Roda Perekonomian di Pasar Induk Kramat Jati Kembali Berputar
Lebaran tahun ini menjadi momen fenomenal setelah dua tahun pandemi. Jakarta pun ditinggal sepi. Kondisi ini cukup terasa bagi pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Pedagang cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022).
Lebaran tahun ini menjadi momen fenomenal karena warga, khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dapat kembali pulang ke kampung halaman setelah dua tahun dikepung kasus Covid-19 tinggi. Jakarta pun ditinggal sepi.
Kondisi ini cukup terasa bagi warga yang tetap tinggal, seperti para pelaku ekonomi di Pasar Induk Kramat Jati, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Sebagai pasar tradisional terbesar di DKI Jakarta, pasar ini tak bisa berhenti menerima pasokan barang kebutuhan bahan pokok dari luar daerah, pun pedagang yang tetap berjualan.
Momentum Lebaran yang diperkirakan membuat sekitar 13 juta warga Jakarta dan sekitarnya mudik, membuat kendaraan-kendaraan yang mengangkut pasokan berbagai jenis sayur dan buah tidak seramai biasanya. Hal ini diutarakan Abdullah, salah satu ketua pendistribusian cabai dan sayuran.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Pekerja pasar tengah mengangkut bahan pokok yang baru diantar dengan truk barang untuk pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022).
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kendaraan pengangkut buah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022).
Dengan buku catatan kecil, ia selalu mencatat dan melaporkan jumlah kendaraan serta massa pasokan sayur dari penjual di luar daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Barang dari para bandar itu lalu diedarkan ke pedagang di pasar itu.
”Sampai dua hari ini masuk 10 mobil, masing-masing bawa muatan sekitar 4,5 ton sayur. Ini dari pegangan saya saja. (Hari) normalnya 15 mobil,” kata pria usia kepala enam itu saat ditemui Senin (9/5/2022).
Berkurangnya kendaraan yang masuk, dipengaruhi arus mudik yang membuat distribusi terhambat. Pada hari-hari awal Idul Fitri awal pekan lalu, truk-truk pengangkut komoditas sering terlambat datang. Keterlambatan dari yang seharusnya tiba sekitar pukul 11.00 siang, menjadi sampai pukul 17.00, bahkan hingga pukul 19.00.
”Akibat ada keterlambatan, kami selaku penanggung jawab minta tambah pengeluaran untuk satu truk Rp 100.000. Pedagang mau gotong royong bayar lebih agar barang lebih cepat masuk,” katanya.
Stok sayur yang masuk juga sempat berkurang hingga 40 persen dari pasokan normal. Kondisi ini membuat harga beberapa sayur sempat melonjak. Abdullah mencontohkan, sayuran hijau dalam kantong seukuran 5 kilogram yang biasa dihargai Rp 20.000, tiba-tiba melejit hingga Rp 34.000.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Suasana Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022) siang.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Pedagang sayur kol tengah menyiapkan kol siap jual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022).
Pedagang sayur kol, seperti Mahfudin (32), bahkan masih merasakan hal itu sampai saat ini. Selama periode Lebaran, ia hanya bisa menjual maksimal 1,5 ton kol sehari. Padahal, pada musim Lebaran tahun lalu, ia mampu menjual sampai 3 ton per hari dengan harga yang melejit sampai Rp 17.000 per kilogram.
Tahun ini, ia juga merasakan permintaan menurun drastis karena faktor mudik. Pagi ini ia mendapat stok 1 ton kol dan baru terjual 12 kilogram sampai tengah hari. Padahal, saat ramai, kol yang terjual dalam rentang waktu itu bisa mencapai beberapa kuintal.
”Berkurang permintaan sejak awal Lebaran. Harga pun jadi naik, dari yang biasanya Rp 3.500, sekarang sekitar Rp 4.000, sampai sekarang di atas itu. Harga masih tinggi juga karena dari pengiriman stok kurang,” ujarnya.
Di sisi lain, ada juga stok sayuran yang melimpah di tengah rendahnya permintaan. Cabai contohnya. Melimpahnya pasokan juga disebabkan stok cabai untuk kota-kota tetangga dioper ke Jakarta karena rendahnya permintaan. Pedagang mau tidak mau harus bersiasat agar cabai yang kesegarannya tahan maksimal empat hari itu tidak terbuang sia-sia.
”Daripada enggak terjual, di sini ada napas sedikit, jadi dijual ke sini. Sebagai perbandingan, waktu penduduk Jakarta yang pulang mudik baru 30 persen, pasokan ada 60 persen. Berarti ada 30 persen enggak terpakai. Ini dihabiskan dengan nurunin harga, jual rugi,” ungkap Abdullah lagi.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Cabai merah yang dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022).
Rini (45), pedagang cabai, juga mengatakan hal sama. Harga berbagai cabai sempat anjlok sejak hari pertama Idul Fitri pada 2 Mei lalu. Sebagai contoh, harga cabai rawit merah sempat merosot hingga Rp 10.000 dari kisaran Rp 20.000 per kilogram. Harga cabai merah keriting juga miring hingga sekitar Rp 6.000 per kilogram.
”Tradisi habis Lebaran akhirnya ada lagi. Stok ada, tetapi yang beli sedikit,” ujarnya.
Kembali ramai
Setelah cuti bersama berlalu, perdagangan sayur dan buah di Pasar Induk Kramat Jati pun kembali ramai. Sejumlah pedagang pun kembali bersiap dengan menambah stok dagangan yang harganya sudah mulai naik.
Tradisi habis Lebaran akhirnya ada lagi. Stok ada, tetapi yang beli sedikit.(Rini)
Rini menyebut, harga cabai keriting sekarang sudah mencapai Rp 20.000 per kilogram, cabai hijau Rp 20.000 per kilogram, cabai rawit merah Rp 25.000 per kilogram, dan cabai rawit hijau Rp 35.000 per kilogram.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Pedagang bawang merah tengah sibuk memilah bawang di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022).
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Suasana Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/5/2022) siang.
”Sekarang sudah naik lagi karena yang belanja sudah stabil. Rumah makan, kantor, hotel sudah pada buka. Sejak kemarin juga sudah mulai lagi pembeli untuk kebutuhan katering dan hajatan,” katanya.
Agus, penjual bawang juga mengatakan harga sudah kembali naik sejalan dengan pulihnya permintaan. Harga bawang merah yang ia jual kini berkisar Rp 32.000-Rp 45.000 per kilogram. ”Saya sekarang stok 500-700 kilo sehari, kalau hari biasa cuma 400 kilo. Sekarang lagi naik, makanya stok kita lebihin,” katanya.
Mudik yang telah seusai pun kembali menghidupi para pelaku usaha yang sempat dilanda sepi. Sempat melambat, roda perekonomian di Pasar Induk Kramat Jati pun mulai bergerak normal.