Mobil Listrik Tak Banyak Kurangi Emisi Udara Jakarta
Jakarta perlu terus meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan sampai mengurangi kendaraan pribadi berbahan bakar minyak.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mulai masifnya penggunaan mobil listrik tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca atau GRK di udara Jakarta. Jakarta perlu terus meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan sampai mengurangi kendaraan pribadi berbahan bakar minyak.
Kepala Pusat Kebijakan Keenergian Institut Teknologi Bandung (ITB) Retno Gumilang Dewi mengatakan, meski penggunaan mobil listrik tidak mengeluarkan gas buangan berbahaya, sumber energinya belum ramah lingkungan.
Hal ini disebabkan listrik yang bersumber dari pembangkit PLN mayoritas menggunakan batubara. Adapun pembangkit listrik di Jakarta yang sudah beralih ke bahan bakar gas yang ramah lingkungan, seperti di Muara Karang dan Tanjung Priok, Jakarta Utara, baru menyumbang sebagian kebutuhan listrik Ibu Kota.
”Kalau sudah menuju listrik, tapi sumber listriknya dari PLN, sampai 2030 emisi GRK di PLN maksimal, baru 2035 akan turun menuju emisi nol sampai 2060. Jadi, pergantian ke mobil listrik tidak banyak mengurangi emisi GRK dari sektor transportasi,” tuturnya dalam acara ekspos publik hasil inventarisasi emisi GRK DKI Jakarta, di Balai Kota Jakarta, Rabu (2/11/2022) kemarin.
Adapun mayoritas moda transportasi publik, seperti kereta rel listrik (KRL), Bus Transjakarta, Moda Raya Terpadu (MRT), sampai bajaj sudah menggunakan energi listrik, bahan bakar gas (BBG), dan bahan bakar solar dengan campuran biodiesel.
Dalam 10 tahun terakhir, penggunaan BBG sudah masif meski fluktuatif. Bahan bakar campuran biodiesel signifikan melonjak. Ini semakin gencar setelah pemerintah pusat mempromosikan penggunaan B10 bahkan B40 dalam waktu dekat.
Retno pun mendukung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berinovasi untuk meningkatkan teknologi bahan bakar nabati ini. ”Kemarin B30, sekarang pemerintah masuk ke B40. Tetapi, kalau bisa DKI leading (mengarah) ke B50. Itu akan cepat menurunkan (emisi GRK),” ujarnya.
Berdasarkan laporan Inventarisasi Emisi GRK tahun 2022, total emisi GRK tahun 2021 sebesar 56.835 Gg CO2e, terdiri dari emisi langsung sebesar 27.540 Gg CO2e (48 persen) dan emisi tidak langsung sebesar 29.294 Gg CO2e (52 persen). Emisi tidak langsung merupakan emisi dari penggunaan listrik.
Adapun emisi langsung dikontribusi penggunaan energi di sektor transportasi (46 persen), pembangkit listrik (31 persen), industri manufaktur (8 persen), energi di rumah tangga (6 persen), dan limbah padat di TPA (5 persen). Sektor energi merupakan penghasil emisi GRK terbesar.
Transportasi pribadi apa pun bentuknya, angkutan sewa dan sebagainya, masih 75 persen. Melihat seperti ini, 75 persen kendaraan pribadi berkontribusi besar pada 45 persen emisi GRK.
Kendaraan pribadi
Penggunaan kendaraan pribadi masih disoroti sebagai pemicu tingginya emisi GRK. Rikobimo Ridjal Badri, anggota Dewan Transportasi Kota Provinsi DKI Jakarta, mengatakan, saat ini proporsi transportasi umum masih berkisar 20 persen.
”Transportasi pribadi apa pun bentuknya, angkutan sewa dan sebagainya, masih 75 persen. Melihat seperti ini, 75 persen kendaraan pribadi berkontribusi besar pada 45 persen emisi GRK,” ungkapnya saat menanggapi hasil inventarisasi tersebut.
Situasi ini tidak cukup diselesaikan dengan peralihan ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Masyarakat tetap harus didorong untuk meninggalkan kendaraan pribadi. Strategi pendorong (push), menurut dia, perlu digencarkan daripada strategi penarik (pull), seperti dengan menambah dan memperbaiki angkutan umum.
”Kita selalu menyampaikan, ini harus terintegrasi antara transportasi dan penggunaan tata ruang. Jadi, ketika kawasan-kawasan dan koridor-koridor transportasi sudah memenuhi, arti kata sudah menjalankan pull strategy, kita tetap harus menyiapkan push strategi, apakah itu dalam bentuk jalan berbayar, parking management, dan lainnya,” katanya.
Capaian
Masukan seperti itu pun diharapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pemutakhiran data emisi GRK sejak 2010 ini diharapkan menjadi acuan penentuan langkah serta peran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap kegiatan pencegahan perubahan iklim.
Rencana ini juga sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
”Hingga saat ini telah dilaksanakan beberapa aksi mitigasi dalam rangka menurunkan tingkat emisi GRK di wilayah DKI Jakarta,” kata Asep.
Pada tahun 2021, capaian pengurangan emisi GRK dari aksi-aksi mitigasi emisi yang telah dilaksanakan di DKI Jakarta sebesar 26,9 persen. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian pengurangan emisi GRK tahun 2020 yang sebesar 26 persen.
Untuk menjadi daerah berketahanan iklim, DKI Jakarta berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 50 persen pada 2030, serta target untuk mencapai emisi nol pada 2050.