Antara Pasar Besar dan Upaya Memutus Eksploitasi Anak yang Terus Tergagap
Permintaan seks di tempat hiburan malam itu memang cukup ramai. Sejak ”Kompas” tiba pukul 00.00 hingga pukul 02.00, proses transaksi terus berjalan. Para penari striptis di sana juga selalu dikelilingi pengunjung.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F783c4061-4e0e-40f5-bef1-b589408cd531_jpg.jpg)
Anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Jakarta Pusat diamankan Polres Metro Jakarta Utara, di Jakarta Utara, Senin (10/2/2020). Mereka direkrut dari kampung dengan dijanjikan bekerja sebagai pendamping karaoke.
Kasus prostitusi melibatkan anak di bawah umur kian darurat. Sejak 50 tahun lalu, Indonesia sudah menghadapi persoalan ini dan bertambah kronis. Prostitusi anak bertransformasi menjadi lebih kejam atau masuk dalam kategori perbudakan seks. Jeratan prostitusi anak masih sulit diberantas selama permintaan seks pada anak masih tetap ada.
Berdasarkan catatan Kompas, prostitusi melibatkan anak pertama diberitakan pada 21 Agustus 1970. Saat itu ada 1.600 perempuan yang sudah terlibat prostitusi sejak masih berumur 15-20 tahun. Tak hanya di Jakarta, di Bandar Lampung, sindikat penjualan perempuan muda pernah terjadi pada 9 Februari 1990.
Saat itu ada delapan anak berusia 15-18 tahun dijual untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Anak-anak asal Indramayu, Jawa Barat, itu disekap dan baru berhasil dibebaskan Polresta Bandar Lampung setelah polisi mendapat laporan dari masyarakat (Kompas, 9/2/1990).
Rentetan peristiwa pada masa lampau itu tak kunjung sirna. Pada awal 2020, praktik prostitusi menunjukkan wajah baru dalam bentuk yang lebih kejam dan tak manusiawi. Di Jakarta, total ada 21 anak yang dieksploitasi secara seksual dan diperdagangkan. Mereka direkrut dengan berbagai modus, dipaksa bekerja sebagai striptis, PSK, disiksa, dipukul, hingga dibebani dengan utang.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2FJOG-prostitusi2_1579613688.jpeg)
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus (tengah) memimpin konferensi pers di Markas Polda, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020), tentang pengungkapan sindikat perdagangan anak untuk prostitusi di salah satu kafe di Kampung Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara.
Koordinator dari Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPTA) Indonesia, Ahmad Sofian, mengatakan, prostitusi anak di Indonesia masih sulit diberantas. Situasi ini tidak terlepas dari permintaan terhadap anak secara global untuk kebutuhan seks yang terus meningkat. ”Sayangnya, di negara berkembang, salah satunya di Indonesia, penanganan masalah ini masih minim, bahkan bukan jadi skala prioritas,” katanya, Minggu (16/2/2020), di Jakarta.
Baca juga: Polres Jaksel Bongkar Kasus Prostitusi Anak di Kalibata City
Data 2018, Global Report on Trafficking in Persons menyebutkan, korban perdagangan manusia paling banyak menyasar perempuan dan anak. Korban perdagangan manusia di kalangan perempuan sebesar 49 persen dan anak perempuan (23 persen). Dari jumlah itu, bentuk perdagangan manusia paling banyak terjadi akibat eksploitasi seksual, yaitu mencapai 59 persen.
Adapun di Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, selama kurun waktu periode Januari-Februari 2020, total ada 60 anak yang jadi korban eksploitasi. Dari angka itu, ada sekitar 40 anak dijerumuskan dalam praktik prostitusi. KPAI menemukan ada 10 anak positif terinfeksi radang serviks yang diduga kuat akibat dipekerjakan sebagai PSK.
Ahmad mengatakan, praktik prostitusi masih sulit diberantas karena ada anggapan anak-anak yang masuk ke jeratan prostitusi akibat kehendak mereka sendiri. Prostitusi anak yang muncul di kota besar juga dinilai sebagai dampak dari kecederungan manusia pada era modern yang hidup hedonis, materialis, dan akibat dari berkembangnya industri hiburan dan pariwisata.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F09%2Fcc99a69c-604b-45d8-acba-925551ad9de1_jpg.jpg)
Kutipan chatting dengan penjaja prostitusi dalam jaringan di Line dengan nama akun Jeje. Ia memutuskan untuk bertemu setelah identitas aslinya diketahui.
