Lagu Jadul Kaset Usang Kampung Bahari
Tak usah kaget jika hari-hari ini mampir ke Kampung Bahari, ada pengurus wilayah yang justru bertanya hal-hal di luar dugaan. Sudah ambil (beli narkoba)?
”Ada penggerebekan di Kampung Bahari”Demikian bunyi pesan masuk dari salah satu aparat kepolisian, Rabu (30/11/2022) sore. Ah, lagu lama. Informasi itu sudah seperti musik jadul dari kaset usang yang terus diputar berulang-berulang.
Informasi penggerebekan kampung yang berada persis di rel kereta api wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara itu, tak lagi mengagetkan. Sudah terlalu sering mendapatkan informasi serupa.
Setiap kali ada penggerebekan, bandar narkoba, pengedar, hingga pemakai, laki maupun perempuan, ditangkap. Alat bukti narkoba dengan jumlah puluhan hingga ribuan gram disita polisi.
Dari laporan Kompas.com, Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, Rabu (30/11/2022), saat menggerebek Kampung Bahari, aparat menyita 116,97 gram sabu dan menangkap enam orang terduga penyalahgunaan obat-obatan haram itu. Proses penggerebekan yang melibatkan ratusan aparat harus dilalui dengan perlawanan warga dan letusan petasan.
Kejadian itu tak jauh berbeda saat aparat dari Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Utara menggerebek kampung tersebut pada 9 Maret 2022. Saat itu, polisi menangkap 26 orang, menyita 350 gram sabu, 1.500 butir ekstasi, hingga uang tunai jutaan rupiah.
Proses penegakan hukum setelah penggerebekan pada 9 Maret 2022 terus berkelanjutan. Dari data yang dihimpun Kompas, usai penggerebekan berskala besar pada Maret 2022, setidaknya sudah enam kali polisi kembali menggerebek dan menangkap sejumlah pihak yang diduga terlibat peredaran narkoba hingga November 2022.
Baca juga: Polisi Kembali Gerebek Kampung Bahari, Delapan Orang Ditangkap
Embrio narkoba
Penggerebekan berulang oleh aparat kepolisian di Kampung Bahari mengundang rasa penasaran. Sebenarnya sejak kapan kampung tersebut menjadi sarang narkoba?
Dari penelusuran arsip Kompas, Kampung Bahari kerap muncul dalam laporan Kompas sejak 1996. Namun, informasi itu awalnya berkisah tentang warga yang rumahnya tergusur pemerintah daerah atau akibat kebakaran.
Tiga tahun berselang atau pada 1999, Kampung Bahari mulai dikategorikan sebagai daerah rawan kejahatan. Kampung itu bersama 15 wilayah lain di Jakarta Utara dikategorikan Pusat Pengendalian Sosial Pemda DKI Jakarta sebagai daerah yang patut diwaspadai masyarakat saat melintas di sana.
Informasi tentang kejahatan narkoba di Kampung Bahari pertama kali muncul pada 8 November 2013. Pekerja kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mulai jadi sasaran peredaran narkoba. Narkoba yang diedarkan ke pekerja pelabuhan berasal dari Sumatera dan Cianjur, Jawa Barat. Dari tiga pengedar yang ditangkap polisi, dua orang berinisial JN (48) dan HR (31) merupakan warga Kampung Bahari (Kompas, 9/11/2013).
Penangkapan dua pelaku yang berasal dari Kampung Bahari itu sepertinya menjadi jalan masuk bagi polisi untuk mulai menyadari munculnya sarang baru peredaran narkoba di Jakarta. Satu tahun kemudian, yakni pada 8 November 2014, polisi pertama kali menggerebek Kampung Bahari. Polisi menangkap 36 orang dan menyita 300 gram sabu, 500 butir ekstasi, dan 2 kilogram ganja.
”Kami mendapat informasi dari masyarakat, kampung itu akan dijadikan seperti Kampung Ambon di Jakarta Barat yang selama bertahun-tahun menjadi pusat pembuatan dan peredaran narkoba,” kata Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Utara saat itu, Ajun Komisaris Besar Apollo Sinambela, (Kompas, 9/11/2014).
Baca juga: Gubuk Narkoba di Rel Kereta Kampung Bahari
Setelah 8 tahun...
Jika penggerebekan polisi pada 8 November 2014 dihitung sebagai awal lahirnya Kampung Bahari sebagai kampung baru peredaran narkoba di Jakarta, kampung di pinggir rel kereta dekat Stasiun Tanjung Priok itu telah delapan tahun menjadi sarang narkoba. Warganya pun sudah terbiasa bahkan menjadi aktor-aktor penting demi mempertahankan stigma negatif kampung narkoba.
Tak usah kaget jika hari-hari ini melintas di Kampung Bahari, ada pengurus wilayah yang justru bertanya hal-hal di luar dugaan. ”Sudah ambil (beli narkoba),” kata salah satu pengurus wilayah tingkat rukun tetangga saat ditemui pada suatu siang pertengahan Oktober 2022 di Kampung Bahari.
Pengurus wilayah itu kemudian secara terbuka bercerita tentang kondisi di wilayahnya. Bagi dia, peredaran narkoba di kampungnya sudah telanjur kuat dan mengakar. Warga di sana bahkan hidup dan menjadikan narkoba sebagai mata pencarian.
Kondisi itu memunculkan pertanyaan lain, Kampung Bahari masih mampu bebas dari narkoba? Bagaimana masa depan generasi bangsa yang lahir di sana?
”Kalau mau bebas dari narkoba, caranya hanya satu, bawa anak-anak pergi dari sini. Kalau tetap di sini, hanya waktu yang bisa jawab, sampai kapan orang itu bertahan,” kata pengurus RT tersebut.
Pendekatan non-keamanan ini prosesnya panjang, proses pemberdayaan masyarakat. kolaborasinya harus kuat.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, menyebut, peredaran narkoba yang telah mengakar di Kampung Bahari bak lingkaran setan yang berkelindan dengan persoalan sosial lain. Situasi ini yang menyebabkan pendekatan represif berulang oleh aparat tak kunjung mampu memberantas peredaran narkoba di sana.
”Pendekatan keamanan dan represif boleh dikatakan gagal. Akar masalahnya bukan soal narkoba, jaringan, dan mafia, melainkan ini berkait dengan masalah ekonomi, kemiskinan, dan kesejahteraan,” kata Rakhmat, Kamis (1/12/2022).
Upaya yang dapat dilakukan untuk menyentuh akar persoalan di Kampung Bahari, yakni perlu komprehensif, mulai dari pendekatan keamanan, sosial, ekonomi, hingga kultural. Beragam pendekatan itu pun perlu melibatkan berbagai pihak, baik itu pemerintah, aparat keamanan, lembaga swadaya masyarakat, maupun akademisi.
Baca juga: Hari yang Tak Biasa di Kampung "Narkoba" Bahari
Muncul rasa pesismisme dan kepasifan masyarakat di Kampung Bahari mengenai masa depan kampung mereka pun tak lepas dari sikap pemerintah yang selama ini mengutamakan pendekatan respresif. Negara terkesan menempuh cara yang instan.
”Pendekatan non-keamanan ini prosesnya panjang, proses pemberdayaan masyarakat. kolaborasinya harus kuat,” kata Rakhmat.