Ada Gelombang PHK, Penyerapan Tenaga Kerja di Jakarta Masih Positif
Persaingan pencarian kerja di Jakarta masih akan ketat menyusul adanya gelombang PHK dari perusahaan teknologi hingga industri garmen dan elektronik.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK di perusahaan digital yang mayoritas berkantor di Jakarta kembali jadi perhatian. Meski demikian, penyerapan tenaga kerja di Ibu Kota masih terus menunjukkan perbaikan setelah dihantam pandemi Covid-19.
Laporan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bertajuk "Dampak Penetapan Batas atas Biaya Komisi pada Industri Digital Indonesia" menyebut, sampai 30 Oktober 2022, terdapat 14 perusahaan digital yang melakukan PHK. Mereka di antaranya Shopee Indonesia, Line, Mamikos, Zenius, LinkAja, JD.ID, dan Uang Teman.
Fenly (30), menjadi salah satu mantan karyawan perusahaan teknologi bidang pendidikan, berkantor di Jakarta, yang harus mencicipi PHK pertengahan tahun ini. Padahal, ia baru tiga bulan pindah dari perusahaan media. Optimisme pada kemajuan teknologi nyatanya tidak membuat perempuan ini aman.
"Saya pindah dari tempat kerja sebelumnya karena ingin mencari "rumah lain" yang bisa kasih imbal balik lebih baik. Saya sudah senang sekali bisa diterima di perusahaan teknologi dengan keahlian menulis saya. Di luar ekspektasi, saya harus diberhentikan. Salah satu pertimbangannya karena keahlian," tuturnya di Jakarta, Kamis (10/11/2022) kemarin.
Sejak saat itu ia kembali mencari peruntungan di perusahaan lain. Sembari mencari, ia mengikuti pelatihan kerja pemasaran digital secara mandiri. Meski kini ia belum juga mendapat tawaran kerja di perusahaan, keahlian barunya itu ia gunakan untuk menerima tawaran pekerjaan lepas.
"Setelah tambah skill, saya coba menjadi freelance. Sejauh ini cukup untuk biaya hidup merantau di sini. Tapi, saya masih mau kerja formal lagi seperti dulu. Kalau memang masih susah jalannya, mungkin baiknya terus asah keahlian yang saya punya," ujar warga Cilegon, Banten, tersebut.
Minat untuk mendapatkan pekerjaan formal di Jakarta, menurut Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit, kemungkinan juga akan diperebutkan pekerja industri manufaktur yang kini terancam gelombang PHK. Ia menyebut, saat ini, sudah ada 45.000 pekerja dari pabrik tekstil secara nasional yang dirumahkan karena pasar ekspor yang tidak kondusif.
Imbas dari ini, persaingan pencari kerja di Jakarta bisa meningkat. Apalagi Jakarta dikelilingi kawasan Industri, seperti di Bekasi, Tangerang, hingga Karawang. "Di tengah perlambatan ekonomi global, mereka yang terdampak PHK harus mempertahankan hidup, entah pulang ke desa atau kota metropolitan. Ini akan berpengaruh ke Jakarta juga," ujarnya saat dihubungi hari ini.
Sejauh ini, penyerapan tenaga kerja di Jakarta terus membaik pasca perburukan akibat pandemi. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2022 mencatat, jumlah pekerja bertambah 138.000 orang sedangkan pengangguran berkurang 63.000 orang. Ini menyebabkan turunnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 1,31 persen dari 8,50 persen menjadi 7,18 persen pada Agustus 2022.
Pada periode sama, sebanyak 63,12 persen penduduk Jakarta bekerja berada di sektor formal. Hal ini sejalan dengan makin meningkatnya tenaga kerja terdidik lulusan SMA ke atas. Pekerja sektor formal bertambah 153.000 orang yang berasal dari tambahan tenaga kerja baru dan juga peralihan pekerja dari sektor informal.
Mustinya dalam situasi ini, pelatihan kerja atau vokasi digenjot sesuai apa yang dibutuhkan usaha
Sektor lapangan kerja yang paling banyak menyerap pekerja secara berurutan dari banyak ke sedikit adalah keuangan dan asuransi, diikuti akomodasi dan makan minum, jasa perusahaan, transportasi, konstruksi, pendidikan, real estate, informasi dan komunikasi, lalu terakhir listrik dan gas.
Melihat risiko perekonomian global dan nasional ke depan, termasuk dampaknya ke Jakarta sebagai provinsi dengan andil perekonomian nasional nomor satu per triwulan III-2022 (16,46 persen), para pencari kerja perlu mengasah atau belajar keahlian kerja baru, kata Anton. Ini jadi tantangan untuk menghadapi ketidakpastian kondisi ekonomi.
"Mustinya dalam situasi ini, pelatihan kerja atau vokasi digenjot sesuai apa yang dibutuhkan usaha," ujarnya.