99 Kasus Suspek Polio di Jakarta, Vaksinasi Perlu Digencarkan
Pemerintah mengingatkan agar vaksinasi polio, utamanya terhadap anak-anak, segera dilakukan untuk mencegah kasus positif, yang berisiko kelumpuhan hingga kematian.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DKI Jakarta masih terbebas dari kasus positif polio meski sempat ditemui 99 kasus suspek sejak awal 2023. Pemerintah tetap mengingatkan agar vaksinasi, utamanya terhadap anak-anak, segera dilakukan untuk mencegah kasus positif.
Dikonfirmasi Minggu (21/5/2023), Kepala Seksi Surveillance, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama menyebutkan, sejak awal Januari sampai hari ini, Jakarta mencatat ada 99 kasus suspek polio.
Sebanyak 99 kasus suspek tersebar di wilayah Jakarta Timur dengan 33 kasus, Jakarta Barat 25 kasus, Jakarta Selatan 18 kasus, Jakarta Utara 17 kasus, Jakarta Pusat 5 kasus, dan Kepulauan Seribu 1 kasus.
”Dari 99 terduga, 46 kasus dalam kriteria pengambilan sampel tinja dan semuanya negatif. Yang lain tidak sampai diambil (sampelnya),” kata Ngabila di Jakarta. Dengan demikian, kasus suspek yang ada terbukti negatif.
Tinja suspek polio diperiksa karena virus penyakit ini di antaranya menular melalui kotoran manusia. Virus bisa masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi akibat sanitasi lingkungan yang buruk.
Gejala awal pada pasien biasanya berupa demam, sakit kepala, muntah, kelelahan, kaku pada leher, dan nyeri tungkai (Kompas.id, 21/3/2023). Virus ini dapat menyerang sistem saraf dan memicu kelumpuhan secara permanen akibat kelemahan otot, bahkan kematian jika otot pernapasan yang diserang.
”(Jika ditemukan gejala) Segera laporkan ke kader, RT, RW, dan puskesmas terdekat untuk diperiksa tinja dan sebagainya. Sebanyak 44 puskesmas kecamatan di DKI Jakarta buka 24 jam. Dinkes DKI Jakarta juga melakukan sweeping kasus di seluruh RS Jakarta untuk membedah rekam medis,” pesan Ngabila.
Adapun faktor rendahnya cakupan vaksinasi menjadi sorotan sebagai penyebab munculnya kasus suspek polio di Jakarta, termasuk di Indonesia yang sudah sejak 2014 memperoleh sertifikat bebas polio. Ngabila mengatakan, capaian vaksinasi atau imunisasi polio di DKI Jakarta lebih rendah dari 95 persen pada masa pandemi, seperti di 2020.
Masyarakat pun diingatkan untuk melengkapi imunisasi polio pada anak sebanyak empat kali setiap bulan sampai usia 4 bulan dengan imunisasi tetes dan dua kali dengan imunisasi suntik pada usia 4 bulan dan 9 bulan. Layanan itu bisa didapatkan di posyandu, puskesmas, dan layanan imunisasi yang bekerja sama dengan pemerintah.
”Lalu pastikan agar tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan, terutama makanan minuman yang dikonsumsi agar tidak tercemar kotoran, serta dipastikan sehat dan matang. Juga cegah buang air besar sembarangan yang akan mencemari lingkungan,” pesannya.
Selain polio, rendahnya cakupan vaksinasi di Jakarta juga meningkatkan kasus campak. Pada 2022, sebanyak 253 kasus campak terdeteksi di Jakarta. Sementara di 2023 belum ada kasus campak terdeteksi di Jakarta. Di beberapa daerah lain di Indonesia muncul kejadian luar biasa karena lonjakan kasus.
Infeksi virus yang dapat menular melalui udara dan cairan saluran napas ini bisa ditandai ruam merah di kulit, demam tinggi, batuk, pilek, dan mata merah. Penularan bisa berlangsung lama, sejak empat hari sebelum dan sesudah munculnya bercak merah di kulit pasien.
Campak kembali merebak akibat vaksin yang belum diberikan secara lengkap, khususnya terhadap anak. Seperti diketahui, anak perlu mendapat tiga dosis vaksin, masing-masing diberikan di usia 9 bulan, 18 bulan, dan usia saat kelas 1 sekolah dasar. Jika belum vaksin sampai usia dewasa, warga direkomendasikan mendapat dua dosis vaksin.
Epidemolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, Jakarta harus mengejar cakupan vaksin melampaui 95 persen agar tidak muncul kejadian luar biasa, seperti dalam kasus campak, 26 Januari 2023. Ia menilai Jakarta bisa melakukannya karena fasilitas layanan kesehatan yang memadai dan mudah dijangkau masyarakat.
"Untuk Jakarta enggak ada alasan enggak memenuhi cakupan vaksinasi, karena semua terjangkau fasilitas kesehatan, di mana-mana ada RS, jadi harus 100 persen anak di Jakarta terlindungi vaksinasi campak," ujarnya.
Sementara itu, faktor sanitasi dan kepadatan lingkungan yang memudahkan penularan virus harus menjadi perhatian pemerintah. Tantangan tersebut bisa disiasati dengan memastikan pemenuhan gizi anak, khususnya mereka dari kalangan masyarakat kurang mampu. Gizi cukup akan membantu meningkatkan imunitas anak.
"Kan ada kampanye konsumsi protein hewani, seperti telur, ikan, daging. Itu harus mulai dibiasakan karena kalau anak kurang gizi susah, lebih berat dampaknya," kata dia.