Penonaktifan NIK Tidak Hilangkan Hak Pilih Warga Jakarta
Komisi Pemilihan Umum Daerah Jakarta menyatakan warga tetap memiliki hak pilih jika nomor induk kependudukan terkena penonaktifan. Warga yang sudah tidak tinggal di Jakarta tetap diimbau mengurus kepindahannya.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta menegaskan rencana penonaktifan nomor induk kependudukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan menghilangkan hak pilih warga pada Pemilu 2024. Pemutakhiran data kependudukan ini lebih diarahkan kepada tertib administrasi layanan pemerintahan di wilayah.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta Selatan Agus Sudono menjelaskan, rencana penonaktifan NIK yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan menghilangkan hak pilih seseorang, khususnya jelang penetapan daftar pemilih tetap. Berdasarkan jadwal, KPU akan menetapkan DPT pada 21 Juni 2023.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
KPUD menyebut penonaktifan NIK lebih diarahkan pada pelayanan kependudukan di wilayah dengan tujuan tertib administrasi. Sementara untuk Pemilihan Umum 2024, KPUD menggunakan data yang berasal dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Dalam Negeri.
”Hak pilihnya tetap ada karena terlepas dia dinonaktifkan atau tidak, dia tetap tercatat memiliki NIK di Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kemendagri dan memenuhi syarat mendapatkan hak pilih. Mekanismenya nanti diatur. Penonaktifan itu lebih pelayanan kependudukan di wilayah,” ujarnya saat ditemui di kantornya di kawasan Antasari, Jakarta Selatan, Minggu (7/5/2023).
KPUD DKI Jakarta menegaskan, warga yang terkena penonaktifan NIK oleh Pemprov DKI Jakarta masih dapat memilih di wilayah Jakarta selama membawa kartu tanda penduduk elektroniknya. Namun, lokasi pemilihan haruslah sesuai dengan domisili yang tertera di KTP.
Warga yang dinonaktifkan NIK-nya tetap dapat memilih di Jakarta dengan syarat membawa KTP dan memilih sesuai alamat yang tercatat. Untuk yang ingin memilih di luar Jakarta, bisa mengurus surat pindah memilih sebelum 21 Juni 2023.
Di hari pemilihan nanti, mereka diminta untuk membawa KTP dan datang ke lokasi tempat pemungutan suara khusus yang sudah disiapkan oleh KPUD pada pukul 12.00–13.00 waktu setempat. KPUD DKI Jakarta pun mendorong warga untuk aktif memeriksakan data dirinya akan memilih di lokasi mana nantinya segera, tidak menjelang penetapan DPT ataupun menjelang hari pemilu pada 14 Februari 2024.
Bagi mereka yang sudah dinonaktifkan NIK-nya dan memang ingin memilih di luar Jakarta, KPUD menghimbau untuk mengurus surat pindah memilih sebelum 21 Juni 2023. ”Masyarakat seharusnya bisa tahu akan memilih di mana pada pemilu tahun depan. Kami tegaskan penonaktifan NIK tidak menghilangkan hak pilih. Setelah DPT ditetapkan pun, masih ada ruang untuk memperbaikinya,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin. Ia menyebut, jika NIK warga terkena penonaktifan setelah DPT ditetapkan tanggal 21 Juni 2023, mereka akan digolongkan menjadi pemilih khusus. Proses pencoblosan pun akan dilakukan di TPS khusus.
”Ini tidak berpengaruh kepada hak pilih mereka selama memiliki KTP. Penonaktifan NIK tidak serta-merta mencabut hak pilih,” ujarnya.
Sebelumnya, Disdukcapil DKI Jakarta berencana untuk menonaktifkan sekitar 194.000 NIK milik warga Jakarta karena diindikasikan sudah tidak berdomisili di ibu kota dan bahkan tidak diketahui keberadaannya. Di Jakarta Selatan, terdapat sekitar 51.000 NIK yang akan diverifikasi keberadaan dan keabsahannya.
Meski demikian, disdukcapil menegaskan bahwa program ini masih berada dalam tahap sosialisasi dan juga pendataan.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua KPUD DKI Jakarta Sunardi menjelaskan, penetapan DPT didasarkan secara de jure atau berdasarkan alamat KTP, bukan de facto atau apakah orang yang bersangkutan masih tinggal di sana atau tidak. Pihaknya pun mencadangkan 2-3 persen surat suara agar mereka yang memilih di TPS khusus mendapatkan hak pilihnya.
”Bahkan, setelah DPT ditetapkan, bisa jadi di suatu daerah itu kedatangan warga baru atau ada warga yang pindah, ya tetapi tetap hak pilih mereka dijamin. Sudah ada proses yang mengaturnya,” katanya.
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta Mujiyono berharap agar program ini jangan sampai mengganggu aktivitas pada Pemilu 2024. Selain itu, ia pun mempertanyakan mengapa program ini baru dijalankan satu tahun jelang pemilu akan digelar.
”Harus ada evaluasi menyuluruh karena ini kaitannya dengan yang lain juga, seperti zonasi sekolah. Komisi A merekomendasikan program ini untuk ditunda dahulu,” ujarnya.