Fasilitas Pemadam di Titik Rawan Kebakaran di DKI Jakarta Masih Minim
Dari sekitar 1.600 kejadian kebakaran yang tercatat selama tahun 2022, Sekitar 300 kejadian berhasil diatasi masyarakat. Penyediaan sarana penanggulangan kebakaran perlu ditingkatkan untuk meminimalisasi kerugian.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas penanggulangan bencana kebakaran di titik-titik rawan di DKI Jakarta masih minim. Ketersediaan hidran air, jumlah personel pemadam, keterjangkauan akses, dan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di titik-titik rawan kebakaran tersebut masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, Kecamatan Cakung dan Kecamatan Cengkareng termasuk dalam kategori wilayah rawan kebakaran. Hal itu karena selama lima tahun, akumulasi kejadian kebakaran di wilayah tersebut tergolong paling tinggi, yakni Kecamatan Cakung 160 kejadian dan Kecamatan Cengkareng 144 kejadian.
Septianto (37), petugas pemadam kebakaran sektor Cengkareng, Minggu (8/1/2023), menyampaikan, kebakaran yang pernah dia tangani terakhir kali terjadi di RT 008 RW 012, Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Penyebab kebakaran pada Minggu (11/9/2022) dini hari itu diduga berasal dari korsleting listrik sehingga mengakibatkan sekitar tujuh petak kontrakan ludes terbakar dan sekitar 40 warga kehilangan tempat tinggal.
”Waktu itu, kami cukup kesulitan menuju lokasi. Terdapat mobil-mobil milik warga yang terparkir di pinggir jalan menuju lokasi kejadian sehingga kami agak terlambat,” ucap Septianto di Pos Pemadam Kebakaran Sektor Cengkareng Barat, Jakarta Barat.
Selain terhalang mobil, hidran sebagai penyedia sumber air untuk pemadam berjarak sekitar 500 meter. Akhirnya, tim pemadam memanfaatkan air dari sungai yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian.
Pantauan di lokasi kejadian, tujuh petak kontrakan yang masing-masing berukuran 3 meter x 10 meter itu seolah terbengkalai. Tampak puing-puing bangunan berwarna hitam masih berdiri dan sampah-sampah kebakaran masih menumpuk di lokasi kejadian.
Ketua RT 008 RW 012, Kelurahan Cengkareng Timur, Usin, mengatakan, pemilik kontrakan tersebut belum merenovasi bangunannya lantaran belum cukup biaya. Sementara para penghuni kontrakan itu telah menempati kontrakan lain di kawasan RW 012 Kelurahan Cengkareng Barat.
”Api padam lumayan lama, sekitar satu jam lebih baru padam. Petugas pemadam terkendala di jalan karena banyak mobil yang terparkir. Waktu itu sudah diperingatkan, tapi sekarang seperti itu lagi,” kata Usin.
Usin juga menjelaskan, petugas pemadam kebakaran turut memberikan sosialisasi kepada warganya terkait kewaspadaan terhadap aliran listrik, kabel-kabel listrik, dan kompor gas. Namun, sosialisasi tersebut hanya dilakukan satu kali dalam kurun empat bulan pascakejadian.
”Tapi, tadi baru saja hampir terjadi kebakaran lagi. Warga saya meninggalkan rumah dengan kondisi kompor masih menyala. Untung ada yang melihat kalau ada asap sehingga bisa ditangani,” tambah Usin.
Menurut Usin, wilayah RT 008 RW 012 Kelurahan Cengkareng Timur termasuk dalam permukiman padat penduduk. Sekitar lebih dari 300 keluarga tinggal di wilayah tersebut dengan masing-masing rumah dihuni satu hingga empat keluarga.
Tingkat keberhasilan itu bukan dalam hal pemadamannya, melainkan lebih kepada pencegahan. Kami sudah mengedukasi, warga belum bisa memenuhi katanya enggak ada biaya.
Kondisi yang sama juga terjadi di titik rawan lainnya, yakni Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Komandan Pleton Pemadam Kebakaran Sektor Cakung, Suruli Apip, mengatakan, kesadaran warga untuk penanggulangan bencana kebakaran masih minim, terutama di permukiman padat.
”Semua kembali lagi kepada masyarakat. Sebagian masih kurang waspada terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan api, seperti kompor gas dan kondisi kelistrikan di rumahnya. Kami sudah menyosialisasikan hal itu setiap satu bulan sekali,” kata Suruli.
Menurut Suruli, sosialisasi yang telah dilakukan memberikan dampak yang cukup signifikan dalam mengurangi dampak kebakaran di wilayah Cakung. Hal itu didukung juga dengan keberadaan alat pemadam api ringan (APAR) di setiap wilayah yang dapat meminimalisasi dampak kebakaran.
Namun, berdasarkan pengamatan Suruli, baru sekitar 20 persen APAR dimiliki setiap RT. Ia berharap masing-masing RT setidaknya memiliki lima APAR, terutama di kawasan padat penduduk.
”Tingkat keberhasilan itu bukan dalam hal pemadamannya tapi lebih kepada pencegahan. Kami sudah mengedukasi, warga belum bisa memenuhi katanya enggak ada biaya. Tapi, begitu kejadian baru warga bertanya beli APAR di mana,” ujar Suruli.
Selain mengedukasi tentang pencegahan, Suruli menekankan juga akan pentingnya jalur evakuasi bangunan, keberanian warga saat menghadapi kemunculan api, serta akses masuk di permukiman padat. Salah satu permukiman padat yang menurut Suruli menjadi titik rawan adalah Kelurahan Penggilingan.
”Ada 19 RW dengan jalan-jalan kecil di Kelurahan Penggilingan. Biasanya, sumber api berasal dari industri kecil yang ada di permukaan padat tersebut. Kami menyiasati dengan mobil kecil agar sebisa mungkin dekat dengan titik api,” kata Suruli.
Kekurangan personel
Berdasarkan pemberitaan Kompas.id (15/11/2022), jumlah personel pemadam kebakaran di DKI Jakarta tercatat 4.558 orang yang tersebar di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Dengan jumlah penduduk tahun 2022 yang mencapai 11,25 juta orang, perbandingan antara jumlah personel dan penduduk DKI Jakarta adalah 1 : 2.468 jiwa.
Terkait jumlah tersebut, jumlah petugas di setiap regunya belum memenuhi ketentuan, yakni enam orang. Sementara, saat ini, hanya terdapat tiga sampai empat orang di setiap regunya. Padahal, petugas pemadam acap kali tidak hanya menangani persoalan kebakaran saja.
”Kami juga turut menangani penyelamatan hewan, penyelamatan orang, benda-benda warga yang jatuh ke dalam saluran air, penangkapan ular, hingga pemberantasan sarang lebah. Sekarang ini lagi marak pemberantasan sarang lebah,” ucap Suruli.
Sepanjang tahun 2022 Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan DKI Jakarta mencatat terdapat lebih dari 1.600 kejadian kebakaran yang mayoritas disebabkan oleh korsleting listrik. Dari jumlah tersebut, luas area yang terdampak telah mencapai lebih dari 151.338 meter persegi.