Saat Meta (Facebook) Terpaksa Harus Segera Berubah
Kasus Meta ini menjadi peringatan bagi perusahaan teknologi lain bahwa mereka tidak bisa duduk manis berlama-lama. Dulu mereka mendisrupsi perusahaan lama, kini mereka juga mengalami masalah yang mirip.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Laporan keuangan Meta—dulu bernama Facebook—pada triwulan keempat 2021 yang menunjukkan penurunan drastis laba bersih per saham membuat heboh. Banyak analisis muncul dan bahkan mempertanyakan masa depan platform yang satu ini. Kini kita menunggu langkah Meta untuk memperbaiki keuangan perusahaan. Perusahaan yang melakukan disrupsi pun harus segera berubah.
CEO Meta Mark Zuckerberg menyebutkan sesuatu yang sangat penting di pertemuan semua lapisan manajerial ketika menghadapi masalah perusahaan sekarang ini dan juga investasi ke depan. Mark berusaha membangunkan anggota timnya untuk bergerak maju, melakukan perubahan, dan membuat inovasi.
”Bergerak cepat”, ”membangun hal-hal yang luar biasa”, dan ”hidup di masa depan” adalah di antara nilai-nilai internal baru Meta yang diperkenalkan oleh Mark Zuckerberg pada sebuah pertemuan beberapa hari lalu, seperti ditulis The Guardian. Ucapan ini muncul ketika perusahaan bergulat dengan masalah besar yang berkembang di inti usahanya. Sementara mereka hendak menuju bisnis baru, yaitu realitas virtual dan dunia meta (metaverse).
Dalam sebuah unggahan yang dibagikan ke halaman Facebook, Zuckerberg mengatakan, Meta sekarang adalah perusahaan dunia meta yang membangun masa depan koneksi sosial ketimbang perusahaan media sosial. Perusahaan juga sekarang menyebut karyawannya dengan sebutan ”metamates”, yang menurut seorang eksekutif mengacu pada slogan angkatan laut ”ship, shipmate, self”.
Semua ini berawal dari laporan keuangan Meta pada kuartal keempat 2021 yang jauh dari harapan. Laba bersih (earning per share) yang diharapkan pada kuartal itu sebesar 3,84 dollar AS per saham ternyata hanya 3,67 dollar AS per saham. Laporan itu langsung membuat harga saham Meta terjungkal 22 persen. Hingga dalam berita-berita media daring di Indonesia disebutkan Meta kehilangan uang Rp 3.400 triliun.
Orang kemudian membuat spekulasi terkait dengan penurunan laba bersih per saham ini. Bisnis Facebook drop karena media berbasis teks memiliki masa depan yang suram. Mereka menduga karena media berbasis teks sudah mulai kalah dengan gambar dan video seperti yang disinggung secuil oleh Mark dalam salah satu pidatonya.
Pertama, perlu diingatkan bahwa berbicara Facebook tidak hanya soal bisnis platform Facebook, tetapi juga bisnis mereka yang lain. Apalagi, sekarang ketika perusahaan induknya berubah menjadi Meta, tampak jelas Facebook hanyalah salah satu pilar.
Ada beberapa pilar yang masih mengalami kerugian. Dalam segmen Reality Labs, mereka mengalami kerugian 3,3 miliar dollar AS. Segmen ini membutuhkan waktu lama untuk memberikan keuntungan karena proyek ini berkaitan dengan misi baru Meta, yaitu hadir di dunia meta.
Masalah privasi akibat kebijakan baru dalam sistem operasi iOS juga memukul Meta. Kemampuan mereka untuk terus menavigasi perubahan privasi terbaru dari Apple itu menjadi kunci bisnis mereka ke depan. Fitur yang disebut Transparansi Pelacakan Aplikasi yang diterapkan iOS telah menjadi penghalang bagi aplikasi seperti Facebook dan Snap untuk menambang data dari para pengguna. Padahal, mereka mengandalkan data semacam itu untuk membuat ruang iklan yang dijual kepada calon pengiklan. Menurut CFO Meta David Wehner di salah satu laman internet, fitur iOS akan merugikan Meta untuk bergerak maju.
Kalau berbicara kekalahan Facebook dalam konteks dia sebagai platform berbasis teks, sebenarnya sudah ada tanda-tanda sejak beberapa tahun lalu. Ketika itu, untuk pertama kalinya pendapatan mereka turun. Saat itu, mereka kemudian menguatkan Instagram yang berbasis gambar atau foto. Ketika platform gambar dihajar oleh video (Tiktok), mereka berinovasi dengan membikin Lenso. Akan tetapi, proyek ini gagal.
Mereka kemudian membuat Reels, yaitu sebuah platform untuk video pendek. Cara ini meniru kesuksesan IG Story menghadapi Snapchat. Reels ternyata sukses. Kini mereka akan berkonsentrasi penuh pada Reels untuk menghadapi perkembangan Tiktok.
Masalah kontekstual yang tidak hanya dialami Facebok saja, tetapi perusahaan lain, adalah persoalan inflasi. Inflasi AS pada bulan Desember melonjak 7 persen dan disebut tertinggi sejak 40 tahun yang lalu. Angka inflasi yang tinggi dan masalah ekonomi makro lain menyebabkan pengeluaran para pemasang iklan menurun. Facebook menyadari hal ini. Mereka mendengar dari pengiklan bahwa tantangan ekonomi makro, seperti inflasi, kemudian biaya dan gangguan rantai pasokan, berdampak pada anggaran pengiklan.
Tekanan aturan-aturan yang akan diterapkan di sejumlah negara dan kebijakan persaingan usaha juga mulai menekan Meta. Dalam sebuah laporan di Financial Times, informasi soal tekanan ini muncul dalam laporan internal mereka yang bocor ke luar. Tanda-tanda tekanan itu sudah bisa dilihat dari beberapa negara yang memperlihatkan sikap bahwa perusahaan teknologi tidak bisa di atas otoritas.
Oleh karena itu, beberapa negara menekan peran perusahaan teknologi secara signifikan. Beberapa negara juga mulai menekan perusahaan teknologi dengan alasan untuk melindungi usaha di dalam negeri.
Kini, Meta alias Facebook berusaha mencari peluang baru. Dunia meta mungkin solusi, tetapi pendapatan besar tidak akan didapat dalam waktu dekat. Mereka harus bekerja keras membangun dunia meta. Saat ini lebih banyak investasi agar dunia meta versi mereka segera terwujud dibandingkan memanen pendapatan.
Kasus Meta ini menjadi peringatan bagi perusahaan teknologi lain bahwa mereka tidak bisa duduk manis berlama-lama. Dulu mereka mendisrupsi perusahaan lama, kini mereka juga mengalami masalah yang mirip. Perubahan harus segera dilakukan ketika ada tanda-tanda sekecil apa pun.