Idul Fitri, Momentum Merawat Keberagaman dan Soliditas Bangsa
Persatuan sesama umat Islam maupun bangsa mesti dibangun di atas nilai persaudaraan yang autentik. Setiap insan memiliki kesamaan iman dan kesatuan kemanusiaan untuk bersatu dalam paham dan keragaman lainnya.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Suasana umat Islam menunaikan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (22/4/2023). Pemerintah menetapkan Idul Fitri 2023 jatuh pada tanggal 22 April 2023.
JAKARTA, KOMPAS - Pada Idul Fitri 1444 Hijriah ini, masyarakat diharapkan meningkatkan kualitas diri, serta mengeratkan solidaritas dan persatuan. Perayaan ini harus menjadi momentum untuk meningkatkan silaturahmi, juga kualitas ukhuwah umat dan bangsa di tengah perbedaan. Terlebih lagi, tantangan terhadap soliditas bangsa akan semakin besar, di mana salah satunya adalah memasuki tahun politik menuju Pemilihan Umum 2024.
Hal itu disampaikan sejumlah pejabat Negara, cendekiawan muslim, tokoh agama, dalam sejumlah kesempatan berbeda.
”Setelah satu bulan kita berpuasa, kini kita dapat merayakan Idul Fitri dan bersilaturahmi dengan keluarga, orangtua, dan juga kerabat. Tahun ini adalah mudik pertama tanpa PPKM, setelah tiga tahun kita berada dalam suasana pandemi (Covid-19). Tentunya pergerakan masyarakat akan jauh meningkat, lebih padat dan lebih ramai. Untuk itu, saya mengimbau Bapak/Ibu dan Saudara-saudara sekalian untuk tetap berhati-hati saat mudik dan juga saat arus balik nantinya. Selamat hari raya Idul Fitri,” tutur Presiden Jokowi dalam rekaman video yang diunggah pada kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (21/4/2023).
Pada bagian lain, Presiden Jokowi menyampaikan mohon maaf lahir dan batin. ”Semoga amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima Allah SWT,” tandasnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2022-2027 Haedar Nashir mengungkapkan, ukhuwah atau persatuan sesama umat Islam maupun bangsa mesti dibangun di atas nilai persaudaraan yang autentik. Setiap insan memiliki kesamaan iman dan kesatuan kemanusiaan yang diberikan Tuhan untuk bersatu dalam paham dan keragaman lainnya.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Presiden Joko Widodo menyapa usai melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Raya Sheik Zayed, Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (22/4/2023).
Haedar mengatakan, perbedaan apapun jangan menghalangi satu sama lainnya untuk bersatu. Namun, bersatu itu bukan identik yang tunggal. Ujian ukhuwah justru terjadi di kala ada perbedaan agar tidak saling menyalahkan, menghujat, berseteru, dan bermusuhan.
“Tantangannya persatuan atau ukhuwah itu harus dijadikan energi positif secara kolektif dalam memajukan umat dan bangsa,” kata Haedar, Minggu (23/4/2023). Idul Fitri, tambah Haedar, harus jadi momentum untuk meningkatkan kualitas ukhuwah umat dan bangsa di tengah perbedaan. Semua pihak harus semakin dewasa dalam berbeda, dan tidak terpancing oleh perdebatan-perdebatan yang membawa perseteruan yang didasarkan pada ananiyah hizbiyah atau fanatisme golongan.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Alissa Wahid, Minggu (23/4/2023) mengungkapkan, masyarakat penting memahami bahwa semua orang tidak hanya harus terbiasa dengan adanya perbedaan, tetapi juga memperkuat persatuan. “Gus Dur pernah mengatakan, karena kita ini Bhinneka Tunggal Ika, maka yang beda jangan disama-samakan, yang sama jangan dibeda-bedakan. Perbedaan dalam berlebaran, misalnya, harus dirayakan. Begitu juga dengan perbedaan pandangan dari para calon pemimpin. Semakin berbeda, semakin beragam, dan seharusnya semakin memperkuat persatuan,” ujar Alissa.
Alissa menambahkan, tahun politik saat ini akan menjadi tantangan besar bagi masyarakat, terutama apabila narasi-narasi yang muncul dikaitkan dengan agama. Guna menjaga soliditas masyarakat di tengah ancaman perpecahan memasuki tahun politik, ia berharap para tokoh politik mampu menahan diri untuk tidak menghalalkan segala cara demi memenangkan kekuasaan.
Cendekiawan muslim, Husein Ja'far Al Hadar atau yang dikenal dengan Habib Ja'far menilai, momentum silaturahmi tanpa sekat yang dijalani dengan lebih bermakna pada Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah harus dijaga sekuat-kuatnya. Sebab, tantangan terhadap solidaritas bangsa akan kembali diuji pada tahun depan saat memasuki tahun politik menuju Pemilihan Umum 2024.
STEPHANUS ARANDITIO
Tangkapan layar cendekiawan muslim, Husein Ja'far Al Hadar atau Habib Ja'far di Bondowoso, Jawa Timur saat diwawancara harian Kompas melalui teleconference dari Jakarta, Minggu (23/4/2023).
"Pasti di penghujung 2023 ini akan banyak tantangan yang akan sedikit mengganggu atau bahkan mengoyak solidaritas kita sesama anak bangsa. Ini harus kita siapkan dengan momentum perekatan saat Lebaran ini, karena berarti ini Lebaran terakhir sebelum 2024," kata Habib Ja'far yang sedang mudik ke Bondowoso, Jawa Timur saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (23/4/2023).
Untuk mengantisipasi silaturahmi Lebaran 2023 yang terpecah akibat Pemilu 2024, setiap masyarakat harus optimistis dan kritis pada isu-isu politik identitas yang memecah bangsa pada pemilu sebelumnya. Demokrasi adalah saling toleransi pada setiap perbedaan, termasuk perbedaan pandangan politik.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan supaya amalan yang sudah dilakukan sepanjang bulan Ramadhan dilanjutkan setelah Idul Fitri 1444 Hijriah. Ibadah puasa yang semestinya melatih manusia untuk menahan lapar, haus, serta nafsu dan lebih memedulikan fakir miskin perlu dilanjutkan.
”Menyambut Idul Fitri agar dilakukan dengan khusyuk, khidmat, tetap menjaga ketertiban, persaudaraan dan persatuan, menghindarkan diri dari sikap berlebihan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa menimbulkan permusuhan,” ujar Wapres Amin dalam acara Takbir Akbar Nasional dan Pesan Idul Fitri 1444 Hijriah secara daring, Jumat (21/4/2023). (NIN/WKM/Z02/Z04/Z05/Z06)