BeRI sampai ke Ujung Negeri
Layanan perbankan dalam negeri, khususnya BRI, harus menjangkau warga di pulau-pulau terpencil, pulau terdepan, dan daerah perbatasan, terutama di kawasan timur Indonesia.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F5ebe77db-55f1-417d-8167-f17f01dcb11d_jpg.jpg)
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso seusai pertemuan dengan Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta sejumlah bank BUKU IV dan BUKU III lainnya di Jakarta, Kamis (5/3/2020)
”Sudah saatnya rakyat negeri ini terbebas dari belenggu kemiskinan dan jeratan lintah darat…. Aku ingin rakyat sejahtera untuk membangun negeri tercinta.” (Raden Bei Aria Wirjaadmadja, 1831-1909, perintis pendirian BRI)
Purwokerto, ibu kota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, adalah sebuah kota kecil. Menurut data Badan Pusat Statistik Banyumas, jumlah penduduk di daerah yang diusulkan menjadi kota itu pada akhir 2019 adalah 237.905 orang.
Jumlah penduduk Banyumas secara keseluruhan, awal tahun ini, tak kurang dari 1,693 juta jiwa, dengan jumlah warga miskin sekitar 211.600 orang atau sekitar 12,5 persen, dengan mayoritas warga miskin berada di desa. Kondisi kependudukan Banyumas tidak lebih baik jika dibandingkan dengan angka nasional, yang pada Maret 2020 memperlihatkan jumlah penduduk miskin tak kurang dari 9,78 persen dari total penduduk. Warga miskin di Jateng hingga akhir tahun 2019 sekitar 11,41 persen dari jumlah penduduknya.
Kemiskinan yang mendera penduduk Banyumas, termasuk Purwokerto—ditulis dalam aksara Jawa menjadi Purwakerta—sudah berlangsung lama. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, akhir tahun 1890-an, penduduk Karesidenan Banyumas banyak yang miskin, dan semakin termiskinkan, tidak hanya karena dijajah oleh Belanda, tetapi juga terjerat lintah darat. Rentenir memberi pinjaman berbunga tinggi kepada rakyat.
Tak banyak yang tahu nama Purwokerto, yang bisa saja keliru dengan Purwareja di Jateng atau Purwakarta di Jawa Barat. Jika menyebut nama BRI, nyaris 270 juta rakyat negeri ini mengetahuinya. BRI tidak bisa dipisahkan dengan Purwokerto, Banyumas, dan rakyatnya yang miskin pada masa lalu. Buku Seratus Tahun Bank Rakyat Indonesia 1895-1995 (Humas BRI Jakarta, 1995) mencatat, Patih Banyumas Raden Bei Aria Wirjaatmadja sebagai perintis berdirinya BRI, yang Rabu (16/12/2020) ini merayakan usianya yang ke-125 tahun.
Aria Wiriaatmadja bersama tiga temannya mendirikan cikal bakal BRI sekarang ini, yaitu De Poerwokertosche Hulp- en Spaarbank der Inlandsche Hoofden (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pribumi Purwokerto) pada 16 Desember 1895, sebagai bank perkreditan rakyat pertama di Nusantara, yang mengelola simpan-pinjam dari kas masjid. Badan usaha itu berubah namanya menjadi Hulp En Spaarbank Der Inlandasche Bertuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi. Tanggal 16 Desember dijadikan sebagai hari jadi Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebagai kelanjutan bank yang didirikan Aria Wirjaatmadja.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F06%2F5e7355df-9f8c-4029-9608-eb1354fdfeb8_1_1591277110.jpg)
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (Bank BRI) Sunarso (tengah), bersama Direktur Keuangan Bank BRI Haru koesmahargyo (kiri) dan Direktur Bisnis Mikro Bank BRI Supari (kanan) pada diskusi Kompas 100 CEO Talks di gedung Menara Kompas, Jakarta, Senin (9/3/2020).
Pertengahan tahun lalu, keluarga Aria Wirjaatmadja melalui Yayasan Raden Aria Wirjaatmadja, BRI, dan Ferlino Film Production meluncurkan film biografi berjudul Raden Aria Wirjaatmadja, Perintis Bank Pribumi, yang diangkat dari buku karya Iip D Yahya. Produser film itu, Ricky Ferlino, menuliskan, pembentukan bank oleh Aria Wirjaatmadja mendapat dukungan dari Asisten Residen Purwokerto Eugenius Sieburgh, yang sekaligus menjadi notaris. Aria Wirjaatmadja mendirikan bank itu bersama Raden Atma Sapradja, Raden Atma Soebrata, dan Raden Djadja Soemitra, yang adalah pejabat pribumi di Banyumas kala itu. Tak hanya bermodalkan dari gaji dan kas masjid, Aria Wirjaatmadja pun mendapat tambahan modal untuk membantu rakyat Banyumas saat itu dari perhiasan milik istrinya, Raden Ayu Kenthi Wirjaatmadja.
Kepedulian Aria Wiraatmadja pada kemiskinan rakyat Banyumas, khususnya di Purwokerto, terlihat saat ia menghadiri pesta khitanan yang sangat meriah, yang diadakan seorang guru. Siman, nama warga itu, yang mengadakan pesta melampaui kemampuannya, dengan meminjam uang dari seorang rentenir. Pada saatnya, Siman tidak mampu membayar utangnya dan sempat disiksa centeng dari pemilik uang itu. Istri Siman juga sempat akan dijadikan agunan sebelum akhirnya Aria Wirjaatmadja menyelesaikan persengketaan itu dengan membantu menutup utang tersebut serta mendorong kesadaran pengelolaan keuangan yang baik kepada warga. Apalagi, kebanyakan warga di Banyumas terjerat lintah darat karena sejak awal sudah terbelenggu kemiskinan.
