Inisiator Manipulasi Kecelakaan di Kalimalang Menyerahkan Diri
Manipulasi kecelakaan yang diinisiasi Wahyu Suhada (35) dan direncanakan selama satu bulan itu dilakukan demi klaim asuransi kematian.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Wahyu Suhada (35), inisiator rekayasa kecelakaan lalu lintas demi klaim asuransi kematian di Jalan Inspeksi Kalimalang, Kabupaten Bekasi, akhirnya menyerahkan diri ke polisi. Polisi saat ini sedang memeriksa pelaku secara intensif.
Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Komisaris Besar Gidion Arif mengatakan, Wahyu Suhada menyerahkan diri ke polisi pada Kamis (9/6/2022) pukul 16.00. Pelaku saat ini sedang diperiksa secara intensif di Kantor Kepolisian Sektor Cikarang Pusat.
”Sudah kami amankan. Sekarang sedang diperiksa. Mohon waktu ya,” kata Gidion, Kamis (9/6/2022) di Bekasi.
Wahyu, pada Sabtu (4/6/2022), bersama tiga kerabatnya, masing-masing DS, ARI, AM, dan TS, merencanakan rekayasa kecelakaan lalu lintas di Jalan Inspeksi Kalimalang, Desa Hegarmukti, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi. Manipulasi kecelakaan yang diinisiasi Wahyu dan direncanakan selama satu bulan itu dilakukan demi klaim asuransi kematian.
Narasi manipulasi yang dilakukan komplotan ini adalah melapor ke polisi bahwa Wahyu pada 4 Juni 2022 dini hari terlibat kecelakaan di Jalan Inspeksi Kalimalang. Wahyu yang mengendarai sepeda motor Kawasaki KLX bertubrukan dengan mobil Fortuner hitam dan terpental ke aliran Kalimalang. Seusai tercebur, Wahyu hanyut terbawa arus air Kalimalang dan hilang.
Aparat kepolisian yang mendapat laporan tersebut lalu bergegas ke lokasi kecelakaan yang disebut berada di Jalan Inspeksi Kalimalang, Desa Hegarmukti. Saat itu pula, tim Basarnas, BPBD Kabupaten Bekasi, dan relawan dilibatkan mencari Wahyu.
Upaya pencarian dan penyelamatan yang berlangsung dua hari, yakni dari Sabtu hingga Minggu (5/6/2022), diperluas hingga sejauh 7 kilometer sepanjang aliran Kalimalang. Namun, hasilnya nihil. Wahyu tak kunjung ditemukan.
”Kalau kecelakaan lalu lintas, ada namanya benturan, kan. Tapi, ini bekas pecahan kaca enggak ada. Kejadian ini tidak lazim,” kata Gidion, Senin (6/6/2022).
Ketidaklaziman kecelakaan lalu lintas itu menjadi petunjuk awal polisi. Polres Metro Bekasi bersama Polsek Cikarang Pusat kemudian menggunakan data saintifik untuk menyelidiki kasus itu, termasuk proses pemindaian data pelat nomor kendaraan.
Narasi para pelapor yang menyebut Wahyu bertabrakan dengan kendaraan Fortuner hitam akhirnya terbantahkan. Detik-detik menjelang kecelakaan lalu lintas, tidak ada satu pun kendaraan Fortuner hitam yang ditemukan melintas.
”Dari hasil penyelidikan secara saintifik dan data lapangan, kami menyimpulkan bahwa kejadian kemarin bukan kejadian sesungguhnya. Kejadian ini direkayasa dan diinisiasi Wahyu yang sampai sekarang masih dalam pencarian,” kata Gidion.
Modus kejahatan
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, menilai tindakan Wahyu dan komplotannya merupakan bagian dari modus operandi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi. Media sosial dan media massa sengaja dimanfaatkan sebagai sarana untuk merangkai atau memperkuat rekayasa tersebut sehingga terlihat nyata di mata publik.
”Ini bukan sesuatu yang baru, (tetapi) bagian dari cara untuk melegitimasi modus operandinya sebagai sesuatu yang bisa diterima oleh publik. Jadi, hanya cara-cara saja untuk melakukan kejahatan,” kata Josias.
Kasus manipulasi atau rekayasa seperti ini pembuktiannya memang tidak cukup dilakukan secara kasatmata. Investigasi atau penyidikan polisi dilakukan berbasis ilmiah untuk mengurai kembali suatu kasus yang berpotensi sarat rekayasa. Langkah polisi menyelidiki kasus kecelakaan lalu lintas berbasis scientific crime investigation (SCI) dinilai tepat.
”Seperti sepeda motor yang dipukul (dengan batu bata) dari SCI jelas bisa diangkat bawah itu bukan hasil tubrukan. SCI sangat penting untuk membongkar manipulasi modus-modus kejahatan,” katanya.
Polres Metro Bekasi sendiri, pada 6 Juni 2022 sudah menetapkan Wahyu bersama komplotannya sebagai tersangka. Para pelaku, termasuk Wahyu yang sebelumnya sempat berstatus buron polisi, disangka melanggar Pasal 220 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan.