Setelah buron hampir 9 bulan, polisi menangkap pelaku kekerasan seksual terhadap anak kandungnya. Polisi harus mengusut tuntas dan menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Kepolisian Resor Metro Depok menangkap S (51), pelaku tindak kekerasan seksual terhadap anak kandungnya. Polisi diminta menangani kasus kekerasan seksual secara serius dan menjatuhkan hukuman berat.
Kepala Kepolisian Resor Metro Depok Komisaris Besar Azis Andriansyah mengatakan, setelah buron selama hampir sembilan bulan, Selasa (21/7/2020), polisi menangkap S (51), tersangka kekerasan seksual terhadap anak kandungnya yang masih berusia 10 tahun.
”Pada 5 Oktober 2019, istri S sudah melaporkan tindakan tersangka ke polisi setelah ketahuan melakukan kekerasan seksual kepada anak ketiga mereka. Namun, saat kami mau tangkap, S melarikan diri dan bersembunyi di beberapa lokasi. Untuk menghilangkan jejak dan mengelabuhi polisi, pelaku sering mengubah identitas diri. Akhirnya, kami bisa melacak dan menangkap pelaku di sekitar Grand Depok City,” papar Aziz, Rabu (22/7).
Aziz mengatakan, S melakukan tindakan tak terpuji kepada anak bungsunya sebanyak tiga kali di rumah saat istri dan anaknya bekerja. Ketika rumah sepi, S merayu anaknya untuk berhubungan laiknya suami istri. Setelah peristiwa pertama itu, pelaku kembali melakukan aksi bejatnya pada malam hari dan berlanjut pada keesokan harinya.
”Aksi S terungkap ketika istrinya menemukan ada bercak putih seperti sperma pada pakaian anaknya dalam rentang waktu tak lama setelah peristiwa ketiga terjadi. Kecurigaan sang ibu mendorongnya bertanya kepada anaknya terkait peristiwa yang terjadi,” tutur Aziz.
Mengetahui anaknya mendapat tindak kekerasan seksual, lanjut Aziz, si ibu melaporkan S ke polisi agar segera ditangkap. Namun, saat polisi bergerak hendak menangkap, S berhasil melarikan diri dan bersembunyi.
Aziz melanjutkan, kekerasan seksual oleh S ternyata tidak hanya dialami anak bungsunya. Pada 2002, anak sulungnya juga mengalami hal yang sama.
”Pelaku ini tidak jera. Ia pernah dihukum kurungan 4 tahun karena melakukan tindak kekerasan seksual kepada anak sulungnya pada 2002. Anak sulungnya kini sudah berkeluarga,” tutur Aziz.
Pelaku ini tidak jera. Ia pernah dihukum kurungan 4 tahun karena melakukan tindak kekerasan seksual kepada anak sulungnya pada 2002. Anak sulungnya kini sudah berkeluarga.
Usut dan hukum berat
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengaku kesal dan gerah dengan tindak kekerasan seksual di Indonesia yang terus terjadi. Ia juga gerah dan menilai polisi sangat lamban dalam menangani kasus kekerasan seksual, terutama dalam kasus S.
Menurut Arist, penangkapan S terlalu lama dan kasus terlalu dibiarkan luntang-lantung. Atas kejahatan yang terulang, Arist meminta polisi untuk lebih serius menangani dan mengusut tuntas kasus tindak kejahatan seksual terhadap anak-anak.
”Tidak hanya tersangka S, tetapi tersangka lainnya juga. Polisi harus serius terhadap kejahatan seksual terhadap anak. Terutama untuk S, ia residivis kejahatan seksual dan, di dalam undang-undang, residivis bisa dihukum 15 tahun, seumur hidup, atau bahkan dikebiri karena melakukan tindakan kejahatan seksual yang sama dan pernah dihukum,” tutur Arist.
Arist mendorong polisi agar menjatuhkan ancaman pidana yang berat untuk S sebagai ayah kandung yang dua kali mencabuli anaknya dan tak kapok masuk penjara.
”Saya mendorong agar, selain dikenakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, juga dikenakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang dikategorikan kejahatan luar biasa. Ancaman hukuman 10-20 tahun penjara, kemudian tambah sepertiga karena dia orangtua korban. Bisa juga ditambahkan hukuman kebiri karena dia kategori residivis,” kata Arist.