Saat Neneng Memilih Membunuh Dini karena Benci dan Cemburu
Mengetahui suaminya berselingkuh dengan perempuan bernama Dini, Neneng pun geram. Berpura-pura menjadi suaminya, ia berbalas pesan dengan Dini dan menjebaknya untuk kemudian membunuhnya.
Tercekat. Mungkin itu reaksi pertama yang dirasakan Neneng Umaya saat diam-diam membaca isi pesan di aplikasi percakapan di ponsel suaminya A. Dalam kontak dengan seorang perempuan bernama Dini Nurdiani, Neneng membaca rencana A untuk memutuskan hubungan pernikahan dengannya. Padahal, perjalanan pernikahan mereka telah membuahkan tiga anak.
Senin (25/4/2022), perempuan 24 tahun itu membaca pesan perempuan lain yang tidak dikenalnya menanyakan perihal kapan suami akan menceraikannya. Suaminya lantas membalas akan menceraikan Neneng setelah Lebaran.
”Perlu enggak saya antarkan ke pengadilan?” lanjut perempuan yang merupakan kerabat kerja A sebagai petugas kebersihan di kantor di daerah Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Melihat pesan dari Dini itu, Neneng naik pitam. Ia kemudian membalas pesan Dini dengan berpura-pura menjadi suaminya, A. Pada saat itu, rencana untuk mengakhiri hubungan perselingkuhan itu pun terlintas. Neneng ingin membunuh Dini.
Ia pun memikirkan cara agar bisa menemui Dini secepat mungkin. Dalam kesempatan sempit, ia berkirim pesan kepada Dini agar pergi ke daerah Bekasi besok harinya. Neneng pun merencanakan kegiatan buka puasa bersama dan ia akan berpura-pura menjadi keponakan A yang nanti menjemput Dini.
Selasa (26/4/2022) sore, Neneng menunggu Dini di Halte Garuda Taman Mini, Makasar, Jakarta Timur, dengan sepeda motornya. Dini, warga Cengkareng, Jakarta Barat, yang datang dengan transportasi daring pun menemui Neneng yang tidak pernah ia lihat batang hidungnya. Ia percaya Neneng adalah keponakan laki-laki selingkuhannya empat bulan terakhir.
Berdua, mereka pergi ke arah selatan. Sesuai rencana yang telah diatur Neneng, mereka pergi ke kawasan perumahan Citra Grand Cibubur, Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat. Di sana, Neneng membawa Dini ke sebuah lahan kosong yang tidak jauh dari Sungai Cikeas.
Neneng hafal dengan lokasinya karena ia kerap melewatinya bersama sang suami. Selain itu, daerah itu juga hanya sekitar 10 kilometer dari kediaman Neneng.
Baca juga: Polda Jateng Buru Pembunuh Perempuan dan Anak di Tol Semarang
Setelah berhenti di tanah kosong yang cukup berjarak dari perumahan, Neneng izin untuk membeli minuman untuk berbuka puasa. Neneng pun kembali datang dengan membawa peralatan yang ia siapkan untuk membunuh perempuan 26 tahun itu.
Dini yang menunggu Neneng dengan bermain ponsel tidak mengantisipasi kedatangan Neneng yang telah mengayunkan sebuah kunci inggris ke kepalanya. Alat itu ia pukulkan beberapa kali hingga Dini tumbang tidak sadarkan diri.
Tidak sampai di situ, Neneng mengeluarkan bekal alat pemotong rumput yang ia bawa untuk menganiaya Dini hingga tewas. Dalam kondisi bersimbah darah, tubuh Dini diseret Neneng ke arah semak-semak di pinggir sungai. Ia lalu melepas pakaian Dini dan menggantinya dengan pakaian bersih.
Hilang beberapa hari
Setelah peristiwa pembunuhan berencana itu, keluarga Dini melaporkan kejadian ke Polsek Cengkareng, Jakarta Barat, karena Dini hilang tanpa kabar selama beberapa hari. Kepada keluarga, Dini terakhir kali berkabar pergi untuk buka bersama.
Secara terpisah, Jumat (29/4/2022), Polsek Jatisampurna mendapatkan laporan temuan mayat yang mengambang di Sungai Cikeas. Mayat perempuan yang membengkak dan berbau busuk itu ditemukan warga yang tengah mencari biawak di tebing Sungai Cikeas. Lokasi itu sekitar 4 kilometer ke arah utara dari titik jasad Dini dibuang.
