Saat Kekerasan Seksual Dibalas dengan Perundungan
Dugaan kekerasan seksual di Universitas Gunadarma berujung pada aksi perundungan terhadap terduga pelaku. Tindakan perundungan itu dinilai bukan solusi menyelesaikan masalah kekerasan seksual.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F11%2F24%2Fa0019a69-a28a-4fc4-90de-a1c2d3b67bd3_jpg.jpg)
Kekerasan Seksual
Rekaman video itu memperlihatkan dua pria muda diikat di sebuah pohon. Mereka tampak menjadi korban aksi perundungan. Salah seorang lelaki itu bahkan dipaksa minum air kencing dan ditelanjangi.
Dua lelaki tersebut diduga merupakan pelaku pelecehan seksual di lingkungan kampus Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat. Keduanya menjadi korban aksi perundungan karena para mahasiswa lain marah dengan kelakuan mereka.
Rekaman video peristiwa yang terjadi pada Senin (12/12/2022) itu kemudian beredar di media sosial. Kontroversi pun muncul. Sebagian warganet menyatakan setuju dengan tindakan itu karena keduanya adalah pelaku kekerasan seksual. Namun, ada juga yang menilai tindakan semacam itu tidak pantas.
”Ngelawan pelecehan dengan melecehkan lebih parah ke si pelaku...,” tulis salah seorang warganet.
Aksi balasan berupa perundungan itu bermula dari pelaku yang diduga melakukan tindakan pelecehan seksual di salah satu pojok kamar mandi kampus. Tak terima dengan perlakuan itu, korban menceritakan peristiwa tersebut di media sosial. Unggahan di media sosial itu kemudian viral dan menuai banyak komentar.
Baca juga: Laporan Kasus Meningkat, Penanganan Belum Sesuai Harapan

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Gunadarma Irwan Bastian menjelaskan, kabar pelecehan seksual mulai tersiar di media sosial pada Sabtu (10/12/2022) malam.
Mendengar kabar itu, petugas Bidang Kemahasiswaan Universitas Gunadarma langsung berkomunikasi dengan korban untuk meminta keterangan mengenai kronologi kejadian yang menimpanya. Terduga pelaku pun dipanggil oleh pihak kampus untuk dimintai keterangan.
Dari hasil pemeriksaan internal, ditemukan ada tiga korban dugaan pelecehan seksual lain yang dilakukan oleh pelaku pertama. Selain itu, ada satu korban dugaan pelecehan seksual oleh pelaku kedua.
”Korban dan pelaku adalah mahasiswa Universitas Gunadarma,” kata Irwan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F12%2F838b739e-ebe9-4eed-9049-c50858eafb86_jpg.jpg)
Calon penumpang melintas di depan foto-foto perempuan aktivis yang menyuarakan kampanye antikekerasan terhadap perempuan di Stasiun Gambir, Jakarta, Senin (12/12/2022). PT KAI Daop 1 Jakarta bersama Suara Hati Perempuan Foundation menyelenggarakan pameran karya seni dalam rangka memperingati Kampanye Internasional 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan budaya.
Irwan menambahkan, pada Senin (12/12/2022), digelar pertemuan untuk menyelesaikan masalah tersebut di Kampus E Universitas Gunadarma. Saat pertemuan sedang digelar, sekitar pukul 15.00, muncul kerumunan mahasiswa di sekitar area wall climbing (panjat dinding) kampus.
”Ternyata pelaku mengalami kekerasan fisik oleh sekelompok mahasiswa. Kami juga baru tahu saat itu,” Irwan.
Menurut Irwan, para mahasiswa yang mengerumuni dua pelaku itu ingin memberikan sanksi sosial kepada para pelaku. Dia menyebut, setelah mengetahui peristiwa itu, pihak kampus langsung mengamankan dua pelaku agar tidak terjadi aksi main hakim sendiri. Pihak kampus juga menghubungi polisi untuk melakukan proses hukum.
