Pembenahan Trotoar di Jakarta Baru Tercapai Sekitar 20 Persen
Penataan trotoar di Jakarta guna mendukung aksesibilitas dan mobilitas pergerakan orang baru sekitar 20 persen. Padahal, fokus pembangunan DKI adalah mengutamakan pejalan kaki. Pengguna mengkritisi fasilitas itu.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo (WAK)
Pejalan kaki melintasi deretan pohon peneduh di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (15/12/2021). Banyaknya pohon yang menaungi trotoar di kawasan tersebut bisa membuat kualitas udara tetap terjaga. Trotoar yang selesai direvitalisasi menjelang perhelatan Asian Games 2018 itu diharapkan bisa mendorong minat masyarakat untuk berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum.
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta fokus membangun kota yang mengutamakan pejalan kaki. Kebijakan itu diimplementasikan dengan mulai membenahi trotoar yang lebih nyaman dan aman. Pengguna trotoar mengapresiasi pembenahan itu, tetapi juga mengkritisi fasilitas yang dinilai belum pas hingga pemanfaatan trotoar yang menyulitkan pejalan kaki.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi secara daring bertema ”Jakarta Menuju Kota Ramah Pejalan Kaki (Satu Dekade Hari Pejalan Kaki Nasional)” yang digelar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Koalisi Pejalan Kaki, dan Kemitraan Kota Hijau, Sabtu (22/1/2022). Dalam diskusi tersebut, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho menyatakan, dalam membangun Jakarta menjadi kota maju, ada perubahan pola pembangunan dengan memprioritaskan pejalan kaki.
”Ini prioritas utama kalau kita mau jadi kota maju. Jadi pejalan kaki itu nomor satu, maka fasilitas mulai dari jalur pedestrian, jembatan penyeberangan orang, akan jadi prioritas kita untuk membangun kota kita ke depan,” ujarnya.
Setelah mengutamakan pejalan kaki, menurut dia, fokus pembangunan kedua adalah untuk mereka yang beraktivitas menggunakan kendaraan tak bermesin. Prioritas ketiga adalah membenahi angkutan umum, disusul pembenahan fasilitas bagi kendaraan pribadi.
Trotoar di Halte Tugu Tani, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Untuk prioritas pertama pejalan kaki, lanjut Hari, pembenahan fasilitas diharapkan selesai pada 2030. Hal itu sejalan juga dengan rencana induk transportasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta, yakni semua moda transportasi, mulai dari MRT Jakarta koridor utara-selatan, MRT Jakarta koridor timur-barat, LRT yang melingkar, hingga BRT sampai koridor 15, saling terhubung.
”Kita sekarang membangun trotoar itu kaitannya dengan aksesibilitas dan mobilitas dari pergerakan orang. Begitu MRT Jakarta mengerjakan fase kedua, kita siapkan juga trotoarnya,” ucap Hari.
Menurut dia, untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang humanis, diperlukan pembangunan sarana yang saling terhubung. Adapun perencanaan pembangunan fasilitas untuk prioritas pertama itu juga sudah menyertakan kebutuhan kelompok rentan.
”Ini yang kita garis bawahi. Kita menyertakan kelompok rentan, yaitu anak-anak, ibu, warga lansia, dan penyandang disabilitas. Makanya, untuk trotoar selalu kita buat dengan dilengkapi guiding line atau ubin pengarah. JPO (jembatan penyeberangan orang) kalau kita buat pasti ada liftnya,” tuturnya.
Pejalan kaki menggunakan trotoar yang baru selesai dibangun di Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Rabu (26/12/2018). Trotoar tersebut telah dapat digunakan, tetapi beberapa pengendara sepeda motor masih menggunakannya untuk melawan arus.
