Identifikasi Korban Musibah Sriwijaya Air Gunakan Data Pasca-kejadian
Tim Identifikasi Korban Bencana atau DVI kembali mengidentifikasi tiga jenazah sehingga total sudah 58 jenazah teridentifikasi dari 62 penumpang dalam manifes pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Identifikasi Korban Bencana (Disaster Victim Identification/DVI) kembali mengidentifikasi tiga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Untuk selanjutnya, proses identifikasi hanya melibatkan tim postmortem, yakni proses identifikasi data korban setelah kecelakaan.
Tiga korban yang teridentifikasi ialah Afwam RZ (54), Suyanto (40), dan Ryanto (32). Ketiganya teridentifikasi melalui pencocokan asam deoksiribonukleat (DNA) dengan data pembanding keluarga masing-masing.
Hingga Jumat (29/1/2021) telah teridentifikasi 58 jenazah dari 62 penumpang dalam manifes pesawat yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Mereka terdiri dari 30 laki-laki dan 28 perempuan. Sebanyak 45 korban teridentifikasi melalui pencocokan DNA dan 13 korban dengan sidik jari.
”Semua sampel DNA sudah diambil untuk profiling. Tim belum menerima lagi kiriman temuan dari lapangan. Selanjutnya operasi dialihkan ke tim postmortem, tim DNA, dan tim rekonsiliasi,” kata Komandan DVI Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Komisaris Besar Hery Wijatmoko, di Rumah Sakit Polri Raden Said (RS) Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Tim DVI telah bekerja sejak jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Sabtu (9/1/2021). Tercatat ada 112 orang yang melaporkan hilangnya 62 korban dalam pesawat. Dalam kurun waktu itu, tim telah memeriksa 744 sampel yang terdiri dari 570 sampel postmortem dan 174 sampel antemortem serta proses rekonsiliasi sebanyak 14 kali untuk identifikasi 58 jenazah.
”Mulai esok atau Sabtu (30/1/2021) operasi DVI dialihkan ke operasi oleh tim postmortem, tim DNA, dan tim rekonsiliasi sampai dapat dilakukan analisis maksimal atas data yang telah diperoleh,” ujar Kepala RS Polri RS Soekanto, Brigadir Jenderal (Pol) Asep Hendradiana.
Proses pencarian dan penyelamatan berlanjut dengan fokus menemukan rekaman kokpit atau CVR. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memimpin operasi itu dengan basis di Pulau Lancang.
KNKT dalam keterangannya telah mengunduh data rekaman penerbangan atau FDR. Data yang terdiri dari 330 parameter itu dalam kondisi baik.
Nantinya investigator akan mencocokkan hasil transkrip CVR (cockpit voice recorder) beserta waktunya dengan temuan dari FDR (flight data recorders). Pencocokan itu meliputi isi percakapan dan munculnya bunyi pada jam, menit, atau detik untuk dianalisis dan menemukan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat.
Setelah proses analisis FDR dan CVR dicocokkan dan selesai, akan dibuat gambaran penerbangan sampai terjadinya kecelakaan. Gambaran penerbangan itu berupa animasi yang dibuat berdasarkan data dari FDR dan CVR.