Selain di luar negeri, fenomena ”love scam” juga ditemukan di dalam negeri. Korban dari pelaku ”love scammer” pun sudah banyak. Dalam bahasa Indonesia, apa padanan yang pas untuk frasa ”love scam” dan ”love scammer”?
Oleh
Lucia Dwi Puspita Sari
·3 menit baca
Membaca berita utama Kompas, Kamis (21/4/2022), ”Penipu Berkedok Cinta Berkeliaran di Dunia Maya”, mengingatkan saya akan film orisinal Netflix, The Tinder Swindler. Film ini membuat saya merasa gemas dan geram pada sesosok laki-laki bernama Simon Leviev.
Leviev memang digambarkan sebagai pria dambaan para perempuan. Dengan pengakuannya sebagai anak pengusaha berlian dan menampilkan gaya hidup glamor di media sosial, mudah sekali ia membuat para perempuan jatuh hati.
Melalui aplikasi kencan daring Tinder, Leviev memikat hati para perempuan dengan kata-katanya yang romantis hingga akhirnya para perempuan itu terlena dan tanpa mereka sadari memberikan apa saja yang diminta Leviev. Kartu kredit dan uang jutaan dollar AS pun berpindah kepada Leviev. Dia bisa berfoya-foya dengan uang hasil rayuan gombalnya itu.
Perilaku Leviev inilah yang dinamakan love scam atau romance scam. Penipuan bermodus percintaan. Leviev, sang love scammer, pun selalu mempunyai modus untuk memeras lawan jenisnya dengan memanipulasi perasaan cinta sang perempuan.
Love scam atau romance scam berdasarkan fbi.gov adalah a criminal adops a fake online identity to gain a victim’s affection and trust. The scammer then uses the illusion of a romantic or close relationship to manipulate and/or steal from the victim (seorang kriminal yang menciptakan identitas palsu untuk mendapatkan kasih sayang dan kepercayaan korban. Setelah itu penipu menggunakan hubungan percintaannya itu untuk memanipulasi atau mencuri sesuatu dari sang korban).
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Tiga korban penipu berkedok cinta Faris Ahmad Faza (31), yaitu dari kiri ke kanan TR (31), LI (25), dan LL (28), saat melapor bersama-sama di Polres Kediri Kota, Jawa Timur, Minggu (20/3/2022).
Dalam bahasa Indonesia, selain bisa dipadankan dengan penipuan bermodus cinta, love scam atau romance scam bisa juga dipadankan dengan penipuan berkedok cinta.
Akan halnya pelakunya, love scammer, bisa dipadankan dengan penipu bermodus cinta atau penipu berkedok cinta. Dalam bahasa sehari-hari malah kerap kita temukan padanan yang berkelas frasa benda (frasa nominal) itu sebagai penipu cinta dan penipuan cinta.
Sepanjang belum ada padanan yang ajek, paling tidak frasa di atas bisa dipakai untuk digunakan sehari-hari. Upaya pengindonesiaan itu dapat meminimalkan penggunaan istilah Inggris yang berseliweran di mana-mana.
Dalam bahasa Indonesia, selain bisa dipadankan dengan penipuan bermodus cinta, ’love scam’ atau ’romance scam’ bisa juga dipadankan dengan penipuan berkedok cinta.
Perilaku seperti yang dipertontonkan Leviev inilah yang sering membuat para perempuan menjadi korban. Apalagi dalam situasi pandemi seperti ini, semua orang lebih sering berkomunikasi melalui media sosial.
Berawal dari berkenalan melalui aplikasi pertemanan Facebook ataupun Tinder, biasanya penipu cinta pun mulai mengeluarkan jurus-jurusnya hingga akhirnya terjalin asmara antara penipu cinta dan sang korban.
Berdasarkan informasi di Instagram PPATK, @ppatk_indonesia, jenis penipuan yang dilakukan penipu cinta ini ada dua. Pertama, sang penipu membujuk rayu hingga akhirnya korban teperdaya dan mau mengirimkan uang kepada pelaku dengan alasan usaha.
Kedua, penipu cinta membujuk korban agar mau mengirimkan foto yang bersifat pribadi yang nantinya foto tersebut bisa digunakan pelaku untuk memeras korban dengan ancaman penyebaran foto.
Penipuan cinta ini sebenarnya bisa dicegah apabila kita berhati-hati jika ada orang yang meminta berkenalan melalui media sosial. Hindari mengumbar informasi diri, jangan sampai terlena oleh rayuan-rayuannya.
Penting untuk mengingat nasihat orangtua waktu kita kecil, ”don’t talk to strangers” (jangan berbicara dengan orang asing), sebelum tabungan kita terkuras habis di tangan si penipu cinta.