Di tengah luas lahan yang makin menipis dan ketergantungan pada pasokan dari daerah lain, pelaku pertanian urban di Ibu Kota makin meningkat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar dan Helena F Nababan
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas pekerja dalam perawatan kawasan Agro Edukasi Wisata Ragunan di Jakarta Selatan, Minggu (27/12/2020). Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan mengembangkan tempat edukasi percontohan pertanian perkotaan di kawasan tersebut untuk mengakomodasi minat warga Ibu Kota dalam bercocok tanam di masa pandemi.
Luas wilayah panen di DKI Jakarta menurun drastis selama pandemi Covid-19. Alih fungsi lahan menjadi tempat pemakaman bagi para korban virus korona baru menjadi alasan. Namun, pada saat yang bersamaan, animo masyarakat untuk melakukan pertanian perkotaan meningkat demi mewujudkan ketahanan pangan meskipun masih untuk skala rumah tangga.
Fakta berkurangnya luas lahan panen disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta Buyung Airlangga pada 1 April dalam laporan Indeks Perekonomian Jakarta untuk periode Januari-Maret 2021.
Tercatat sepanjang Januari-Desember 2020 luas lahan panen di Jakarta yang mencakup lima kota dan satu kabupaten ini ada 914 hektar. Ketika dipecah secara lebih rinci, periode Januari-April 2020 luas lahan panen adalah 441 hektar. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode Januari-April 2019, yaitu seluas 248 hektar. Pada periode Januari-April 2021 luasnya tinggal 203,17 hektar. Lahan panen ini adalah persawahan yang memanen padi.
Targetnya supaya setiap RW (rukun warga) bisa memenuhi kebutuhan sayurnya sendiri. Kan lumayan selama pandemi bisa menghemat pengeluaran rumah tangga, apalagi banyak orang yang dirumahkan atau kehilangan pekerjaan.
Ketika dihubungi pada hari Jumat (2/4/2021), Kepala Bidang Pertanian Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) Jakarta Mudjiati menjelaskan, mayoritas persawahan di DKI Jakarta adalah milik swasta atau milik pribadi. Apabila dilihat secara aturan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, luas lahan baku sawah di Jakarta adalah 414 hektar.
”Mayoritas lahan baku sawah ini lahan tidur atau lahan yang terdaftar sebagai sawah, tetapi belum tentu rutin ditanami. Hanya sedikit sekali lahan sawah di Jakarta yang benar-benar digarap oleh pemiliknya untuk bertani,” kata Mudjiati.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara kawasan Agro Edukasi Wisata Ragunan di Jakarta Selatan, Minggu (27/12/2020).
Selama pandemi Covid-19, lahan-lahan sawah yang mati suri ini kemudian dibeli oleh Pemerintah Provinsi Jakarta. Tujuannya, guna menambah area pemakaman bagi korban Covid-19. Tempat-tempat pemakaman umum khusus Covid-19, seperti Pondok Ranggon dan Tegal Alur, sudah penuh akibat jumlah korban terus bertambah. Lahan-lahan tidur yang dibeli ini mencakup di Rorotan, Kecamatan Cilincing, dan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa.
Mudjiati mengungkapkan, dari 414 hektar lahan baku ini, hanya 5 hektar yang resmi dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai lahan sawah. Pengelolaan lahan ini berada di bawah Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman yang merupakan unit pelaksana teknis milik Dinas KPKP. Tujuan sawah ini bukan untuk panen demi pemenuhan pangan warga DKI
”Lahan ini khusus untuk menghasilkan benih padi yang nanti disebarluaskan kepada para petani di Jakarta,” tuturnya.
Animo pertanian
Pada kesempatan yang berlainan, Wakil Ketua Kelompok Pertanian Perkotaan DKI Jakarta Adian Sudiana mengatakan, animo pertanian urban meningkat selama pandemi. Awalnya, Dinas KPKP mengadakan program gang hijau, tertama di wilayah permukiman padat di Ibu Kota. Pada awal pandemi 2020, program ini sempat tersendat.
”Namun, masuk ke pertengahan tahun 2020, permintaan pelatihan dari warga di berbagai wilayah ke Kelompok Pertanian Perkotaan meningkat,” katanya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas pekerja dalam perawatan kawasan Agro Edukasi Wisata Ragunan di Jakarta Selatan, Minggu (27/12/2020). Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan mengembangkan tempat edukasi percontohan pertanian perkotaan di kawasan tersebut untuk mengakomodasi minat warga Ibu Kota dalam bercocok tanam di masa pandemi.
