Kasus Covid-19 di Jakarta masih tinggi ditandai dengan keterisian tempat tidur di RS rujukan juga tinggi. Dinkes DKI Jakarta akan menambah jumlah tempat tidur, RS rujukan, dan tenaga kesehatan untuk tangani pandemi.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampai awal September 2020, kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta masih saja tinggi dan membuat tingkat keterisian tempat tidur di 67 rumah sakit rujukan Covid-19 di level lebih dari 77 persen. Dinkes DKI Jakarta mengupayakan mitigasi untuk menjaga bed occupancy ratio (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur dengan menambah kapasitas, serta menambah rumah sakit rujukan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, Selasa (1/9/2020), menjelaskan, dengan angka kasus yang masih tinggi, manajemen kebencanaan di 67 RS rujukan yang diterapkan tentu saja dengan membagi tingkat keparahan. Ada yang tanpa gejala (asymptomatic), ringan, sedang, dan berat.
Pasien tanpa gejala bisa melakukan isolasi mandiri baik di wisma atlet maupun di tempat yang disediakan. Sementara pasien dengan gejala ringan bisa di wisma atlet, dan yang sedang-berat baru dilakukan di RS. ”Langkah itu diharapkan bisa mengurangi ketergantungan tempat tidur,” kata Widyastuti.
Meski demikian, sebagai mitigasi lebih lanjut, Dinkes DKI Jakarta tengah mengupayakan menambah tempat tidur baik untuk isolasi maupun ICU, serta rumah sakit rujukan.
”Saya sampaikan bahwa baik RS vertikal (RS di bawah Kementerian Kesehatan), RS TNI Polri, RSUD, dan RS BUMN bersama-sama, bahu membahu, termasuk RS swasta. Hasil rapat tadi memang sepakat bahwa beberapa RS terpilih siap untuk menambah kapasitas tempat tidur,” kata Widyastuti.
Penambahan tempat tidur dilakukan dengan cara mengalihkan sebagian tempat tidur yang belum dipakai untuk menangani pasien Covid-19 menjadi tempat tidur untuk menangani pasien Covid-19, serta menambah tempat tidur.
”Seperti kami punya RSUD Cengkareng itu memang ada bangunan baru yang ada beberapa ruang yang belum dipakai sehingga itu kita tambah sarananya supaya bisa dimanfaatkan untuk tambahan Covid-19,” kata Widyastuti tanpa merinci berapa tempat tidur tambahan yang disiapkan Dinkes DKI Jakarta.
Adapun penambahan tempat tidur itu tidak hanya dilakukan di RS yang selama ini menangani Covid-19, tetapi juga akan ada tambahan RS rujukan. ”Pemerintah dan beberapa pihak swasta, kami strateginya, satu, menambah kapasitas tempat tidur di RS yang sudah ada. Kedua, menambah jumlah RS swasta yang bergabung untuk menjadi RS penerima Covid-19,” kata Widyastuti.
Oleh karena itu, apabila saat ini total ada 67 RS rujukan Covid-19, nantinya akan ada lebih dari 67 RS. Dari 67 RS rujukan itu ada RSUD, RS BUMN, RS vertikal, RS TNI Polri, dan RS swasta. ”Nah ini RS swasta bertambah. Yang tadi sekitar, saya tidak hafal angkanya, tadi poinnya adalah ada beberapa RS swasta yang sudah oke bergabung untuk jadi tambahan penerima Covid-19,” ujar Widyastuti.
Penambahan tempat tidur dilakukan dengan cara mengalihkan sebagian tempat tidur yang belum dipakai untuk menangani pasien Covid-19 menjadi tempat tidur untuk menangani pasien Covid-19, serta menambah tempat tidur.
Sementara untuk penambahan tempat tidur untuk pasien Covid-19 dari RS swasta, dijelaskan Widyastuti, ia belum sampai menghitung teknis karena ada tim teknis khusus. ”Tapi, poinnya bahwa kami kejar, menjaga supaya di posisi BOR-nya di 60 persen atau di bawah 60 persen. Kita berharap bisa, jadi dua sisi. Satu, meningkatkan kapasitas tempat tidur, di satu sisi pengendalian penyakit Covid-19-nya sendiri,” ujar Widyastuti.
