Korupsi Lahan SMKN 7 Tangsel dan Pengadaan Komputer Libatkan Sekdis Dikbud Banten
Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten Ardius Prihantono selaku kuasa pengguna anggaran diduga menyalahi prosedur pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel dan komputer untuk ujian nasional di Banten.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten Ardius Prihantono menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan tahun anggaran 2017. Selaku kuasa pengguna anggaran, ia tidak menyusun laporan hasil survei dalam bentuk berita acara terkait penilaian tanah pengganti atas permintaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangerang Selatan karena lahan tersebut mengabaikan akses yang tertutup tembok warga.
Perbuatannya bersama Farid Nurdiansyah dan Agus Kartono dari rekanan swasta itu merugikan negara Rp 10,5 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi yang menangani perkara ini menahan Farid dan Agus selama 20 hari, yang dirilis KPK pada Selasa (26/4/2022).
Ardius tidak ditahan karena masih menjalani proses hukum di Kejaksaan Tinggi Banten lantaran tersandung kasus korupsi pengadaan 1.800 komputer untuk ujian nasional berbasis komputer tahun anggaran 2018. Selaku kuasa pemegang anggaran, ia terlibat penyimpangan kontraktor yang mengirimkan barang tidak lengkap atau tidak sesuai kontrak sehingga timbul kerugian negara Rp 6 miliar.
”Kasusnya sudah lama. Wajar dihukum. Sudah tidak bisa dibilangin,” ujar Gubernur Banten Wahidin Halim menanggapi salah satu pejabatnya yang tersandung korupsi itu, Rabu (27/4/2022).
Wahidin menuturkan, korupsi di ”Tanah Para Jawara” rumit karena sudah berurat dan berakar. Upayanya dengan menaikan tunjangan kinerja dan honor tak ampuh. Korupsi tetap ada.
”Eselon 2 dan 3 sudah ada perubahan, tetapi sekarang bergeser ke eselon 4 dan staf. Sebenarnya korupsi seperti sindikat. Yang terlibat tidak hanya orang dalam, tetapi juga bekerja sama dengan orang luar,” tuturnya.
Kerja sama orang dalam dan orang luar itu berbahaya karena jaringannya cukup luas. Wahidin melihat bahwa pimpinan organisasi perangkat daerah sepertinya tidak mampu lagi untuk mengawasi secara ketat.
”Waktu saya terlalu singkat. Apalagi ada masalah Covid-19, Bank Banten, bencana tsunami, gempa bumi, dan sebagainya,” katanya terkait upaya lain menangani kuatnya korupsi di provinsi paling barat Pulau Jawa itu.
Akses bermasalah
SMKN 7 Tangerang Selatan berlokasi di Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur. Letaknya persis di belakang permukiman warga.
Terdapat plang nama sekolah di tepi jalan utama sebagai petunjuk arah. Plang itu mengarahkan ke jalan perumahan selebar dua meter. Jalan perumahan yang beraspal berakhir di lahan kosong. Di situ terdapat spanduk SMKN 7 Tangerang Selatan yang dipasang di pagar dan jalan setapak selebar 1 meter menuju sekolah.
Setelah jalan setapak, berdiri satu pos keamanan. Dari situ tampak halaman sekolah yang luas dan empat gedung. Satu gedung utama di bagian tengah, satu gedung panjang untuk ruang kelas di sisi kanan dari jalan masuk, satu gedung kelas sementara, dan satu gedung lainnya di sisi kiri.
Rabu siang itu, tidak ada aktivitas belajar mengajar. Ruang kelas terkunci dan hanya bangku dan meja kosong di ruang kelas sementara.
Mulanya, Ardius menerima informasi calon lokasi lahan untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan dari Farid dan pengawas SMA pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Imam Supingi, pada tahun 2017.
Kemudian, Ardius menyurvei lahan bersama Farid, Imam, Lurah Rengas Agus Salim, dan konsultan dari PT Gemilang Berkah Konsultan, Oka Kurniawan. Lahan ini milik Sofia M Sujudi Rassat dan Franky dengan luas 7.000 meter persegi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Selasa (26/4/2022), menyebutkan, Ardius diduga tidak menyusun laporan hasil survei dalam berita acara saat menerima laporan penilaian tanah pengganti atas permintaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel. Padahal, ia diangkat menjadi sekretaris tim koordinasi pengadaan lahan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten.
Ternyata, lahan tersebut mengabaikan kondisi akses utama dari jalan karena tertutup tembok perumahan warga. Ardius tidak memaparkan penilaian itu ke hadapan tim koordinasi.
Sebaliknya, ia memproses dan menandatangani lebih dulu dokumen berita acara pembayaran ganti rugi lahan untuk pembangunan sekolah dan kuitansi atas nama Agus Kartono, tanpa kehadiran pemilik lahan. Seharusnya, ganti rugi dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak oleh pemilik tanah.
Uang sebesar Rp 10,5 miliar yang menjadi besaran kerugian negara tidak diterima pemilik lahan, tetapi dua orang rekanan swasta.