Obby (22) tengah menyikat tempurung tiga kura-kura aldabra saat beberapa orang datang menghampiri. Di tangan kanannya ada sikat gigi dan tangan satunya memegang wadah berisi minyak zaitun.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Obby (22) tengah menyikat tempurung tiga kura-kura aldabra saat beberapa orang datang menghampiri. Di tangan kanannya ada sikat gigi dan tangan satunya memegang wadah berisi minyak zaitun. Kata dia, tempurung kura-kura harus diberi minyak agar tidak kering, terlebih di ruangan ber-AC.
”Kalau kering, nanti tempurungnya jadi mudah keropos. Tempurungnya juga lebih bagus setelah diberi minyak. Jadi mengilap,” kata Obby saat ditemui di acara Indonesia International Pet Expo, Tangerang, Banten, Jumat (2/8/2019).
Kura-kura aldabra berasal dari Aldabra, sebuah pulau karang di Seychelles yang terletak di barat laut Madagaskar. Hewan ini kerap dijuluki kura-kura raksasa karena ukurannya yang besar seiring bertambahnya usia si kura-kura. Hewan ini juga terkenal berusia panjang. Usianya ditengarai bisa mencapai puluhan hingga ratusan tahun.
Nikko (20), pemilik kura-kura, mengatakan, tiga aldabra miliknya masing-masing berusia lima tahun. Aldabra tersebut dipelihara sejak panjangnya masih sekitar 10 sentimeter. Kini panjang mereka sudah lebih dari 70 sentimeter.
Memelihara aldabra boleh dibilang tidak sulit. Aldabra cuma butuh dimandikan, dijemur, lalu diberi makan. Memandikannya pun tidak perlu sering-sering. Cukup seminggu sekali atau saat aldabra dirasa kotor setelah berendam di kubangan air, lalu ia buang air di kubangan.
Makanan aldabra juga tidak susah didapat. Semua makanan sehari-hari mereka tersedia di pasar tradisional, misalnya sawi hijau, kangkung, wortel, pisang, pepaya, serta aneka buah dan sayuran lain. Tidak ada takaran khusus untuk memberi makan aldabra. Kata Nikko, mereka tidak pernah kenyang.
”Saya pernah coba kasih 5 kilogram makanan ke setiap aldabra dalam sehari. Makanan itu dihabisin sama mereka, tuh,” kata Nikko.
Bukan tanpa alasan Nikko memelihara tiga hewan reptil tersebut. Menurut dia, memelihara kura-kura merupakan budaya orang Tionghoa karena hewan itu melambangkan keberuntungan dan umur panjang. Ia sendiri telah memelihara kura-kura sejak masih anak-anak.
Selain kura-kura aldabra, ia juga memelihara hewan lain, seperti
chameleon, ular, iguana, burung murai, sugar glider, hingga tikus. Beberapa hewan tersebut kemudian ia jadikan hewan ternak buat ladang usaha, yakni ular, iguana, dan kura-kura.
”Walaupun begitu, saya belum berniat beternak kura-kura aldabra. Saya dengar aldabra jantan susah sekali ditemukan di Indonesia. Kabarnya hanya ada lima di negara ini,” katanya.
Pereda stres
Bagi sebagian orang, binatang peliharaan bak teman pereda stres sehari-hari. Ada yang memilih hewan berbulu nan lucu sebagai teman, ada pula yang memilih hewan reptil bersisik untuk diajak bermain. Apa pun jenisnya, para pemilik hewan rela menjadi orangtua asuh buat teman pereda stresnya itu.
Salah satu orangtua asuh itu ialah Ardi (23) dan Rose (21). Keduanya datang ke acara Indonesia International Pet Expo (IIPE) 2019 dengan mendorong stroller berisi dua anjing jenis corgi (keduanya mengenakan popok). Satu corgi lainnya mereka biarkan berada di luar stroller, sedangkan satu anjing jenis chihuahua mereka gendong dalam pelukan.
Buat mereka, memelihara satu anjing saja tidak cukup. Mereka memutuskan menambah tiga anjing lain secara bertahap setelah memikirkan kondisi anjing pertama mereka, si chihuahua.
”Kasihan anjing pertama kami. Dia tidak punya teman buat diajak bermain. Jadi, kami memutuskan buat memberi dia ’adik-adik’ baru,” kata Rose.
Ardi menambahkan, anjing-anjing peliharaannya membuat ia senang bukan kepalang. Ia mengaku bahagia setiap kali bermain dengan teman-teman berbulunya itu. Selain bertampang lucu, tingkahnya pun tidak kalah lucu.
”Anjing itu lucu sekali buat saya. Mereka setia dan juga bisa diajak bermain. Mereka seperti pereda stres,” kata Ardi.
Hal serupa pun disetujui oleh Dewi Savitri (32), pencinta sugar glider. Ia memelihara beberapa hewan mungil itu. Salah satunya berusia dua tahun.
Buat Dewi, sugar glider tak ubahnya hewan yang membuatnya senang. Wajahnya lucu, bulunya lembut, dan karakter sugar glider pun unik. Sugar glider yang masih muda suka sekali gelendotan di jari-jari pemiliknya.
”Sugar glider ini sifatnya tergantung dari sang pemilik. Semakin sering hewan ini diajak main dan dibuat senang, maka sugar glider akan semakin jinak. Saya biasanya menyarankan orang-orang untuk memelihara sugar glider yang masih muda karena lebih mudah dibuat jinak,” kata Dewi.
Ajang berkumpul
Indonesia International Pet Expo ini bisa dibilang ajang bertemunya para pencinta hewan peliharaan. Sejak siang hingga sore hari, mereka hilir mudik sambil membawa hewan peliharaan masing-masing, kebanyakan anjing. Anjing tersebut ada yang memakai baju, popok, syal, hingga didorong dalam stroller.
Menurut Chief Executive Officer IIPE 2019 Didit SYS, acara ini merupakan acara untuk memanjakan manusia bersama hewan-hewan peliharaannya. Pasalnya, masih sedikit tempat yang permisif terhadap hewan peliharaan. Selain itu, IIPE dibuat agar para pelaku usaha yang berhubungan dengan hewan peliharaan bisa tumbuh bersama-sama.
”Ini bisa disebut perkumpulan para pencinta hewan. The pets are welcomed. Tidak usah khawatir bila hewan buang air di sini karena kami punya petugas yang disebut poop helper. Jumlah petugas itu 65 orang,” kata Didit.
Ini adalah tahun kelima IIPE diselenggarakan. IIPE pertama dilaksanakan pada 2015 dan peminatnya belum sebanyak sekarang. IIPE diadakan pada 2-4 Agustus 2019 di Indonesia Convention Exhibition, Tangerang, Banten.
Sebelum diselenggarakan, Didit terlebih dahulu riset ke beberapa negara yang menggelar acara pameran binatang. Ia ingin agar IIPE di Indonesia bisa setara dengan pameran kelas dunia. Untuk itu, ia menggelar beberapa acara diskusi soal hewan dan kontes binatang peliharaan di IIPE.
”Di sini juga ada pet check point yang bisa digunakan buat mengecek kesehatan hewan. Bila hewan peliharaan dinyatakan tidak sehat, mereka tidak boleh masuk ke dalam tempat acara,” kata Didit.