Ketika ”Para Mantan” MRT Jakarta Memilih Kembali
Saat puncak pandemi terjadi pembatasan mobilitas sehingga penumpang MRT Jakarta turun signifikan. Saat pembatasan mulai dicabut, mobilitas mulai naik. Sepanjang 2022, penumpang MRT mencapai 19,7 juta penumpang.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F04%2F01%2F29b2b7cf-b8ce-4328-9310-2c312fd88708_jpg.jpg)
Kereta Moda Raya Terpadu (MRT) memasuki Stasiun ASEAN, Jakarta Selatan, Senin (1/4/2019).
PT MRT Jakarta (Perseroda) mencatatkan angka keterangkutan penumpang MRT Jakarta selama 2022 menembus 19,7 juta penumpang. Capaian angka yang dinilai sangat baik di tengah pandemi Covid-19 yang belum dinyatakan berakhir.
Dengan angka 19,7 juta penumpang MRT Jakarta sepanjang 2022, artinya setiap hari lebih dari 50.000 orang menggunakan MRT Jakarta. Jumlah sebanyak itu dilayani dengan 87.072 perjalanan kereta.
Mari melongok ke akhir 2021. Saat itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William P Sabandar menyatakan, memasuki 2022, seiring dengan kasus Covid-19 yang melandai dan pengendalian kasus yang baik, ia meyakini penumpang MRT Jakarta akan kembali naik.
Ia menyatakan, MRT Jakarta menargetkan mampu mengangkut 14,6 juta penumpang selama 2022 atau rata-rata harian penumpang MRT Jakarta ditargetkan sebanyak 40.000 orang per hari.
Baca juga : MRT Jakarta Dorong Kenaikan Jumlah Penumpang
Dalam perkembangan, sampai dengan akhir Desember 2022 total sebanyak 19,7 juta orang menggunakan MRT Jakarta. ”Kenapa bisa sampai lebih dari target, kalau menurut saya wajar-wajar saja,” ujar Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Aditya Dwi Laksana.

Sejumlah warga berjalan di jembatan layang penyeberangan orang simpang temu di Stasiun MRT Lebak Bulus, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2022).
Ia menilai pencapaian pengguna MRT Jakarta yang melebihi target, berkaitan erat dengan faktor eksternal. Pada 2021, pelonggaran mobilitas dan kenaikan mobilitas masyarakat luar biasa meningkat.
”Ini sejalan dengan pemulihan pandemi yang lebih cepat, pelonggaran-pelonggarannya lebih cepat, kemudian tingkat mobilitas masyarakat naik dengan cepat,” ujar Aditya.
Bila ditengok lebih jauh, itu membuat kenaikan penumpang tidak hanya terjadi di MRT Jakarta, melainkan juga terjadi di KAI Commuter dan Transjakarta. Yang membedakan, baik kereta komuter ataupun Transjakarta memiliki jaringan layanan dan operasi yang cukup luas. Dengan demikian, meski sejak awal pandemi atau pada 2020 beroperasi secara terbatas dari sisi kapasitas dan rute, kedua moda itu tetap ramai penumpang.
Alhasil, untuk KAI Commuter dan Transjakarta, kenaikan penumpang terjadi secara gradual atau pelan-pelan sejak 2020. Sementara MRT Jakarta yang masih terbatas dari sisi jaringan layanan dan operasi bisa dikatakan paling menderita.
Bila Transjakarta dan KAI Commuter bisa pulih secara gradual, pemulihan MRT Jakarta terkesan lebih lambat. Itu memunculkan kesan lompatan pemulihan MRT Jakarta terjadi pada 2022.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F06%2F08%2F09ddc863-8966-4b1d-b02b-26bd6b8ce90e_jpg.jpg)
Antrean panjang penumpang kereta MRT di Stasiun Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (8/6/2019). Libur Lebaran dimanfaatkan oleh warga untuk menjajal transportasi massal baru MRT.
Kenaikan penumpang MRT Jakarta terjadi sejalan dengan pelonggaran kegiatan yang meluas dan mobilitas masyarakat yang lebih tinggi. Selain itu, MRT Jakarta juga tetap melekat di hati para penumpang sebagai sarana angkutan penting yang modern dan jauh lebih sehat karena budaya bersih dan sehat, ketimbang di KRL ataupun di Transjakarta.
”Untuk kembali menarik sang 'mantan' itu lebih mudah karena sang mantannya sudah mulai merasa aman untuk bermobilitas dan MRT punya keunggulan berupa jaminan dengan kultur bersih sehat selain masalah kenyamanan,” ujar Aditya.
Yang tidak boleh dilupakan, menurut Aditya, penumpang MRT adalah penumpang dengan segmen khusus. Artinya, penumpang MRT adalah penumpang yang memiliki keleluasan dan keluwesan dari sisi finansal.
Alhasil, manakala saat puncak pandemi masih membuat perjalanan belum aman untuk bermobilitas, para penumpang MRT itu memilih menggunakan kendaraan pribadi mereka. Keluwesan dan keleluasan finansial pula yang membuat mereka memilih naik angkutan daring dibandingkan naik MRT Jakarta.
”Itu tentu berbeda dengan penumpang yang tidak memiliki keleluasaan finansial. Mereka akan memilih menggunakan Transjakarta atau kereta komuter,” ujar Aditya.
Baca Juga : MRT Jakarta Moda Transportasi Paling Ramah Disabilitas di Jakarta
Ketika pandemi mulai melandai, sementara kepadatan dan kemacetan di jalan tidak terbendung, para penumpang dengan keleluasan finansial yang tadinya menghindari naik MRT Jakarta bisa memutuskan untuk kembali ke mantan lagi, ke MRT. ”Ini seperti mantan yang kembali lagi,” urai Aditya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F28%2Fc8c25d9b-7724-489d-ac7b-c72383409eb0_jpg.jpg)
Penumpang antre memasuki halte bus transjakarta di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah membenahi integrasi moda angkutan umum yang mencakup Transjakarta, KRL Commuter Line, MRT, LRT dan MiniTrans/MikroTrans untuk memudahkan pengguna.
Dudi Haryanto (43), warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang sering beraktivitas di kawasan SCBD menyatakan, selama puncak pandemi, utamanya saat berlaku pembatasan ia memilih menggunakan kendaraan pribadi daripada naik Transjakarta yang lalu menyambung dengan MRT seperti sebelum pandemi.
”Saya orang yang sangat taat dengan kebersihan dan keamanan diri. Jadi saat puncak pandemi lebih memilih naik kendaraan sendiri,” ujar Dudi.
Meski demikian, situasi pandemi sudah melandai, ia kembali menggunakan angkutan umum.
”Saya suka naik MRT karena saya merasa keretanya aman, bersih, cepat, juga waktu perjalanan bisa dihitung,” ujar Dudi, yang mulai naik MRT lagi sejak pertengahan 2022.

Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono dan Direktur Operasional PT MRT Jakarta Muhammad Effendi, Jumat (28/12/2018), meninjau jalur koridor 1 transjakarta antara halte Harmoni Central Bus, Jakarta Pusat, dan halte Blok M, Jakarta Selatan.
Kerja sama
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Muhammad Effendi dalam Forum Jurnalis MRT Jakarta, Rabu (25/1/2023), mengakui, tahun 2020 merupakan tahun yang mencekam bagi layanan MRT Jakarta. Namun, seiring waktu pelan-pelan penumpang MRT Jakarta meningkat.
Dari survei indeks kepuasan penumpang atau customer satisfaction index (CSI) yang dikerjakan MRT Jakarta, menurut Effendi, terjadi peningkatan dari yang sebelumnya 88,29 menjadi 88,32.
”Ini membuat kita lebih tertantang lagi,” katanya.
Untuk itu, mulai 2023, MRT Jakarta tidak akan menggelar SCI, melainkan akan mempergunakan stakeholder satisfaction index atau indeks kepuasan para pemangku terkait. Indeks itu tidak hanya penumpang, tetapi warga di sekitar baik yang terkait operasi juga konstruksi.
”Konstruksi kita mesti pastikan orang-orang di sekitar pembangunan, yang mungkin mereka tidak puas, tetapi kita tidak terlalu mengganggu mereka. Ini jadi tantangan kita, kita harus lebih tinggi lagi,” ujar Effendi.
Sejauh ini, MRT Jakarta mampu menjaga performa ketepatan waktu atau on time performance (OTP) 99,94 persen, ketepatan waktu berhenti di stasiun 99,98 persen, dan ketepatan waktu kedatangan kereta di stasiun 99,95 persen. ”Kemudian kebersihan dijaga, safety, keamanan. Jadi orang naik MRT benar-benar puas,” ujar Effendi.
Baca Juga : Kemajuan Proyek MRT fase 2A, Stasiun Monas dan Stasiun Thamrin Tersambung

Penumpang menunggu jadwal keberangkatan kereta di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Jumat (18/11/2022).
Dengan kinerja demikian, Effendi melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pada 2023 MRT Jakarta akan mampu mengangkut 70.000 orang penumpang per hari. ”Kalau tidak ada gangguan berarti, harusnya bisa kita capai lebih tinggi dari itu. Karena bulan ini saja, beberapa minggu ini kita sudah capai 80.000 orang per hari. Ini yang kita jaga terus,” katanya.
Untuk meningkatkan dan memenuhi target pengguna, terobosan seperti kerja sama dengan operator feeder atau angkutan pengumpan dilakukan. MRT Jakarta juga bekerja sama dengan para pengelola gedung atau ruang publik yang biasa menjadi pelaksanaan kegiatan masyarakat, salah satunya dengan pengelola Gelora Bung Karno (GBK) dan juga dengan pusat perbelanjaan.
”Kami minta event tahunan mereka. Jadi, kami membantu mempromosikan, mereka juga dengan senang karena kayak GBK itu mereka lebih senang kalau pengunjung tidak bawa mobil, tetapi naik MRT. Jadi mereka terbantu,” kata Effendi.
Menurut dia, itu kerja sama yang saling menguntungkan. Di satu sisi langkah itu akan membuat pengguna MRT naik, tetapi dari pengelola GBK pengamanan mereka tidak harus masif.
”Sebab, kalau semua bawa mobil, repot. Jadi GBK senang sekali bekerja sama dengan MRT,” kata Effendi.
Namun, Aditya kembali mengingatkan MRT Jakarta untuk menjaga supaya penumpang yang sudah memilih naik MRT, juga untuk menarik lebih banyak penumpang. MRT Jakarta mesti melakukan sejumlah hal, mulai dări menyediakan kantung parkir (park and ride), memastikan perpindahan moda, serambi temu, hingga koneksi bawah tanah langsung dari pusat perbelanjaan ke Stasiun MRT.