Banyak pengguna bahasa yang menggunakan kata ”muhrim” sebagai orang yang tidak memiliki ikatan keluarga dan tidak boleh bersentuhan, padahal anggapan itu salah. Lalu, apa arti sebenarnya dari kata ”muhrim”?
Oleh
Amin Iskandar
·3 menit baca
Dalam rubrik ini telah sering diulas berbagai gejala ketidakcermatan berbahasa. Penyebab ketidakcermatan itu terjadi karena sejumlah faktor. Salah satunya karena sebuah kata atau istilah sudah umum digunakan oleh masyarakat luas sehingga dianggap sebagai bentuk yang baku.
Padahal, tidak selamanya kata yang sudah familiar digunakan merupakan bentuk yang sesuai dengan kaidah. Kesalahkaprahan pun terus berulang.
Kasus ini terjadi pula pada kata muhrim. Kata ini sering kita dengar dalam keseharian. Dalam percakapan sehari-hari, sebagian kita mungkin pernah mendengar orang berkata, ”Maaf, jangan sentuh, bukan muhrim.”
Kalimat tersebut umumnya dimaksudkan untuk mengingatkan laki-laki dan perempuan Muslim yang tidak memiliki ikatan keluarga untuk tidak bersentuhan. Jadi, kata muhrim dipakai dalam konteks yang berkaitan dengan keturunan (nasab) dan pernikahan.
Selain dalam percakapan, kata muhrim juga dapat kita jumpai dalam pemberitaan di media massa.
Ambil contoh sebuah berita dengan judul sebagai berikut: Taliban Wajibkan Wanita Afghanistan Didampingi Muhrim jika Pergi di Atas 72 Km
Di dalam tubuh berita disebutkan bahwa otoritas Taliban Afghanistan melarang kaum perempuan melakukan perjalanan di atas 72 kilometer tanpa didampingi muhrim atau kerabat laki-lakinya. Juru bicara kementerian otoritas Taliban menjelaskan bahwa pria yang menemani harus kerabat dekat.
Memang, selama ini kata muhrim sering digunakan untuk mengacu pada anggota keluarga yang tidak boleh atau tidak bisa dinikahi, misalnya ayah, ibu, adik atau kakak kandung, paman, bibi, dan seterusnya.
Namun, apakah makna sebenarnya dari muhrim memang demikian? Mari kita telusuri arti kata tersebut.
Kata muhrim berasal dari bahasa Arab, berarti ’orang yang melakukan ihram’. Adapun ihram adalah keadaan seseorang yang telah berniat untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Ketika jemaah haji atau jemaah umrah telah memasuki daerah mikat (miqat), kemudian dia mengenakan pakaian ihramnya dan menghindari semua larangan ihram, orang ini disebut muhrim.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga jelas disebutkan bahwa muhrim bermakna ’orang yang sedang mengerjakan ihram’.
Jadi, konteks kata muhrim selalu berkaitan dengan ibadah haji atau umrah. Sungguh berbeda dengan arti kata muhrim yang dipahami masyarakat selama ini, yang antara lain telah disebutkan dalam contoh di atas.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan kata muhrim untuk konteks tentang keturunan dan pernikahan tidak tepat karena melenceng dari makna yang sebenarnya.
Pertanyaan selanjutnya, kata apa yang benar-benar tepat sebagai pengganti kata muhrim untuk konteks tersebut?
Ternyata, kata yang sesuai adalah mahram, yang juga diserap dari bahasa Arab. Mahram adalah perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab, yakni karena keturunan, sesusuan, dan hubungan perkawinan.
Dalam KBBI, kata mahram juga memiliki makna ’orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antaranya’ dan ’orang laki-laki yang dianggap dapat melindungi wanita yang akan melakukan ibadah haji (suami, anak laki-laki, dan sebagainya)’.
Kata muhrim dipakai dalam konteks ibadah haji atau umrah, sedangkan mahram terkait dengan keturunan dan pernikahan.
Dari penjelasan tersebut, sudah jelas bahwa arti kata muhrim dan mahram sangat berbeda. Kata muhrim dipakai dalam konteks ibadah haji atau umrah, sedangkan mahram terkait dengan keturunan dan pernikahan.
Namun, entah bagaimana mulanya, kata muhrim malah sering digunakan dalam konteks yang tidak tepat. Kata tersebut menggantikan mahram yang sepertinya malah ”kurang terdengar”, padahal merupakan bentuk kata yang sesuai dengan konteksnya.
Adapun contoh penggunaan kata mahram yang sesuai dengan maknanya dapat dilihat dari kalimat yang dicuplik dari berita berikut ini: Taliban memerintahkan maskapai penerbangan di Afghanistan bahwa perempuan tidak dapat naik penerbangan domestik atau internasional tanpa pendamping laki-laki atau mahram.
Dari pembahasan ini, diharapkan tidak lagi terjadi kesalahkaprahan dalam memahami kata muhrim dan mahram.