Kandungan Mikroplastik yang Kian ”Mencekik” Ciliwung
Setelah dikotori aneka sampah dan limbah industri, temuan kandungan mikroplastik semakin menebalkan tingkat pencemaran di sepanjang aliran Sungai Ciliwung.
Hasil uji sampel dan riset lanjutan menunjukkan kondisi Sungai Ciliwung semakin tercemar, salah satunya dipastikan terdapat kandungan mikroplastik di sepanjang alirannya. Mikroplastik ini menambah daftar panjang sampah dan limbah yang telah mencemari Ciliwung bertahun-tahun.
Ciliwung kini makin tercekik oleh belitan bahan pencemar. Keseriusan dan peran langsung dari pemerintah diperlukan agar sungai sepanjang 120 kilometer itu tidak semakin tercemar dan tidak terjadi kerusakan lingkungan yang masif.
Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Eka Chlara Budiarti, menjelaskan, pencemaran Sungai Ciliwung semakin luas. Kondisi itu terungkap dari hasil penelitian dan pemeriksaan sampel air di titik aliran Sungai Ciliwung di wilayah Kota Bogor, Jawa Barat, dan di wilayah DKI Jakarta.
Penelitian itu bagian dari ekspedisi susur sungai Ecoton bersama komunitas dan pegiat lingkungan, seperti Water Witness, Ciliwung Saung Bambo, Ciliwung Kedung Sahong, dan Ciliwung Institute.
”Sungai sepanjang 120 kilometer dan daerah aliran sungai (DAS) seluas 387 kilometer persegi, yang membentang dari kawasan hulu di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, dan hilirnya di DKI Jakarta, itu kondisinya sudah (makin) tidak baik-baik saja,” kata Chlara, Selasa (24/5/2022).
Chlara menuturkan, untuk di Kota Bogor, pengambilan sampel air dilakukan di titik aliran Ciliwung Kelurahan Sempur dan di bawah Jembatan Besi, Kedung Badak, Kelurahan Cibuluh.
Pengambilan sampel itu, kata Chlara, digunakan untuk mengecek kualitas air Sungai Ciliwung dengan parameter fisika-kimia, seperti kadar keasaman (pH), zat padat terlarut (TDS), suhu, dan fosfat. Sampel air Ciliwung juga diambil untuk mengidentifikasi kandungan mikroplastik di dalamnya.
Sumber plastik ini juga bisa berasal dari sektor industri, rumah tangga, usaha laundry, dan sebagainya.
Dari hasil itu, aliran Sungai Ciliwung di Sempur mengandung fiber 54 fragmen 12, flamen 30, granul 0, foam 0 dengan total hasil nilai penelitian 96. Adapun di kawasan Kedung Badak, hasilnya mengandung fiber 215, fragmen 12, flamen 41, granul 0, foam 0 dengan total nilai keseluruhan 268.
”Hasil pengujian sampel air sungai menyiratkan Sungai Ciliwung telah terkontaminasi mikroplastik. Begitu juga untuk kualitas air yang diuji. Air Sungai Ciliwung, baik di Sempur maupun Cibuluh, memiliki kandungan fosfat yang melebihi baku mutu kelas sungai peruntukan air minum, dengan nilai masing-masing 1,2 ppm dan 1 ppm,” ujar Chlara.
Pengujian sampel air di wilayah DKi Jakarta juga menunjukkan Ciliwung positif mengandung mikroplastik.
Asal masuknya mikroplastik tersebut, kata Chlara, bisa berasal dari makroplastik, komposisi timbunan sampah liar plastik, plastik saset, pembalut, popok, styrofoam, dan plastik sekali pakai. Mikroplastik di lingkungan juga bisa berasal dari aktivitas pembakaran terbuka sampah plastik.
Cara masuknya plastik ke sungai bisa melalui pembuangan sampah sembarangan yang tidak tertangani sehingga menjadi timbunan di sungai. ”Sumber plastik ini juga bisa berasal dari sektor industri, rumah tangga, usaha laundry, dan sebagainya," lanjutnya.
Baca juga: Organisasi Lingkungan Hidup Bakal Somasi Pencemaran Sungai Ciliwung
Limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai dan bisa menimbulkan mikroplastik tersebut disebabkan banyak produk rumah tangga, seperti ditergen, pembersih lantai, dan pembersih badan, yang juga menggandung mikroplastik.
”Kenapa produk perawatan tubuh atau produk rumah tangga di dalamnya suka ada bintik-bintik, itu adalah mikroplastik yang fungsinya untuk mengikat kotoran, mengikat minyak yang digunakan pada produk tersebut,” kata Chlara.
Temuan lainnya ialah masih banyak limbah rumah tangga berupa kotoran manusia dan kotoran sapi dibuang langsung ke badan air. Di Jalan Camar Cijantung, Kelurahan Lenteng Agung, misalnya, ditemukan beberapa pabrik tahu yang membuang limbah bersuhu tinggi dan menimbulkan bau menyengat.
”Tidak semestinya ada kegiatan usaha yang membuang limbah cair langsung ke Ciliwung. Seharusnya ada pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai. Kotoran sapi di bantaran Ciliwung juga menyumbangkan polusi nitrit dan aroma busuk,” ujar Tyo, pegiat komunitas CIliwung Tanjung Barat.
Uji kadar nitrit Sungai Ciliwung menunjukkan kadarnya melampaui baku mutu air kelas II menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Baku Mutu Air Nasional yang mensyaratkan kadar nitrit tidak boleh lebih dari 0,06 mg/L.