”Perkembangan teknologi yang makin maju, permintaan terhadap anak makin gila dan terus meningkat. Dan pemerintah belum memberikan respons yang sistematis dan terukur mengatasi persoalan ini,” katanya.
Dari segi penegakan hukum, penanganan masalah prostitusi dinilai belum serius dan ada kesan tebang pilih. Itu karena saat kasus prostitusi anak dibongkar, pihak-pihak yang diadili dan ditangkap hanya perekrut dan mucikari. Sementara pelanggan atau pengguna selalu berhasil lolos.
Baca juga: Kepada Siapa Anak Indonesia Berlindung
Menurut Ahmad, persoalan utama anak terlibat prostitusi tak semata-mata karena kemiskinan. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah memutus mata rantai permintaan terhadap anak.
”Tidak penting mempertimbangkan apakah anak setuju atau tidak setuju masuk ke dalam pasar seks itu. Yang harus dilakukan adalah menghentikan orang tidak membeli seks, dan ketika ada pembelian seks, itu ada tindakan dari pemerintah kepada pembeli dan kepada sindikat,” kata Ahmad.

Kejahatan serius
Kasus prostitusi anak yang dibongkar Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara di Kelapa Gading, Jakarta Utara, 6 Februari 2020, menambah rentetan kejahatan serius pada anak yang membutuhkan perhatian sejumlah pihak. Sembilan anak asal Indramayu direkrut dari kampung dan orangtuanya diberi uang. Uang itu kemudian dihitung sebagai utang yang akan dilunasi setelah sembilan anak itu bekerja.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, beberapa kejahatan prostitusi anak yang terjadi di Jakarta, seperti di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, dan Kelapa Gading, termasuk kejahatan serius. Ruang lingkup eksploitasi anak sudah tak sekadar prostitusi, tetapi bagian dari perbudakan.
”Ini sudah menjadi bagian dari jaringan internasional yang memenuhi unsur-unsur seksual komersial dan ekploitasi ekonomi yang mengarah ke perbudakan seks dan pelanggaran terhadap kemanusian yang ditentang internasional,” kata Arist.
Menurut Arist, kasus pada 2020 dikategorikan sebagai perbudakan seks karena ada perpindahan tempat, ada agnesi, ada utang piutang, ada ekploitasi seks, dan ekploitasi ekonomi. Unsur-unsur itu merupakan bagian dari defenisi perbudakan seks sesuai dengan Konvensi hak-hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2F684a04bb-7373-41c6-ac7c-40c10f1bfebb_jpg.jpg)
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait memberikan keterangan saat pengungkapan kasus kejahatan perdagangan orang dan perlindungan anak dengan korban tiga anak di bawah umur, di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).
Baca juga: Anak-anak Indonesia Diperdagangkan
Dunia malam Jakarta
Anak-anak yang dijerumuskan dalam praktik prostitusi yang terungkap di Jakarta merupakan korban dari kebutuhan dunia hiburan malam Jakarta. Pada Kamis (13/2/2020), Kompas menelusuri salah satu tempat hiburan malam di wilayah Jakarta Pusat. Tempat itu diduga kuat menjadi tempat sembilan anak asal Indramayu dieksploitasi dan diperjualbelikan.
Di salah satu gedung yang remang-remang, dentuman suara musik yang tak kunjung reda, berbagai jenis hiburan malam disuguhkan. Ada yang duduk sembari meneguk minuman keras, ada yang menikmati dentuman musik dengan bergai jenis genre, hingga menyaksikan 10 penari striptis beraksi di pentas sudut ruangan itu.
Di sisi lain gedung itu, ada sejumlah perempuan berpakaian rapih dan bercelana panjang mondar-mandir mendekati pengunjung yang didominasi lelaki. Tak jelas apa yang dibicarakan, tetapi tak lama kemudian perempuan itu pergi dan kembali lagi membawa perempuan-perempuan muda dengan pakaian minim. Perempuan-perempuan itu kemudian menemani para pengunjung bersama-sama meneguk minuman keras, saling bercerita, hingga kemudian saling berangkulan meninggalkan tempat hiburan itu.
