Berantas Premanisme dalam Selubung Penagih Utang
Sebagai nyawa bagi kelangsungan perusahaan pembiayaan, penagih utang harus membenahi diri agar bekerja sesuai etika.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F23%2Fb545943f-ff96-42a4-89a6-4a53ab31c876_jpg.jpg)
Polda Metro Jaya menggelar konferensi pers kasus kekerasan oleh kawanan yang diarahkan penagih utang kepada aparat di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Sisi negatif penagih utang sebagai komponen kecil penggerak ekonomi belakangan kembali menjadi perhatian. Perbuatan melawan hukum membuat aparat geram dan mencap mereka sebagai preman yang harus diberantas.
Dua anggota polisi mengapit seorang pria berkumis yang mengenakan jaket hitam bertudung dan celana jins. Dalam kondisi terborgol, ia digiring ke sebuah gedung di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Pria yang disebut polisi berinisial LW itu dijemput langsung dari daerah Saparua, Maluku.
LW menjadi salah satu dari kawanan orang yang membentak dan memaki anggota polisi ketika hendak mengambil paksa mobil milik selebgram bernama Elizabeth Clara Shinta. LW menagih tunggakan utang dengan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) sebagai jaminan.
Kejadian pada 8 Februari 2023 di Jakarta Selatan itu sempat diwarnai kekerasan verbal dan fisik, termasuk pada seorang anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) yang berniat menengahi kedua pihak. Setelah kejadian itu, LW melarikan diri ke Ambon.
Dari kasus itu, polisi menangkap 3 dari 7 orang yang terlibat. Salah satu dari mereka adalah AWP, debt collector atau penagih utang yang mengantongi sertifikat resmi sebagai pekerja perusahaan pembiayaan.
AWP, yang seharusnya bekerja sendiri, malah melanggar aturan karena mengajak orang lain yang tidak berwenang. Mereka juga terbukti melakukan perbuatan pidana.
”Kalau sekadar memaki tidak parah. Ini bukan memaki, ada paksaan psikis dan fisik kepada aparat. Karena itu, kami tetapkan Pasal 214 KUHP tentang ancaman kepada petugas dengan maksimal hukuman 7 tahun penjara,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi.
Baca juga: Ragam Karakter Debitor Menguji ”Debt Collector” Pinjaman Daring
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F05%2F54a7d4a5-84ba-4aae-81e8-f48061867fed_jpg.jpg)
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi.
Tujuh tersangka, yang empat orang di antaranya masih dalam pengejaran, juga dilaporkan Elizabeth Clara dengan Pasal 365 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan kekerasan. Mereka juga dilaporkan karena melakukan perbuatan tidak menyenangkan.
Aksi melawan hukum penagih utang yang melibatkan banyak orang ini pun membuat Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran geram. Ia tegas mengecam bentuk premanisme ini.
”Pada prinsipnya, Polda Metro Jaya akan konsisten untuk menghadapi semua bentuk kejahatan kekerasan, baik yang dilakukan perorangan maupun kelompok, premanisme, persekusi, vigilante, dan sejenisnya. Kami akan melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Akan berhadapan dengan saya nanti orang-orang itu,” tegasnya.
Fenomena premanisme di Jakarta dan sekitarnya, seperti kasus penagih utang ini, dinilai tetap ada, tetapi jumlahnya tidak banyak. Jika dibandingkan era awal 1990-an, kata Fadil, kasus premanisme pada dekade belakangan jauh berkurang. Ini mulai jarang muncul di tempat-tempat keramaian, seperti pasar hingga tempat hiburan.
”Ini yang selalu saya ingatkan kepada pak kapolres dan jajaran Polda Metro Jaya untuk tegas menghadapi kelompok-kelompok semacam ini,” imbuhnya.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran
Aturan
Penagih utang umumnya dipekerjakan institusi atau lembaga pembiayaan sebagai pemberi jasa keuangan. Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yustianus Dapot mengatakan, pekerjaan mereka di perusahaan resmi diatur peraturan negara, Peraturan Organisasi Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Aturan itu menyebutkan, perusahaan pembiayaan boleh mempekerjakan pihak ketiga dalam rangka penagihan sesuai kewajiban debitor. Pihak ketiga ini juga berhak mengeksekusi barang jaminan debitor ketika menunggak angsuran sesuai perjanjian. Proses penagihan pun perlu dilakukan secara beretika.
Pada prinsipnya, Polda Metro Jaya akan konsisten untuk menghadapi semua bentuk kejahatan kekerasan, baik yang dilakukan perorangan maupun kelompok, premanisme, persekusi, vigilante, dan sejenisnya. Kami akan melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Akan berhadapan dengan saya nanti orang-orang itu. (Fadil Imran)
Jika dilanggar, debt collector dapat dikenai sanksi hukum pidana. Pelaku usaha jasa keuangan yang bekerja sama dengan debt collector juga dapat dikenai sanksi oleh OJK berupa sanksi administratif sampai pencabutan izin usaha.
”Kami juga akan beri teguran keras kepada perusahaan pembiayaan karena mereka wajib evaluasi penagihan secara tahunan,” kata Yustianus dalam konferensi pers kasus penagih utang ini di Polda Metro Jaya, Jakarta.
