Mengenal Polana B Pramesti, Mengenal ”Buy the Service”
Di bawah kepemimpinan Polana, skema "buy the service" digenjot. Skema ini diharapkan mampu mengintegrasikan simpul transportasi publik di Jabodetabek melalui layanan transportasi sesuai standar layanan minimum.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
Kepala Badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek Polana B Pramesti per 1 Desember 2021 purnatugas sebagai aparatur sipil negara atau ASN. Berakhirnya pengabdian sebagai ASN, berakhir pula masa jabatan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek yang sudah ia emban sejak 28 Januari 2020 ketika mengantikan Bambang Prihartono.
Sejak berdirinya BPTJ pada akhir 2015, Polana merupakan kepala atau pemimpin ketiga yang mengemban tugas mengurusi tata kelola transportasi di Jabotabek. Sebelumnya kepemimpinan BPTJ diemban Elly Sinaga (2015-2017) dan dilanjutkan oleh Bambang Prihartono (2017-2020).
Ia mengaku, setelah pensiun sebagai abdi negara, satu sisi merasa lega, tetapi satu sisi lainnya, merasa belum sepenuhnya memberikan yang terbaik dan masih ingin berkarya dan berkontribusi untuk warga.
”Kehadiran BTS di era saya itu hanya satu prestasi kecil yang tetap harus dikembangkan ke depan. Itu hasil kerja bersama. Saya siap membantu dan berkomunikasi tidak hanya untuk BPTJ, tetapi juga kepada Pak Wali Kota Bogor dan wakilnya, Pak Bima dan Pak Dedie,” kata Polana, Rabu (1/12/2021).
Sebelum menjadi kepala BPTJ, Polana menduduki jabatan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan pada tahun 2018- 2020. Bidang perhubungan udara membesarkan Polana sejak awal berkarier di Kementerian Perhubungan pada tahun 1987. Polana sempat pula dipercaya menjadi jajaran direksi di PT (Persero) Angkasa Pura I, yaitu sebagai Direktur Teknik pada 2013-2018.
Polana memimpin BPTJ pada masa yang sangat krusial, yaitu saat BPTJ sedang dalam posisi mengejar berbagai kegiatan mendesak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
Namun, di tengah persiapan implementasi pada saat bersamaan ada musibah pandemi Covid-19. Hal itu menyebabkan banyak perubahan mendasar di berbagai sektor kehidupan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Begitu pula dalam hal kinerja di BPTJ. Kondisi pandemi menyebabkan terjadi berbagai perubahan lingkungan strategis yang berpengaruh besar terhadap pelaksanaan tugas BPTJ. Pada akhirnya harus dilakukan perubahan strategis dan skala prioritas dalam pelaksanaan tugas BPTJ menyesuaikan kondisi di masa pandemi Covid-19.
BPTJ pada masa kepemimpinan Polana, meski di tengah situasi pandemi Covid-19, bisa merealisasikan kebijakan penting, yaitu subsidi angkutan umum massal dari pemerintah pusat untuk wilayah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dalam bentuk skema buy the service (BTS).
Kebijakan yang diimplementasikan di Kota Bogor, Jawa Barat, sebagai pilot project tersebut menghadirkan layanan angkutan umum massal dengan konsep Bus Rapid Transit (BRT) bernama Biskita Trans-Pakuan yang diluncurkan pada 2 November 2021.
BTS di Kota Bogor itu, lanjutnya, membantu pemerintah daerah di Bodetabek mengalami banyak keterbatasan seperti anggaran dan teknis lainnya sehingga dibutuhkan dukungan subsidi pemerintah pusat. Gayung bersambut, Pemkot Kota Bogor memiliki komitmen kuat untuk menghadirkan transportasi publik yang aman dan nyaman.
Kami memutuskan kebijakan BTS memang harus direalisasikan, meskipun dari segi kebijakan yang berkaitan dengan subsidi dari pemerintah pusat, BTS merupakan konsep yang relatif baru.
Kebijakan subdisi untuk pengembangan angkutan umum massal di Bodetabek sudah sejak lama menjadi fokus perhatian BPTJ. Pengembangan angkutan umum massal di wilayah Bodetabek dapat menjadi faktor daya ungkit pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) yang diamanatkan RITJ.