Isna (20), salah satu perempuan asal Subang, Jawa Barat, yang bekerja di tempat itu, mengatakan, dirinya sudah bekerja di sana selama dua minggu. Setiap malam ia bertugas menemani pengunjung hingga memenuhi hasrat seksual pelanggan. Tarif yang Isna dapatkan saat melayani satu pengunjung sebesar Rp 365.000. Dari jumlah itu, ia hanya mendapat Rp 105.000 dari setiap pelanggan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F12%2Fcover_1575355116.jpg)
Salah satu narasumber yang diwawancarai dalam peliputan kasus prostitusi daring di Manado, Sulawesi Utara.
Baca juga: Polisi Kembali Bongkar Prostitusi Anak di Jakarta Utara
Perempuan itu setiap malam rata-rata melayani 3-5 pengunjung. Bekerja di tengah dunia malam Jakarta yang gemerlap rupanya tak membuat para perempuan yang dipekerjakan memenuhi hasrat pelanggan itu bahagia. ”Pahit,” hanya itu yang dikatakan Isna ketika ditanya terkait perasaannya bekerja di sana. Permintaan seks di tempat hiburan malam itu memang cukup ramai. Sejak Kompas tiba pukul 00.00 hingga pukul 02.00, proses transaksi terus berjalan. Para penari striptis yang berada di salah satu sudut gedung itu juga tak sepi penonton.
Di Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara, yang merupakan salah satu tempat prostitusi yang digerebek Polda Metro Jaya pada 13 Januari 2020 karena ada satu kafe yang mempekerjakan 10 anak sebagai PSK, kini sepi saat malam hari. Pada Sabtu (15/2/), tempat di pinggir rel kereta yang sebelumnya ramai itu minim penerangan. Hal itu terjadi karena Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara sudah memutus aliran listrik ke kafe-kafe di sana.
Kepala Polisi Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi mengatakan, pihaknya berkomitmen memberantas praktik prostitusi di wilayah Jakarta Utara. Berbagai tempat hiburan malam di wilayah Jakarta Utara akan selalu diawasi agar tidak mempekerjakan atau mengeksploitasi anak di bawah umur. ”Intinya bahwa kami ingin menjadikan wilayah Jakarta Utara sebagai daerah ramah anak. Ini kami lakukan bersama dengan melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat, dan seluruh lapisan masyarakat,” katanya.

Suasana tempat prostitusi kelas bawah yang terletak sekitar 50 meter dari perkampungan Bongkaran.
Pencegahan
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI Ai Maryati Soliha mengatakan, kejahatan prostitusi anak merupakan kejahatan luar biasa. Ada serangkaian hak-hak anak yang terlanggar karena dijerat menjadi korban perdagangan manusia dan prostitusi. ”Dalam hal ini, kalau mau bicara pencegahan harus masif dan terukur sehingga menyentuh berbagai lapisan. Kalau rencana aksi hanya melibatkan, misalnya Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan, belum cukup membangun situasi yang kondusif,” kata Ai.
Baca juga: Sembilan Anak Jadi Korban Perdagangan Manusia di Jakarta Utara
Pencegahan prostitusi anak tak hanya berupa transfer nilai, tetapi juga membangun kebudayaan baru. Misalnya, di tengah perkembangan teknologi yang kian maju, pemerintah seharusnya juga membangun kebudayaan penggunaan internet yang tak berdampak pada agar penyalahgunaan untuk kejahatan.
”Jadi, ada ruang pencegahan yang selalu dioptimalkan, di-update sesuai situasi terkini dan mendesak lembaga-lembaga terkait untuk dijadikan sebuah program,” katanya.
Kepala Bidang Perlindungan Anak Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Atwirlany Ritonga mengatakan, persoalan eksploitasi terhadap anak membutuhkan penanganan dari pencegahan sampai dengan penuntasan kasus. Kementerian PPPA sedang berupaya membangun fungsi edukasi kepada orangtua karena peran orangtua sejauh ini masih sangat minim.
”Kami juga punya gerakan perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat di tingkat desa. Kami sudah bekerja sama dengan Kementerian Desa agar anggaran desa digunakan untuk program perlindungan anak,” katanya, Senin (10/2).

Pesan untuk menghentikan kekerasan terhadap anak terwujud dalam mural di Jalan Raya Meruyung, Depok, Jawa Barat, Sabtu (19/3). Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang dirilis pada 15 Februari lalu menyatakan bahwa terdapat 1.844 kasus kekerasan terhadap anak sejak pergantian tahun. DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan daerah dengan kasus terbanyak.