Bergejala Khusus, Lima Kasus Covid-19 Subvarian Arcturus Ditemukan di Jakarta
Jakarta belum membuat kebijakan khusus terkait munculnya kasus Covid-19 subvarian turunan Omicron ini. Masyarakat tetap diimbau menerapkan protokol kesehatan dan melakukan tes saat mengalami gejala sakit.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak lima kasus Covid-19 subvarian baru XB.1.16 atau disebut juga Arcturus ditemukan di wilayah Jakarta. Penularan Covid-19 ini mulai meningkatkan kasus meski masih terkendali. Kewaspadaan perlu ditingkatkan dengan aktif melakukan tes atau skrining secara mandiri jika mengalami gejala Covid-19.
Kepala Seksi Surveillance, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama menyebut, tes whole genome sequencing (WGS) yang dilakukan Kementerian Kesehatan menemukan lima kasus Covid-19 baru turunan Omricon ini. Berdasarkan data, transmisi lokal di wilayah Ibu Kota ini sudah terjadi sejak 27 Maret 2023.
”Sudah ada lima kasus Arcturus di Jakarta dengan gejala baru yang khas mata merah dan belekan. Jangan panik, tingkatkan kewaspadaan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (19/4/2023).
Lima pasien yang terinveksi Covid-19 subvarian Arcturus itu empat di antaranya perempuan dan satu laki-laki, di mana dua di antaranya warga lansia. Keseluruhan pasien sudah mendapat tiga dosis vaksinasi. Mayoritas mengeluhkan gejala baru mata merah, perih, dan keluar kotoran mata. Empat pasien mengalami gejala ringan dan satu pasien lainnya bergejala sedang dengan pneumonia sehingga harus dirawat selama enam hari di RS.
”Satu pasien adalah pelaku perjalanan luar negeri dari India dan positif pada 23 Maret 2023. Empat lainnya terinfeksi dari transmisi lokal di komunitas, yang terakhir positif Covid-19 pada 17 April 2023,” lanjutnya.
India diketahui menjadi salah satu yang tengah mengalami lonjakan pasien Covid-19 varian baru ini beberapa waktu belakangan disusul Malaysia dan Singapura.
Temuan kasus ini sejalan dengan kenaikan kasus positif mingguan yang pada periode 10-16 April ini mencapai 2.804 kasus. Angka itu tertinggi dibanding rata-rata kasus mingguan sejak Desember 2022 yang selalu di bawah 2.000 kasus.
Kenaikan signifikan juga terjadi pada indikator positivity rate atauperbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan di Jakarta. Pada pekan lalu, angkanya melonjak hingga 17,61 persen dibanding pekan sebelumnya yang hanya 12,69 persen.
”Keterisian rumah sakit juga naik dari 8 persen menjadi 12 persen dalam seminggu terakhir dan kematian naik drastis menjadi 18 orang dalam seminggu. Semua usia 30 tahun ke atas dan belum mendapat vaksin dosis keempat. Bahkan, tujuh di antaranya belum vaksinasi sama sekali,” kata Ngabila.
Pencegahan dan tes mandiri
Menanggapi kenaikan kasus Covid-19, Ngabila mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memberlakukan kebijakan khusus untuk pencegahan dan penanganan.
Masyarakat diimbau memaksimalkan protokol kesehatan, antara lain menjaga kesehatan, mengontrol penyakit komorbid, memakai masker, serta menerapkan perilaku bersih dan sehat. Di samping itu, mengetes kondisi mana kala sakit dengan gejala Covid-19.
”Jakarta tidak ada kebijakan terkait ini. Kami mengimbau bagi yang bergejala bisa melakukan tes PCR atau antigen,” katanya.
Masyarakat disarankan melakukan tes mana kala mengalami batuk, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, dan nyeri otot yang menjadi gejala utama Covid-19 yang tercatat di Jakarta. Di Jakarta, tes antigen bisa dilakukan 24 jam di puskesmas kecamatan.
Jika lewat tes ketahuan positif, masyarakat diminta melapor ke RT setempat atau puskesmas jika masih di Jakarta. Bantuan tempat isolasi mandiri bisa disampaikan ke mereka jika dibutuhkan warga.
Terkait penanggulangan kasus yang berisiko meningkat di periode mudik dan Lebaran tahun ini, Ngabila mengatakan, Jakarta belum memiliki kebijakan khusus.
”Saat ini belum tersedia lokasi isolasi mandiri terkendali Covid-19 yang disediakan oleh pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Perlu kajian teknis lebih lanjut dulu terkait ini,” katanya.
Vaksinasi
Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, menganalisis, data yang ada memang menunjukkan Arcturus lebih mudah menular sehingga jumlah kasus dapat meningkat. Namun, gejalanya ringan dan tidak akan parah selama tidak ada perubahan genomik di masa datang.
Selain memeriksakan diri setiap ada gejala dan melindungi diri khusus bagi kelompok rentan, vaksinasi penguat (booster) dosis ketiga dan keempat, menurut dia, juga perlu diakses masyarakat.
Data Kementerian Kesehatan sampai hari ini, di Jakarta, cakupan vaksinasi Covid-19 dosis 1 mencapai 12,6 juta orang (134,2 persen), dosis 2 mencapai 10,95 juta orang (116,73 persen), dosis 3 atau booster pertama 5,3 juta orang (72,38 persen), dan dosis 4 atau booster kedua baru sebanyak 652.909 orang (8,83 persen).
”Pemerintah perlu menggalakkan kembali vaksinasi booster kedua yang sekarang sudah tidak banyak dibicarakan lagi,” ujarnya saat dihubungi hari ini.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Indonesia mengalami kelangkaan vaksin mereka Pfizer. Ini menjadi sorotan karena sesuai Surat Edaran Kemenkes Nomor 380 Tahun 2023, masyarakat yang memperoleh vaksinasi booster pertama merek Pfizer hanya bisa menerima vaksin penguat kedua sejenis atau dengan merek Moderna dan AstraZeneca. Adapun vaksin Moderna dan AstraZeneca sudah tidak tersedia lagi.
”Saat ini sebagian besar vaksin yang ada adalah Indovac dan Inavac. Kebijakan saat ini tidak lagi mengadakan (vaksin) Pfizer, tetapi mengutamakan vaksin produksi dalam negeri,” tuturnya (Kompas.id, 15/4/2023).
Sampai pertengahan bulan ini, Indonesia memiliki 5,6 juta dosis vaksin Covid-19. Rinciannya, 130.760 dosis vaksin jenis Janssen, 6.818 dosis jenis Sinopharm, 152.142 dosis Zifivax, 1,2 juta dosis Inavac, 4,1 juta dosis Indovac, dan jenis Pfizer sebanyak 286.794 dosis.