Regulasi Tak Konsisten Picu Kerumunan di Bandara Soekarno-Hatta
Kerumunan penumpang yang hendak mengikuti tes cepat antigen di Bandara Soekarno-Hatta dinilai imbas dari regulasi syarat bepergian yang berubah-ubah.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kerumunan penumpang pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (21/12/2020), dipicu kepanikan masyarakat dalam merespons kebijakan syarat dokumen perjalanan yang berubah secara mendadak. Mengantisipasi puncak arus mudik libur Natal dan Tahun Baru, pengelola Bandara Soekarno-Hatta akan menambah pos pelayanan tes cepat antigen untuk mencegah kerumunan.
Penyebab kerumunan di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) itu disebabkan ratusan calon penumpang mengantre untuk menjalani tes cepat antigen di Shelter Kereta Layang Terminal 2.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 19 Desember 2020 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang selama libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi Covid-19. SE tersebut mewajibkan penumpang pesawat udara harus mengantongi surat keterangan bebas Covid-19 menggunakan tes cepat antigen.
Irawan (27), penumpang pesawat yang hendak mengikuti tes cepat antigen di Bandara Soekarno-Hatta, mengeluhkan peraturan atau syarat bepergian yang berubah secara mendadak. Ia dan keluarganya hendak terbang ke Medan, Sumatera Utara, dan telah mengantongi hasil nonreaktif tes cepat antibodi.
Namun, sesampainya di Bandara Soetta, ia baru mengetahui syarat untuk bepergian sudah tidak bisa lagi menggunakan hasil tes cepat antibodi, tetapi tes cepat antigen.
”Akhirnya saya terpaksa antre ikut tes antigen di Shelter Kalayang. Ini peraturannya berubah mendadak sekali,” kata Irawan ketika dihubungi.
Menurut Irawan, para penumpang lainnya juga mengaku baru mengetahui ada perubahan syarat dokumen perjalanan. Untuk itu, antrean penumpang menjadi tidak terhindarkan.
Kewalahan
Executive General Manager Bandara Internasional Soekarno-Hatta PT Angkasa Pura II (Persero) Agus Haryadi menyampaikan, ada kepanikan masyarakat saat merespons pemberlakuan aturan baru dalam bepergian menggunakan pesawat. Pihak pengelola bandara, kata Agus, kewalahan melayani peningkatan jumlah peminat tes cepat antigen menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
Menurut Agus, jumlah peminat tes cepat antibodi sebelum ada aturan baru mencapai sekitar 1.000 orang per hari. Kini jumlahnya meningkat hingga 5.000 orang per hari setelah aturan baru berlaku. Selain itu, tidak hanya penumpang pesawat yang datang untuk menjalani tes cepat antigen di Bandara Soetta, melainkan juga penumpang moda angkutan lainnya.
”Karena, informasi yang saya dapat dari penumpang, ternyata fasilitas tes cepat antigen di luar (bandara) masih belum banyak, sedangkan untuk bisa terbang, kan, harus ada dokumen itu. Makanya, semua akhirnya memutuskan ke bandara untuk tes cepat,” kata Agus.
Untuk mengantisipasi munculnya kerumunan lagi, Agus telah menyiapkan sejumlah langkah, antara lain menambah pos pelayanan tes cepat antigen di Terminal 1 dari yang sebelumnya hanya di Terminal 2 dan 3. Ke depan, penumpang yang benar-benar membutuhkan layanan tes cepat antigen untuk penerbangan pada hari yang sama akan dilayani di Terminal 2 dan 3.
Adapun pos tes cepat antigen di Terminal 1 bakal diperuntukkan bagi penumpang yang jadwal penerbangannya masih beberapa hari lagi. Langkah ini juga sekaligus mengantisipasi timbulnya kerumunan penumpang yang antre tes cepat antigen saat puncak arus mudik Natal dan Tahun Baru pada 23 Desember 2020.
”Selain itu, kami siapkan aplikasi pre order tes cepat antigen. Bisa diakses melalui aplikasi Indonesian Airports. Di sana akan jelas tercantum penumpang bisa datang untuk ikut tes cepat jam berapa dan harganya berapa. Jadi, nanti tidak perlu menunggu berjam-jam di bandara,” tuturnya.
Dihubungi secara terpisah, Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, mengemukakan, kerumunan penumpang saat mengantre mengikuti tes cepat antigen justru meningkatkan risiko penularan Covid-19. Ia menilai, seberapa pun banyaknya petugas yang dikerahkan untuk mengatur antrean tidak akan efektif apabila jumlah penumpang yang hendak mengikuti tes cepat antigen tidak terbendung.
Kejadian ini dia pandang sebagai imbas atau dampak dari peraturan mendadak yang mewajibkan penumpang menyertakan hasil tes cepat antigen. Selain itu, informasi terkait lokasi-lokasi klinik atau rumah sakit yang menyediakan layanan tes cepat antigen juga belum terdiseminasi secara baik.
”Masyarakat dibuat mendadak membutuhkan layanan tes tersebut berulang kali,” kata Alvin.