Dari target pembenahan trotoar sepanjang 2.600 kilometer (km) pada 2016 dan 2017, tercapai 127 km. Selanjutnya, pada 2018 dilakukan pembenahan trotoar sepanjang 132 km dan pada 2019 sepanjang 93 km. Selama pandemi Covid-19, pembenahan trotoar berjalan lambat. Pada 2020, pembenahan hanya sepanjang 2 km dan pada 2021 sepanjang 15 km. Tahun ini ditargetkan bisa membenahi trotoar sepanjang 40 km.
David Tjahjana dari Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) mengapresiasi langkah pembenahan itu. Namun, ia juga mengkritisi keterbatasan jam pengoperasian fasilitas lift yang ada di JPO. Sering kali pengguna disabilitas, ibu hamil, ataupun warga lansia tidak bisa menggunakan lift karena beraktivitas di luar jam operasional lift.
”Kalau lift bisa dioperasikan 24 jam, akan sangat membantu,” katanya.
David juga mengkritisi, sering kali pembangunan tidak memperhatikan keperluan mobilitas warga yang menggunakan trotoar. Contohnya, pembangunan di Jalan Sudirman, bedeng dari konstruksi menutupi trotoar sehingga menyulitkan pejalan kaki.
Sementara Purwanto Setiadi, peserta diskusi, menilai, pembenahan dan pembangunan trotoar yang ramah pejalan kaki di DKI Jakarta belum merata. Ia menyebutkan, perlu ada prioritas pembangunan trotoar seperti di lokasi-lokasi yang dekat stasiun atau tempat pemberhentian angkutan umum.
Hari Nugroho mengakui, masih banyak trotoar yang harus dibenahi. Saat ini, Dinas Bina Marga tengah menyusun peta jalan (road map) dan rencana induk pembangunan trotoar. Peta jalan itu menjadi panduan dinas menata atau memilih skala prioritas titik atau kawasan yang akan dibenahi.
”Kita sedang membuat road map dan rencana induk penataan trotoar di Jakarta. Jadi yang kita buat mana dulu. Tidak asal bangun, tetapi terencana,” ujarnya.
Perencanaan itu, menurut Hari, dilakukan untuk mendapatkan trotoar yang aman, nyaman, dan manusiawi. Termasuk di antaranya melalui penataan kabel udara. Jaringan kabel diupayakan berada di bawah trotoar atau disebut sarana jaringan utilitas terpadu (SUJT).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para pengendara sepeda motor menghindari kemacetan dengan menerabas trotoar di Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Selasa (16/7/2013). Selain mengganggu kenyamanan pejalan kaki, tindakan para pengendara ini juga bisa mempercepat kerusakan trotoar.
Deliani Siregar dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) menyampaikan, perencanaan pembangunan fasilitas pejalan kaki perlu melibatkan berbagai pihak. Bukan hanya kolaborasi antardinas di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, melainkan juga melibatkan komunitas atau pengguna trotoar. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat dari semua kalangan yang menggunakan bisa terakomodasi.
Ia mencontohkan, untuk kelompok disabiltas pengguna kursi roda, ada kebutuhan supaya trotoar memiliki ramp atau ujung dengan kemiringan tertentu supaya pengguna kursi roda bisa melewati trotoar. Lalu, penempatan ubin pemandu juga perlu diperhatikan.
Selain itu, dengan adanya kajian kemauan masyarakat Jakarta berjalan kaki hanya sejauh 350 meter, ia menyoroti perlunya perbaikan dan penataan fasilitas pejalan kaki yang dekat dengan perhentian angkutan umum. Dengan fasilitas yang baik, diharapkan orang mau berjalan kaki.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki menyampaikan, selain penyusunan peta jalan dan rencana induk pembangunan trotoar, dinas perhubungan juga memiliki rencana induk transportasi. Dari situ ia melihat ada irisan kebutuhan yang tidak jauh beda dan seharusnya bisa disambungkan. Pejalan kaki tentu membutuhkan angkutan umum yang hemat ongkos.
Untuk bisa mewujudkan rencana penataan juga memenuhi kebutuhan pejalan kaki tersebut, menurut Sitorus, perlu komitmen dan idealisme kuat.