Suhendra alias SH terbukti secara sah melakukan tindak pidana perdagangan anak dan dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong menjatuhkan vonis 4 tahun kurungan penjara kepada SH (32) atau Suhendra karena tindak pidana perdagangan anak.
Dalam sidang putusan vonis di Pengadilan Negeri Cibinong yang dipimpin hakim ketua Dhian Febriandari, dengan Zulkarnaen dan Wahyu Widuri sebagai hakim anggota, Selasa (16/5/2023), diputuskan bahwa Suhendra (32), warga Desa Kuripan, Ciseeng, Kabupaten Bogor, terbukti melakukan tindak pidana perdagangan anak seperti diatur dalam Pasal 83 juncto 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
”Mengadili, menyatakan terdakwa Suhendra terbukti secara sah melakukan tindakan pidana perdagangan anak dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan,” kata Dhian.
Putusan vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu pidana penjara 5 tahun denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dari putusan itu, pengacara terdakwa, Heru Prayitno, mengatakan, akan mengambil waktu berpikir selama 7 hari ke depan dan mempelajari kembali laporan dari saksi dan ahli untuk kemudian mengajukan banding atau tidak. Meski begitu, ia menilai hukuman 4 tahun penjara sangat memberatkan kliennya.
Heru juga keberatan saat majelis hakim yang menganggap kliennya tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatan melawan hukum.
”Bagaimana mau mengakui perbuatannya, klien kami tidak menikmati uang tersebut, justru mengeluarkan uang pribadi. Keterangan klien kami tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim,” kata Heru.
Menurut Heru, kliennya tidak memiliki niat melakukan tindak pidana perdagangan orang atau perdagangan bayi. SH justru memiliki niat baik membantu orang lain, seperti ibu-ibu hamil di luar nikah, menyelamatkan anak-anak dari upaya menghilangkan atau mengancam keselamatan bayi karena digugurkan, dibuang, hingga ditelantarkan.
SH juga dinilai tidak ada niat memanfaatkan uang yang diberikan langsung oleh para ibu hamil. Padahal, uang yang diberikan itu untuk membayar biaya persalinan dan biaya anak-anak setelah lahir.
SH justru mengeluarkan uang pribadi atau menyisihkan uang gajinya untuk membiayai dan menampung ibu-ibu hamil. Itu semua tanpa ada donasi atau bantuan dari siapa pun untuk menyelamatkan para bayi.
”Suhendra mengambil inisiatif peran sosial menjadi ayah sejuta anak. Seharusnya peran pemerintah kementerian dan dinas sosial merangkul bukan memenjarakan,” kata Heru.
Peran sosial itu membuat Suhendra terkenal di media sosial dan diundang oleh salah satu stasiun televisi. ”Karena aksi beliau, mungkin organisasi legal resmi di Indonesia merasa terganggu dengan tindakan terdakwa,” ujarnya. Organisasi yang dimaksud adalah Yayasan Sakura Bogor. Yayasan yang dipimpin Suarni Daeng Caya itu, kata Heru, melaporkan SH ke polisi.
Aksi pelaku ini bermodus dengan cara mengiming-imingi (membantu) atau mengumpulkan para ibu hamil yang tidak memiliki suami melalui media sosial dengan berbalut yayasan ayah sejuta anak.
Pengungkapan kasus
Dari laporan itu, Kepolisian Resor Bogor langsung menyelidiki kasus dugaan perdagangan anak. Polisi pun menetapkan SH sebagai tersangka pada Kamis (29/9/2022).
Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Iman Imanuddin menuturkan, Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang berkedok yayasan di Ciseeng, Kabupaten Bogor.
”Aksi pelaku ini bermodus dengan cara mengiming-imingi (membantu) atau mengumpulkan para ibu hamil yang tidak memiliki suami melalui media sosial dengan berbalut yayasan ayah sejuta anak,” kata Iman.