”Kami memutuskan kebijakan BTS memang harus direalisasikan, meskipun dari segi kebijakan yang berkaitan dengan subsidi dari pemerintah pusat, BTS merupakan konsep yang relatif baru,” kata Polana yang ingin menjadi guru atau dosen setelah masa pensiunnya.
Menurut dia, konsep yang relatif baru itu kompleksitas permasalahan yang dihadapi juga tidak ringan, terutama karena masih minimnya pemahaman para pemangku kepentingan.
Pada masa pandemi, misalnya, Polana menyebutkan bahwa BPTJ mau tidak mau harus meninjau ulang strategi pelaksanaan tugas. Reformulasi tugas tersebut menghasilkan tiga strategi.
Pertama, menjamin ketersediaan layanan transportasi perkotaan dengan tetap menegakkan protokol kesehatan. Kedua, meningkatkan pilihan aksesibilitas layanan transportasi perkotaan dengan tetap menegakkan protokol kesehatan untuk menjangkau sebanyak mungkin segmen masyarakat yang masih harus beraktivitas pada masa pandemi.
Dan ketiga, memprioritaskan langkah kebijakan untuk keberlanjutan peningkatan layanan angkutan umum massal di masa depan.
”Kewenangan BPTJ lebih banyak bersifat koordinatif dan fasilitasi. Namun, hasil akhirnya sangat berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat banyak,” lanjutnya.
Meski banyak penyesuaian dan berbagai tantangan pada masa pandemi, Polana bersyukur karena pada akhirnya kebijakan tersebut dapat digulirkan. ”Tentunya hal tersebut baru babak awal yang masih membutuhkan berbagai upaya agar transportasi publik terus berlanjut,” ujar Polana.
Dalam masa bakti dan tugas sebagai kepala BPTJ yang relatif cukup pendek, Polana mengaku tetap memberikan kesan cukup mendalam dan pengalaman sebagai seorang pengabdi negara.
Menurut Polana, koordinasi dan kerja sama dengan para pemangku kepentingan merupakan kunci utama agar pelaksanaan tugas di BPTJ dapat berjalan.
”Alhamdulillah langkah kebijakan yang harus kami lakukan dapat terlaksana, meski tentunya di sana sini tetap ada kekurangan dan keterbatasan, semuanya itu karena koordinasi dan kerja sama yang baik di antara para pemangku kepentingan,” ujar Polana.
Polana mengucapkan terima kasih kepada para kepala daerah dan kepala dinas Perhubungan di Jabodetabek serta para pemangku kepentingan yang telah memberikan dukungan dan kerja sama selama menjalankan amanat sebagai Kepala BPTJ.
”Kami juga sangat berterima kasih kepada rekan-rekan kalangan media di wilayah Jabodetabek yang selama ini sangat membantu tugas-tugas kami,” kata Polana.
Patut ditiru
Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, sosok Polana merupakan cermin pemimpin yang perlu ditiru karena sangat komunikatif dan mau turun ke lapangan memastikan rumusan kebijakan, pemetaan permasalahan, hingga implementasinya bisa berjalan baik.
”Beliau sangat membantu, memudahkan, dan menjadi jembatan untuk Kota Bogor dalam upaya menghadirkan transportasi publik yang baik dan berkelanjutan melalui Biskita. Ini kerja keras dan menjadi legasi BPTJ pada zaman kepemimpinan Ibu Polana,” ujar Bima.
Bima mengaku cukup kehilangan sosok Polana yang selama ini selalu terus mendorong kehadiran BTS di Kota Bogor. Meski sudah pensiun, Bima berharap komunikasi dan masukan dari Polana bisa terus terjalin agar BTS berlanjut dan dirasakan manfaatnya untuk warga di Jabodetabek.
Keinginan Polana dalam skema BTS, yaitu diharapkan mampu mengintegrasikan simpul transportasi publik di Jabodetabek melalui layanan transportasi sesuai dengan standar layanan minimum.
”Saya percaya dari legasi Bu Polana ada pola komunikasi dan kinerja turunan untuk pimpinan selanjutnya agar BTS terus berkembang. Siapa pun pemimpinnya nanti saya percaya tetap fokus dalam pengembangan BTS di Kota Bogor dan wilayah lainnya tetap akan berlanjut,” kata Bima.