Pemprov DKI Terapkan Upaya Lebih Agresif Kendalikan Polusi Udara
Pengendalian polusi udara Jakarta harus lebih agresif dan lintas wilayah. Pendekatan juga holistik, mulai dari penyediaan alat pemantau yang memadai hingga pembatasan kendaraan bermotor dan pengendalian polusi industri.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta menambah alat pemantau kualitas udara dan menegakkan aturan serta sanksi uji emisi agar pengendalian polusi udara lebih agresif. Upaya yang sudah sesuai jalurnya ini akan lebih optimal dengan pengendalian sumber polusi dari industri, pembatasan kendaraan pribadi, dan kampanye memanfaatkan data polusi udara dari stasiun pemantau agar tumbuh kepedulian warga.
Pekan lalu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengenalkan tiga alat pemantau kualitas udara baru dan pemutakhiran alat serupa di empat stasiun pemantauan kualitas udara. Alat baru ini akan memberikan data yang lebih akurat terkait sumber polusi udara lokal sehingga dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas udara, mengatasi perubahan iklim, dan melindungi kesehatan penduduk kota.
Senin (5/6/2023) ini, sehubungan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023 dan Ulang Tahun Ke-496 Kota Jakarta, berlangsung uji emisi akbar di Lapangan Parkir Utara Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Uji emisi akbar merupakan titik awal tiga penguatan kebijakan untuk memperbaiki kualitas udara.
Ketiganya adalah sosialisasi ketaatan hukum, disinsentif parkir di seluruh wilayah Jakarta, dan pengenaan koefisien denda pajak bagi kendaraan yang belum melakukan uji emisi sehingga mendorong semua kedaraan bermotor uji emisi secara berkala.
Polda Metro Jaya akan menyosialisasikan ketaatan hukum melalui operasi patuh dan uji emisi akan menjadi salah satu obyeknya. Kemudian, terkait disinsentif parkir bagi kendaraan yang tidak melakukan uji emisi akan dilakukan revisi Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2012 tentang Biaya Parkir pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan.
Sementara untuk koefisien denda pajak menjadi kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Denda pajak ini akan disasar kepada mereka yang saat melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor belum melakukan uji emisi pada kendaraannya.
Optimal
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengapresiasi sekaligus menyarankan upaya yang lebih agresif lagi. Dia merujuk laporan tahunan pemantauan kualitas udara Jakarta tahun 2021 dan 2022.
Jakarta memerlukan 43-53 alat pemantau kualitas udara. Jumlah yang ada saat ini jauh dari cukup. Adanya penambahan alat menunjukkan upaya pengendalian polusi udara Jakarta lebih baik daripada Jawa Barat dan Banten.
Dalam kedua laporan itu pun disebutkan status mutu udara Jakarta masih tercemar. Warga Jakarta paling banyak menghirup udara sehat hanya 16 persen dalam setahun dan paling banyak menghirup udara tidak sehat 35 persen dalam setahun.
Masih dalam laporan tersebut, upaya pembatasan kendaraan atau ganjil genap berhasil menurunkan polusi hanya pada saat diberlakukan. Justru pada tahun 2022 terjadi peningkatan konsentrasi pencemar.
”Selain transportasi, sumber utama polusi udara ialah industri. Belum terlihat bagaimana pemerintah mengendalikan sumber polusi dari industri. Berkaca dari kasus korban debu batubara di Marunda yang masih belum terlihat titik terang,” ucap Bondan, Senin sore.
Upaya pengendalian polusi udara juga semestinya lintas wilayah sebagaimana gugatan polusi udara kepada Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, dan Pemprov Banten. Apa saja yang dilakukan Jakarta dalam pengendalian polusi udara seharusnya juga dilakukan oleh Jawa Barat dan Banten.
Pengampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta, Muhammad Aminullah, pun sependapat. Berdasarkan sumber polusi udara yang salah satunya dari kendaraan bermotor, pemerintah secara perlahan sudah harus membatasi kendaraan bermotor. Sembari adanya pembatasan, warga didorong beralih ke transportasi umum yang layak. Bukan sebaliknya ada kebijakan kontradiktif, seperti mengurangi jalur sepeda dan alih fungsi trotoar menjadi jalan raya.
”Bukan langsung tak boleh pakai kendaraan pribadi. Bisa juga mulai berhenti bangun jalan tol atau alih fungsi jalan tol jadi ruang terbuka hijau seperti di Seoul, Korea Selatan, kata Muhammad.
Walhi Jakarta turut menyoroti pengendalian polusi udara sektor industri. Apalagi posisi Jakarta dikepung beragam industri sehingga terjadi sumber polusi lintas batas.
Muhammad menyarankan adanya koordinasi pusat dan daerah melalui kementerian sehingga ada ketentuan area bebas polusi. Dengan begitu kebijakannya bisa seragam.
”Grand design sudah ada tetapi belum banyak bicara pembatasan dan penunjang seperti ruang terbuka hijau. Data dari alat pemantau juga harus jadi kampanye supaya orang-orang peduli,” ucap Muhammad.