Penambahan kapasitas tempat tidur dan RS rujukan itu, lanjut Widyastuti, juga dibarengi dengan penambahan sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan. ”Makanya kami lakukan rekrutmen. Dalam minggu depan sudah ada 1.800 tenaga kesehatan hasil rekrutmen baru yang sudah siap,” ujar Widyastuti.
Secara terpisah, dari konferensi pers RSUP Persahabatan secara virtual, Pelaksana Tugas Direktur RSUP Persahabatan Mursyid Bustami menjelaskan, kasus Covid-19 terus bertambah tinggi pada Juli dan Agustus sehingga tingkat keterisian tempat tidur di RSUP Persahabatan berkisar 60-70 persen.
”Dari data, peningkatan terjadi mulai minggu ketiga bulan Juni sampai Agustus ini,” kata Mursyid. Meski demikian, pengelola RSUP Persahabatan menilai kisaran itu masih dalam batas aman untuk bisa melayani.
Direktur SDM, Pendidikan, dan Penelitian RSUP Persahabatan Rochman Arif menjelaskan, sebagai salah satu RS rujukan, ada 189 tempat tidur yang dialokasikan bagi pasien Covid-19. ”Ini kami siapkan dari sebelumnya ketika saat normal RSUP mengoperasikan 595 tempat tidur. Jadi yang disiapkan untuk penanganan Covid-19 ini hampir sepertiga dari kapasitas normal RSUP,” kata Arif.
Yang disiapkan untuk penanganan Covid-19 ini hampir sepertiga dari kapasitas normal RS Persahabatan.
Lalu, untuk bisa memberikan pelayanan pasien Covid secara maksimal, menurut Arif, ada strategi yang diterapkan. Dari jumlah pegawai, ada sekitar 780 perawat. Namun, tidak semua perawat ditugaskan untuk melakukan pelayanan pasien Covid-19 di ruang isolasi.
”Kami sejak awal sudah membuat kriteria perawat-perawat mana yang bisa menjalankan tugas di ruang isolasi dan mana yang harus kita hindarkan dari ruang isolasi. Oleh karena kita sadari sejak awal bahwa orang-orang dengan komorbid atau penyakit penyerta punya risiko lebih tinggi untuk tertular dan mengalami penyakit Covid-19. Karena itu, petugas perawat yang punya komorbid atau usia lebih dari 50 tahun kami hindarkan dari pelayanan isolasi Covid-19,” ujar Arif.
Strategi lainnya, lanjut Arif, karena dalam penanganan covid dibutuhkan jumlah tenaga yang lebih banyak dibanding pada perawatan pasien normal, ada pengaturan sif. Ia mencontohkan, dalam satu sif pekerjaan perawatan yang biasanya dilakukan misal oleh tiga orang dalam satu sif, pada ketika perawatan isolasi dalam satu sif disiapkan tiga kali atau 2,5 kalinya. Secara operasional, jumlah perawat berada di dalam ruang isolasi itu tidak harus 8 jam.
”Kami batasi 3-4 jam sehingga secara bergiliran mereka melakukan perawatan di ruangan isolasi. Untuk apa? Untuk menghindari keterpaparan atau resiko infeksi dari perawat-perawat kita. Kedua, untuk menghindari faktor kelelahan karena ketika perawat atau dokter memakai baju hazmat yang berlapis tiga itu, akan sangat berisiko jika dilakukan dalam waktu lama sehingga dibagi dalam bentuk sif. Yang dalam 1 sif bisa 2-3 kali bertukar petugas di dalam ruang isolasi,” ujar Arif.
Bustami menambahkan, dengan kasus yang masih tinggi, ia berharap kalaupun terjadi lonjakan jumlah pasien bisa ditangani secara tersebar karena RS rujukan bukan hanya RSUP Persahabatan. Namun, saat ini di Jakarta ada 67 RS rujukan.
”Artinya, kita berharap penanganannya juga berbagi. Sampai hari ini, penanganan Covid-19 masih dalam kapasitas yang mampu kita layani dengan optimal,” kata Bustami.