Ibu-ibu hamil itu lalu ditawarkan untuk melakukan persalinan. Setelah proses persalinan dan kelahiran, anak akan diserahkan kepada orang yang ingin mengadopsi anak tersebut. Namun, proses adopsi, kata Iman, dilakukan secara ilegal. Anak hanya diserahkan begitu saja tanpa ada mekanisme aturan kekuatan hukum bagi anak adopsi.
Prosedur pengangkatan anak sudah memiliki dasar, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. PP No 54/2007 tersebut merupakan turunan dari UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
”Orang yang mengadopsi tersebut dimintai uang sebesar Rp 15 juta dari satu orang anak yang diadopsi,” katanya.
Uang Rp 15 juta itu merupakan uang ganti biaya persalinan. Lalu, pelaku juga menyampaikan kepada sang ibu anaknya akan diadopsi. Padahal, dari fakta dan penyelidikan, persalinan ibu ditanggung oleh BPJS. Orangtua anak atau ibu tidak mendapat keuntungan atau biaya dari syarat adopsi.
Dari pengungkapan kasus dugaan perdagangan anak itu, lanjut Iman, pihaknya menyelamatkan lima ibu hamil yang sedang menunggu kelahiran dan saat ini sudah berada di Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bogor. Mereka akan mendapatkan perlindungan hingga penanganan persalinan.
Satu anak adopsi secara ilegal atau dijual oleh pelaku ke Lampung juga sudah diselamatkan dan diserahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Bogor.
Dalam pemberitaan Kompas.id, Jumat (12/5/2023), menurut Ketua Yayasan Sakura Bogor Suarni Daeng Caya, tindakan SH termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus adopsi.
”Ibu-ibu yang tidak punya pilihan lain itu di posisi rentan. Di dalam TPPO, pelaku menggunakan posisi rentan para korban tersebut,” katanya.
Pengangkatan anak di luar jalur formal banyak terjadi saat orang yang tidak mampu membiayai proses persalinan di rumah sakit kemudian difasilitasi tenaga medis untuk melahirkan. Sementara anak yang baru lahir ditawarkan ke orangtua yang membutuhkan tanpa legalitas formal.
”Kasus Ayah Sejuta Anak, menurut kami ini kejahatan luar biasa. Ibu-ibu itu direkrut melalui akun Ayah Sejuta Anak. Dia tampil seolah-olah yang menyelamatkan ibu-ibu hamil. Di balik itu, ini adalah praktik adopsi ilegal,” katanya.
NI (26), ibu muda di Jakarta Utara, tidak menyangka bayi yang ingin dititipkan ke lembaga sosial malah diperdagangkan pengelola lembaga itu. Tempat penitipan ibu hamil dan bayi yang lahir di luar nikah itu adalah SH (32), yang melabeli dirinya sebagai ”Ayah Sejuta Anak” di akun media sosial Tiktok dan Instagram.
Ia menawarkan bantuan kepada NI untuk menampungnya selama hamil dan membantu proses persalinan di Bogor, Jawa Barat. Selama di tempat penampungan SH, NI terlilit utang karena harus mengirim uang untuk keluarganya. Keluarganya tidak tahu NI hamil dan berada di tempat penampungan SH.
”Saya terjerat utang pada SH, dia lalu meminta anak saya untuk diadopsi sebagai ganti tanggungan utang. Saya tidak rela, tetapi dipaksa SH. Setelah persalinan, anak saya dibawa pergi oleh orang yang mengadopsi, baru saya disuruh tanda tangan,” kata NI, Sabtu (6/5/2023).
Persalinan bayi NI berlangsung di RS Vitalaya, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Sesaat setelah melahirkan, NI kaget di gelang tangannya tertulis identitas seorang yang tidak dikenalnya bernama Herdianto yang disebut sebagai ayah bayinya. Belakangan dia tahu bahwa lelaki asal Lampung itu yang menebus anaknya ke SH dengan uang sebesar Rp 15 juta.