Aria Wirjaatmadja, yang pada 1989 memperoleh penghargaan Hatta Nugraha, sebagai tokoh koperasi dalam berbagai kesempatan, ingin mengentaskan rakyat dari kemiskinan warga. Bersama rekan-rekannya, ia juga melawan bank thithil yang membebani rakyat dengan bunga berkali-kali lipat. Ia bertekad membantu warga yang miskin agar sejahtera sehingga bisa membangun negeri.
Baca juga: BRI Luncurkan QRIS untuk Transaksi di Pasar Tradisional
Saat pendudukan Jepang, Bank Prijaji—nama yang dipakai untuk memudahkan penyebutan bank yang didirikan Aria Wirjaatmadja—berganti nama menjadi Syoomin Ginko atau Bank Rakyat. Lalu menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946, sempat menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat (Barris), tahun 1960 menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN), Bank Negara Indonesia (BNI) Unit II tahun 1968, dan kembali menjadi BRI hingga saat ini, dengan berbagai perkembangan badan hukumnya. Namun, sejak kelahirannya, bank ini memang diarahkan untuk memberdayakan rakyat kecil yang miskin dan tak berdaya.
Sejak kelahirannya, bank ini memang diarahkan untuk memberdayakan rakyat kecil yang miskin dan tak berdaya.
Kembali rakyat kecil
Tahun 2005, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melaporkan dalam buku berjudul Bank BRI Keluar dari Krisis, dari Restrukturisasi sampai IPO, yang menunjukkan tidak selamanya perjalanan bank tertua di Indonesia ini mulus-mulus saja. BRI yang pernah mewujudkan swasembada pangan pernah pula terseok akibat kredit macet karena memberikan kredit kepada perusahaan besar sesuai dengan kehendak penguasa. Bank pelat merah ini merugi pada 1980-an.

Akan tetapi , seperti dituliskan tim Indef, BRI besar bersama rakyat sehingga strategi kembali memperhatikan rakyat kecil, khususnya yang bergerak di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), adalah hal yang benar. Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah (saat itu) dalam pengantar buku itu menyatakan, ”Kinerja BRI dalam mendorong sektor UMKM telah banyak kita ketahui. Fokus usahanya di bisnis mikro tersebut justru menjadi kantong penyelamat semasa krisis menimpa.”
Dalam catatan Kompas, Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad pernah menegaskan, sebagai bank yang mempunyai jaringan terbesar dan terluas di Indonesia, BRI hendaknya bisa mengangkat rakyat kecil yang tertinggal. BRI jangan mudah tergoda dan harus tetap berpegang pada misi awal membantu rakyat kecil. BRI harus tetap pada jalur, keep on tracking. Saat itu, 70 persen kredit BRI disalurkan untuk UMKM. Direktur Utama BRI (saat itu) Djoko Santoso Moeljono mengakui, perjalanan BRI sejak berdiri tidak bisa dipisahkan dari rakyat kecil. ”Tingkat bermasalah dari Kupedes hanya 2,1 persen. Karena itu, kami yakin rakyat kecil dapat dipercaya,” kata Djoko (Kompas, 18/12/1995).
Baca juga: Dirut BRI Sunarso: Bantu UMKM Gerakkan Roda Ekonomi Lebih Kencang
Strategi memperhatikan rakyat kecil, khususnya UMKM, sampai saat ini tak berubah, bahkan terus ditingkatkan. Direktur Utama BRI Sunarso dalam Pembukaan UMKM Export Briliantpreneur secara virtual, Kamis (10/12/2020), mengatakan, tahun ini, di tengah pandemi Covid-19, perseroan yang dipimpinnya telah menyalurkan kredit Rp 754 triliun untuk UMKM. Angka itu setara dengan 80,65 persen dari total kredit BRI yang sebesar Rp 935 triliun.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F908559E8-A5E2-4DC9-8763-376A7172B1C7_1564122198.jpeg)
Kapal Bahtera Seva II untuk layanan Teras Kapal BRI bersandar di Pelabuhan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (25/7/2019). Teras Kapal Bahtera Seva merupakan layanan perbankan di atas kapal untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Presiden Joko Widodo mengingatkan, layanan perbankan dalam negeri, khususnya BRI, harus menjangkau warga di pulau-pulau terpencil, pulau terdepan, dan daerah perbatasan, terutama di kawasan timur Indonesia. ”Saya akan terus mendorong perbankan melakukan inovasi layanan ke daerah yang selama ini belum terlayani perbankan, terutama di wilayah pulau terluar dan daerah perbatasan. Dengan inovasi perbankan ini, tentu akan membantu pemerintah mempercepat pemerataan di seluruh Tanah Air,” kata Presiden saat meresmikan Teras BRI Kapal Bahtera Seva I, layanan perbankan di atas kapal bagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Kompas, 5/8/2015).
Layanan perbankan dalam negeri, khususnya BRI, harus menjangkau warga di pulau-pulau terpencil, pulau terdepan, dan daerah perbatasan, terutama di kawasan timur Indonesia.
Baca juga: Di Pulau-pulau Kecil, Akses Layanan Perbankan Kian Mudah
Berikan layanan sampai ke ujung negeri dan berdayakan rakyat kecil. Tantangan ini sejalan dengan tema laporan tahunan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada 2019 dan dalam rangka menyambut usia BRI ke-125 tahun 2020, yakni ”Tak Pernah Berhenti Menumbuhkembangkan dan Memberdayakan yang Kecil Menjadi Semakin Berarti bagi Negeri”.