Warga umumnya tertarik untuk mengembangkan pertanian hidroponik guna menanam sayur-sayuran. Menurut Adian, saat ini tercatat ada 300 kelompok tani di Jakarta. Sebelum pandemi, jumlahnya ada sekitar 200 kelompok.
”Program gang hijau ini binaan Dinas KPKP. Targetnya supaya setiap RW (rukun warga) bisa memenuhi kebutuhan sayurnya sendiri. Kan, lumayan selama pandemi bisa menghemat pengeluaran rumah tangga, apalagi banyak orang yang dirumahkan atau kehilangan pekerjaan,” tutur Adian.
Di beberapa titik kelompok tani, seperti Cempaka Putih, panen dari gang hijau ini sudah bisa dikomersilkan. Anggota RW tercukupi asupan sayurnya dan sisa panen bisa dijual ke warga di luar RW, bahkan dari luar kelurahan. Adian mengatakan, sudah ada sejumlah kelompok tani yang selama pandemi mengajukan permintaan pelatihan pembuatan produk turunan hasil panen agar mereka bisa mengomersilkan tidak hanya sayur mentah.
Pertanian perkotaan menjadi cara banyak kota di dunia untuk sedikit demi sedikit melepaskan diri dari ketergantungan pasokan makanan dari luar daerah, termasuk luar negeri.
Selain sayuran, tren pertanian perkotaan juga telah merambah bidang peternakan, seperti lebah madu, unggas, dan hewan penghasil daging lainnya. Semua dilakukan di tengah permukiman, tetapi dengan cara modern dan higienis sehingga tidak berpotensi mengotori lingkungan serta memicu penyebaran penyakit.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) merawat ladang sawah di lahan kosong RW 005, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Selasa (11/8/2020).
Tergantung daerah lain
Ketergantungan kota pada pasokan makanan dari luar kawasannya amat terlihat pada masa permintaan akan bahan pangan meningkat tajam, seperti menjelang hari raya.
Menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri kali ini, misalnya, PT Food Station Tjipinang Jaya masih menunggu kepastian untuk mendapat rekomendasi impor produk hortikultura atau RIPH, khususnya untuk bawang putih dari Kementerian Pertanian. Untuk memenuhi stok bawang putih di DKI Jakarta, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta memastikan stok tetap aman karena dipenuhi importir lain.
Suharini Eliawati, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta, Jumat menjelaskan, Food Station sebagai BUMD pangan DKI Jakarta memang sudah mengajukan RIPH kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementrian Pertanian (Kementan) sebanyak 10.000 ton, tetapi memang RIPH untuk Food Station belum terbit.
Pamrihadi Wiraryo, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, menjelaskan, karena RIPH belum terbit, izin impor dari Kementrian Perdagangan juga belum terbit. ”Belum keluar. Artinya Food Station belum bisa mengimpor bawang putih,” ujar Pamrihadi.
Dengan RIPH yang belum keluar, papar Pamrihadi, ia mempertanyakan Kementan yang malah menerbitkan RIPH untuk importir lain, sementara Food Station sebagai BUMD pangan milik pemerintah malah belum disetujui. Kondisi pada Jumat kemarin, stok bawang putih di Food Station sudah nol. Stok bawang putih yang diimpor Food Station pada 2020 sudah habis pada Januari 2021.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh harian mengupas bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (10/4/2020).
Suharini melanjutkan, untuk memenuhi kebutuhan bawang putih di DKI Jakarta selama Ramadhan dan Idul Fitri, Food Station akan bekerja sama dengan importir lain. Kementerian Perdagangan, jelas Suharini, sudah menerbitkan Surat Perizinan Impor (SPI) bawang putih untuk menjamin ketersediaan bawang putih secara nasional. Untuk DKI, saat ini ada importir yang sudah mendapat izin impor 14.20 ton.
”Food Station akan bekerja sama dengan importir lain untuk suplai bawang putih di DKI Jakarta,” kata Suharini.
DKPKP DKI Jakarta mencatat, kebutuhan normal bawang putih per bulan 1.726 ton. Untuk bulan puasa diperkirakan kebutuhan naik 3,53 persen menjadi 1.787 ton.
Berdasarkan pantauan petugas DKPKP di lapangan untuk 10 pangan strategis, yaitu beras, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit merah, gula pasir, dan minyak goreng, kini dipastikan tersedia.
Untuk menjamin stok, DKPKP melakukan koordinasi stok pangan dengan Bulog, BUMD Pangan, OPD terkait, dan para pelaku usaha pangan, seperti importir, distributor, asosiasi, dan pedagang. DKPKP juga melakukan pemantauan harga dan stok pangan di pasar induk, pasar eceran/pasar tradisional, dan pasar modern.