Sanksi itu juga diamini Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno Siahaan pada kesempatan sama. Ia mengklaim penagihan yang melanggar hukum hanya 3 persen dari total aktivitas yang terjadi selama ini. Selain itu, perusahaan dan negara sudah ketat mengatur agar sistem kredit dan penagihan terhindar baik dari wanprestasi maupun pelanggaran. Debt collector tidak bisa turun ke lapangan untuk menagih jika tidak punya sertifikat profesi.
”Ini proses monitoring juga kalau mereka membuat perbuatan tidak menyenangkan, sertifikasi profesi ini akan kita cabut. Sampai saat ini, sudah ribuan debt collector kita cabut karena tindakan tidak sesuai hukum,” kata Suwandi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F23%2F490896c6-2e4d-43fe-bded-75dd55fb4cf2_jpg.jpg)
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno Siahaan
Budaya organisasi
Kompas
Finsen (32), yang menjadi penagih utang di Jakarta Barat, pernah ditargetkan menagih utang 120 peminjam uang dari perusahaannya dalam sebulan (Kompas.id, 22/10/2021). Ia bercerita, setiap debitor memiliki karakter yang berbeda, ada yang senang bersembunyi, ada juga yang berani mengancam balik dengan mengajak organisasi masyarakat sampai mau melapor ke polisi.
Risiko ini semakin mungkin terjadi di masa ekonomi sulit, seperti masa pandemi Covid-19. Pandemi yang memperlambat perputaran ekonomi semakin menyulitkan debitor sehingga sebagian dari mereka membutuhkan sarana restrukturisasi utang untuk mencicil atau melunasi tunggakannya.
Mengutip data OJK, restrukturisasi pembiayaan pada tahun pertama pandemi, tepatnya akhir 2020, sebesar Rp 169,24 triliun. Nilai itu berasal dari 5,57 juta kontrak. Debitor perusahaan pembiayaan kebanyakan adalah nasabah perorangan. Nasabah ini paling terdampak karena umumnya digunakan untuk konsumsi (Kompas.id, 11/9/2021).
Yustianus pun menyebut penagih utang sebagai nyawa bagi kelangsungan perusahaan pembiayaan. Dengan kejadian negatif yang terungkap, penagih utang harus membenahi diri.
”Harus ada etika, enggak boleh melanggar, enggak ada alasan target ketat jadi semaunya aja,” ujarnya.
Meski diatur secara ketat, budaya organisasi bisa membentuk karakter premanisme bagi pekerja penagih utang. Dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, melihat, ada dua faktor yang membentuk karakter preman dalam sosok penagih utang. Pertama, hubungan ketenagakerjaan dan skema upah mereka.
”Kebanyakan penagih utang ini bukan karyawan, melainkan outsourching. Lalu, mereka punya target yang menentukan pendapatan mereka. Semakin besar penarikan (penagihan utang), semakin besar bonus mereka,” kata Asep saat dihubungi.
Kedua, faktor minimnya pengawasan dan pengecekan dari perusahaan yang membuat kekerasan bisa secara longgar dilakukan pekerja penagih utang. ”Padahal, debt collector kini jadi pekerjaan kelompok terorganisasi, seperti organisasi atau kelompok masyarakat tertentu,” ujarnya.
Terorganisasinya pekerja penagih utang dalam pengawasan perusahaan yang minim tidak mengherankan jika mereka berani bekerja dalam kelompok. Seperti dalam kasus yang dialami Clara Shinta dan beberapa kasus yang pernah terlaporkan ke media atau polisi, penagih utang kerap melakukan hal di luar wewenangnya.

Solusi
”Debt collector harus dididik lagi. Diingatkan, mereka bisa dipidana kalau melakukan kekerasan kepada orang atau barang, bisa ranah pidana atau perdata. Lalu, kalau ke aparat enggak boleh sama sekali, kan polisi kerja atas nama negara. Kalau polisi dilawan, artinya melawan negara,” kata Asep.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya gerak cepat menyuruh jajarannya, di seluruh wilayah pimpinannya, untuk menyiapkan call center pengaduan untuk warga yang disematkan di profil akun-akun media sosial. Mereka juga diperintahkan untuk mengupayakan pendekatan persuasif, selain penindakan.
”Hari ini contohnya Polres Jaksel mengundang asosiasi leasing (pembiayaan). Nanti kami akan adakan FDG (diskusi kelompok terfokus). Masyarakat jangan mau berutang tetapi enggak siap bayar angsuran. Kalau ada yang menunggak, harus ditempuh dengan jalur benar, tidak menggunakan jasa penagih utang yang menggunakan kekerasan,” kata Fadil.
Diskusi bisa berlanjut pada kerja sama kebijakan dengan perusahaan penyedia pinjaman. Polisi, kata Fadil, bisa bekerja sama menyiapkan sistem pemblokiran dokumen untuk debitor yang menunggak angsuran, seperti surat tanda nomor kendaraan (STNK).
”STNK bisa tidak diperpanjang sampai dia (debitor) melunasi utang-utangnya,” ujarnya.
Baca juga: Jerat Iklan Digital Antar Korban ke Puluhan Aplikasi Pinjaman Daring