Baca juga: Perempuan yang Tewas di Bekasi Diduga Korban Pembunuhan
Kapolsek Cengkareng Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Ardhie Demastyo saat dihubungi, Senin (16/5/2022), mengatakan, mereka mencocokkan laporan itu dengan laporan orang hilang di wilayah Cengkareng. Benar saja, mayat yang ditemukan adalah mayat Dini.
”Keluarga korban sudah mencari ke mana-mana. Kami melakukan penyelidikan dengan adanya laporan orang hilang. Kami urutin keterangan saksi dan bekerja sama dengan Polres Bekasi setelah adanya penemuan mayat hingga kami bisa mengerucut ke pelaku,” katanya.
Pemeriksaan
Penyelidikan polisi akhirnya mengerucut kepada Neneng pada 13 Mei. Neneng pun langsung diamankan pada dini hari itu juga. Polisi lalu memersangkakan Neneng dengan Pasal 340 juncto 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara.
Terkait pembunuhan berencana itu, Ardhie memastikan Neneng melakukannya seorang diri. Saat dimintai keterangan, Neneng pun masih bisa menjelaskan kronologi dengan lancar.
”Dia menjawab dengan santai, apa adanya. Dia menunjukkan semua cara proses pembunuhan, dari mulai menjemput di Halte Taman Mini sampai proses sebelum sampai TKP, sampai melakukan eksekusi. Dia menjelaskan tanpa berubah-ubah (konsisten) terus sampai penyeratan korban meninggal dibawa ke jurang,” ungkap Ardhie.
Fenomena pembunuhan perempuan atau femisida sebagai produk budaya patriarkis dan misoginis dan terjadi baik di ranah privat, komunitas, ataupun negara.
Kini, Neneng ditahan di Pores Metro Bekasi Kota yang mengambil alih penanganan perkara kasus tersebut. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Ivan Adhitira mengatakan, pihaknya masih akan mendalami kasus untuk mengungkap motif sebenarnya.
”Kalau motif cemburu itu, kan, dugaan awal. Kami harus ngomong secara komprehensif karena saya ingin kasih tau beneran bahwa motifnya begini lho ceritanya begini-begini,” katanya.
Ivan mengatakan, pihaknya belum berencana memeriksakan kesehatan psikis tersangka. Namun, polisi lebih lanjut akan mendalami saksi-saksi yang berkaitan, termasuk suami tersangka yang baru mengetahui peristiwa itu setelah Neneng dijemput polisi.
Sejumlah barang bukti juga diamankan, seperti pakaian korban yang berlumur darah di sekitar lokasi pembunuhan. Namun, polisi tidak menemukan ponsel korban dan alat-alat yang digunakan tersangka untuk membunuh karena dibuang di jalan.
Pembunuhan perempuan
Pembunuhan perempuan oleh perempuan seperti kejadian itu bukan perkara umum. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melihat fenomena pembunuhan perempuan atau femisida sebagai produk budaya patriarkis dan misoginis dan terjadi baik di ranah privat, komunitas, maupun negara.
Berdasarkan data PBB, yang dikutip Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, 80 persen pembunuhan terencana terhadap perempuan dilakukan oleh orang terdekatnya.
Berdasarkan Sidang Umum Dewan HAM PBB, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan, dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.
Femisida di Indonesia sendiri terus meningkat. Komnas perempuan melaporkan, pada 2021 terdapat 237 kasus femisida yang teridentifikasi media massa secara daring. Angka itu meningkat dari 145 kasus yang tercatat pada 2019.
Motif terjadinya femisida, menurut pemaparan Komnas Perempuan, tahun lalu adalah adanya dendam atau sakit hati sebanyak 30,4 persen kasus. Lalu, pemerkosaan sebanyak 14,9 persen, cemburu 14,3 persen, dan pencurian 12,5 persen.
Motif lainnya, seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, penolakan hubungan seksual, desakan menikah, cinta ditolak, dan penolakan untuk rujuk. Motif-motif itu pun dilakukan relasi intim korban, seperti suami, pacar, dan tetangga. Di luar itu, ada pembunuhan oleh selingkuhan pasangan.
Baca juga: Memahami Pembunuhan Perempuan