Pihak universitas, kata Irwan, menyayangkan kejadian pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh dua pelaku. Di sisi lain, manajemen kampus juga menyayangkan tindakan perundungan terhadap kedua pelaku. Dua peristiwa itu pun diharapkan tidak lagi terulang.
”Pelaku satu dan dua dalam penanganan pihak yang berwajib (Polres Metro Depok). Selain itu, Bidang Kemahasiswaan akan terus menegakkan tata tertib kehidupan kampus, terutama kepada semua pelaku pelecehan seksual di lingkungan Universitas Gunadarma. Tindakan kekerasan oleh sekelompok mahasiswa juga kami sayangkan dan akan kami proses,” papar Irwan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F25%2Fa039b5f3-048d-481c-8c6f-f9e9eddee5e2_jpg.jpg)
Sambil membawa poster sosialisasi gerakan Stop Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, warga mengikuti acara jalan sehat bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (25/9/2022).
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Polres Metro Depok menyatakan, kasus pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswa Universitas Gunadarma itu diselesaikan secara restorative justice atau keadilan restoratif.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar Yogen Heroes Baruno mengatakan, penyelesaian itu ditempuh karena korban merasa kejadian pelecehan seksual itu sudah lama berlalu.
”Korban merasa kejadian itu sudah lama, sekitar tiga bulan lalu. Kemudian korban tidak mau memperpanjang masalah sehingga memutuskan secara damai,” kata Yogen kepada wartawan, Jumat (16/12/2022).
Pelaku kekerasan seksual memang tidak beradab, tetapi jika dibalas dengan seperti itu, kita tidak berbeda dengan pelaku.
Rasa aman
Psikolog Baby Jim Aditya mengatakan, kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja dengan pelaku biasanya orang terdekat atau dikenal. Dia menyebutkan, kasus pelecehan seksual dan aksi perundungan di Universitas Gunadarma memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan, rendahnya nilai pendidikan seksual, hingga tidak adanya kepedulian dan kepastian hukum yang berpihak untuk melindungi korban.
”Atas nama apa pun, itu tidak boleh terjadi. Setiap orang mempunyai hak untuk dihormati badannya dan martabatnya, baik perempuan maupun laki-laki,” kata Baby.
Ia menambahkan, hak untuk rasa aman di ruang privat dan ruang publik, termasuk di lingkungan pendidikan, harus dipenuhi. ”Masalahnya, tidak semua orang mempunyai kebijaksanaan dan nilai tentang penghormatan badan orang lain. Maka, muncullah pelanggaran hak,” tutur Baby.
Dalam sejumlah kasus, korban pelecehan seksual memang lebih memilih untuk mencurahkan perasaannya di media sosial. Hal itu karena mereka berharap bisa mendapat bantuan dan kepedulian tanpa harus dihakimi.

Menurut Baby, dalam kasus di Universitas Gunadarma, korban tidak langsung melaporkan pelecehan seksual itu ke polisi, institusi pendidikan, teman, atau keluarga karena takut dihakimi dan dinilai sebagai pihak yang salah. Curhatan di media sosial itu juga menunjukkan korban merasa kebingungan dengan kejadian yang dialaminya.
”Korban curhat di media sosial karena merasa itu jalan yang aman dan akan mendapatkan respons sehingga ada tindak lanjut secara hukum atau ada bantuan dari siapa pun,” ucap Baby.
Ia juga mengingatkan, aksi balas dendam dan perundungan seperti terjadi di Universitas Gunadarma bukan solusi menyelesaikan masalah kekerasan seksual. Tindakan seperti itu justru akan menimbulkan dendam di hati pelaku. Bahkan, pelaku bisa melakukan kekerasan seksual dengan cara lain.
”Pelaku kekerasan seksual memang tidak beradab, tetapi jika dibalas dengan seperti itu, kita tidak berbeda dengan pelaku. Sanksi untuk pelaku harus diberikan dengan cara beradab agar pelaku tahu ada aturan hukum positif yang berlaku,” ungkap Baby.
Baca juga: Tangani Serius Kekerasan pada Perempuan