pekerja di pemakaman itu tampak mondar-mandir. Ada pekerja yang memotong rumput, ada yang menyiram rumput, menanam bunga, menggali kubur, hingga memasang tenda dan menyiapkan kursi untuk kebutuhan ziarah keluarga.
Sutia (48), salah satu pekerja yang bertugas membersihkan rumput, berkisah, kalau di setiap mansion atau kawasan, petugas yang bertugas membersihkan rumput di area makam dikomandoi satu orang mandor. Mandor itu mengawasi para pekerja sejak pagi hari pukul 08.00 sampai pukul 16.00.
”Satu mandor rata-rata pimpin 12 pembersih rumput. Kami juga sudah ada tugas masing-masing. Saya bertugas membersihkan 1.000 petak makam,” katanya.
San Diego Hills Memorial Park, dikutip dari laman resmi mereka, disebut lebih dari sekadar pemakaman. Pemakaman yang mengusung tagline ”Memorial Park & Funeral Home” itu menawarkan tempat pemakaman yang indah untuk mengenang keluarga atau orang yang disayang dan dikasihi.
Dari beragam fasilitas yang ditawarkan itu, harga pemakaman di San Diego Hills pun bervariasi. Berdasarkan data dari salessandiegohills.com, harga lahan makam di San Diego Hills mulai dari kisaran Rp 74.250.000 untuk tipe single hingga yang termahal seharga Rp 2 miliar untuk tipe paviliun.
Harga lahan makam di San Diego Hills tak jauh berbeda dengan harga lahan makam di tempat pemakaman Al Azhar Memorial Garden yang letaknya berdekatan dengan San Diego Hills. Di Al Azhar Memorial Garden, makam tipe single harganya Rp 56.925.000 hingga Rp 664 juta untuk tipe Super Familiy A.
Di Al Azhar Memorial Garden, pemakaman berbasis syariah yang menempati area seluas 25 hektar dan telah ada sejak tahun 2011 itu hingga 2022 telah memiliki 30.000 unit kavling pemakaman. Pemakaman itu menawarkan fasilitas pelayanan mumpuni, mulai dari taman pemakaman eksklusif, masjid, padang rumput asri untuk aktivitas luar ruangan, area parkir, hingga walkaway track, lounge and playground.
Pembeda
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Abe Widyanta, dihubungi terpisah, mengatakan, kaum kapitalis selalu punya cara menciptakan kebutuhan bagi konsumen dari masyarakat kalangan atas. Di lain pihak, konsumen kelas elite atau kaya dinilai mengidap hasrat dan fantasi kompetitif untuk membuat pembedaan antara dirinya dan orang kaya lain yang sama-sama dikenal sebagai golongan elite.
”Hasrat konsumsi kaum elite semacam ini akan terus berkembang seturut konstruksi identitas yang mereka kehendaki. Bisa berlaku dalam banyak produk-produk konsumsi. Pemakaman dalam konteks ini adalah arena kontestasi kuasa dan hasrat konsumerisme di kalangan elite kaya,” ujar Abe.
Masalah keterbatasan lahan dan keinginan sejumlah keluarga yang tak ingin repot dengan biaya atau iuran disebut hanya sebagai narasi dari kaum mampu untuk melampaui pelayanan publik.
”Di situ, celah bagi pengusaha untuk menciptakan kebutuhan kaum elite yang memang tidak ingin ribet. Kapasitas finansial mereka mampu untuk membayar ongkos mahal lahan pemakaman milik sektor privat,” kata Abe.