Temuan hasil kadar nitrit tertinggi Ciliwung sebesar 0,15 mg/L di wilayah Jalan Camar Cijantung. Tingginya kadar nitrit mengindikasikan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari tinja atau limbah dari kamar mandi.
Selain pencemaran nitrit, tim ekspedisi juga menemukan tingginya kadar fosfat di Ciliwung wilayah Srengseng Sawah sebesar 0,5 ppm, di Jalan Camar Cijantung 1,5 ppm, Kedung Sahing 0,6 ppm, dan di bawah Jembatan TB Simatupang sebesar 2 ppm.
Padahal, baku mutu sesuai aturan PP No 22/2021 mensyaratkan sungai kelas II yang dimanfaatkan sebagai bahan baku PDAM kadar fosfatnya tidak boleh melebihi 0,2 ppm.
PP No 22/2021 adalah aturan yang resmi disahkan di era Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kualitas air, sumber air bersih, dan lingkungan.
Dalam aturan tersebut dijelaskan klasifikasi dan parameter kualitas air berdasarkan kelasnya dan aturan penggunaannya. Aturan itu seharusnya menjadi pedoman bagi daerah-daerah untuk menjaga mutu air baku agar bisa diolah dan didistribusikan ke masyarakat sebagai air bersih.
Sebagai sungai nasional yang melewati dua provinsi, Ciliwung seharusnya terpelihara dan terjaga dengan baik untuk generasi yang akan datang.
Dari kondisi Sungai Ciliwung yang memprihatinkan itu, sejumlah komunitas dan peneliti berharap pemerintah pusat tidak menutup mata terhadap pencemaran yang terus terjadi. Keseriusan penanganan khusus, bahkan menjadikan Sungai Ciliwung sebagai prioritas nasional, harus dilakukan pemerintah.
Somasi kepada Presiden
Diberitakan Kompas pada Senin (16/5/2022), sejumlah organisasi lingkungan hidup yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Sungai Nusantara bakal menyampaikan somasi terkait buruknya kualitas Sungai Ciliwung kepada Presiden Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, pada Rabu (18/5/2022).
”Sedih dan prihatin. Ibu Kota sungainya bau, banyak kotoran, tak terkelola dengan baik. Semoga somasi berbuah jawaban upaya pemerintah pusat dan daerah mengelola sungai. Kalau tidak, akan ada gugatan hukum,” ucap Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi.
Prigi menyebutkan, kondisi Sungai Ciliwung urgen dan vital untuk dipelihara dengan sebaik-baiknya dari pencemaran dan polusi. Karena itu, pejabat jangan sekadar berbicara mengenai pengelolaan lingkungan, tetapi sungai di hadapannya tak terkelola dengan baik. Begitu pula merek-merek produk yang menghasilkan banyak plastik dan warga harus punya tanggung jawab menjaga sungai.
”Sebagai sungai nasional yang melewati dua provinsi, Ciliwung seharusnya terpelihara dan terjaga dengan baik untuk generasi yang akan datang,” katanya.
Pengelolaan dan tanggung jawab produsen
Co-coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) Rahyang Nusantara menambahkan, terdeteksinya mikroplastik tidak terlepas dari sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang masih mengumpulkan, mengangkut, dan membuang. Upaya mengubah paradigma pengelolaan sampah ini harus terus menjadi fokus meski saat ini sudah ada sejumlah daerah yang menerapkan sistem ekonomi sirkular.
Menurut Rahyang, pengelolaan sampah pada dasarnya fokus pada aspek pengurangan dan penanganan. Aturan yang dibuat sejumlah pemerintah daerah ialah pada aspek pengurangan untuk mencegah terjadi penimbunan sampah. Akan tetapi, pengurangan sampah seharusnya tidak hanya fokus untuk sampah plastik dari industri makanan dan minuman hingga ritel, tetapi juga manufaktur.
”Produsen yang menggunakan kemasan saset untuk produknya juga harus bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Jangan lagi menyalahkan konsumen yang membuang sampah sembarangan atau pemerintah yang tidak menyelesaikan persoalan sampah dengan lebih baik,” katanya.
Koordinator Bidang Edukasi dan Kampanye Satgas Ciliwung Kota Bogor, sekaligus sukarelawan Komunitas Peduli Ciliwung, Ady Saiman, tidak memungkiri pentingnya peran dan keterlibatan langsung pemerintah pusat.
Meski begitu, kesadaran warga untuk tidak membuang sampah rumah tangga ke sungai juga sangat penting dalam menjaga lingkungan.
”Ini kerja kolaborasi. Kerja bersama warga, pemerintah, pegiat, dan lainnya. Semua punya peran penting demi lingkungan dan generasi anak cucu kita,” ujar Ady.
Sejak 2018, Satgas Ciliwung Kota Bogor hingga saat ini terus berupaya mengampanyekan gerakan edukasi dan bersih-bersih sungai.
Baca juga: Sampah di Sungai Ciliwung yang Tak Kunjung Selesai
Di Kota Bogor saja, sejak ada program naturalisasi dengan bersih-bersih, ada 87 titik tumpukan sampah. Kegiatan rutin itu terlihat hasilnya dengan tidak ada lagi tumpukan sampah. Namun, bukan berarti bebas dan bersih sampah. Masih ada temuan sampah kiriman dan sejumlah warga masih membuang sampah sembarangan.
Ady berharap gerakan bersih-bersih sungai disertai edukasi bisa lebih gencar lagi oleh pemerintah lainnya. Menurut dia, dukungan pemerintah begitu penting karena mereka memiliki sumber daya pendukung dan pengaruh dari aturan atau kebijakan serta implementasinya.