Perluas Akses Air Minum dan Sanitasi untuk Cegah Risiko Penyakit
Sebagian penduduk Indonesia belum memiliki akses air minum dan sanitasi yang layak serta aman. Keduanya merupakan hak dasar manusia yang harus dipenuhi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum semua penduduk Indonesia memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak serta aman. Pemerataan akses membutuhkan komitmen pemerintah serta kerja sama berbagai pihak, termasuk masyarakat dan swasta.
Direktur Perumahan dan Permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, cakupan akses air minum pada 2020 sebesar 90,2 persen. Adapun cakupan akses perpipaan di Indonesia sebesar 20,7 persen.
”Dari sisi air minum perpipaan, kita masih sangat tertinggal dibanding negara-negara lain, seperti Thailand dan Singapura,” kata Tri pada diskusi daring, Kamis (26/8/2021).
Akses perpipaan di Singapura dan Hong Kong mencapai 100 persen. Cakupan akses perpipaan di negara-negara Asia Tenggara pun lebih tinggi dari Indonesia, seperti Thailand (70 persen), Malaysia (95 persen), Vietnam (43 persen), dan Filipina (40 persen).
Disparitas akses air minum juga menjadi salah satu masalah. Sumber air minum utama masih didominasi air minum dalam kemasan dan air isi ulang (39 persen), sementara yang menggunakan air pipa 10 persen, sumur bor atau pompa 19 persen, sumur terlindungi 15 persen, dan air hujan 2 persen. Sebanyak 7 persen orang menggunakan sumber air minum tak layak.
Belum semua daerah di Indonesia punya akses air minum langsung dari keran. Ini karena sistem perpipaan yang ada belum bisa menjamin keamanan air untuk langsung diminum.
Padahal, perhitungan biaya untuk konsumsi air minum perpipaan sekitar Rp 1.600 per bulan per orang. Itu jauh lebih murah dari biaya konsumsi air minum dalam kemasan atau air isi ulang yang mencapai Rp 284.000 per bulan per orang.
”Ini bukan hanya untuk menyediakan air minum yang terjangkau, tapi juga air yang higienis untuk kebutuhan sehari-hari. Ini butuh pendekatan kinerja dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) agar bisa mencapai air minum berkualitas. Kemauan masyarakat untuk mengakses air pipa juga dibutuhkan untuk menciptakan permintaan (akan air bersih),” tutur Tri.
Pemerhati isu air minum dan sanitasi Basah Hernowo mengatakan, ketersediaan air bersih untuk dikonsumsi akan berpengaruh pada banyak hal, termasuk mendukung rencana pengembangan pariwisata. Air minum yang layak dan aman juga berpengaruh pada kesehatan.
Ketersediaan air minum dan sanitasi yang aman bisa mengurangi indeks risiko penyakit sebesar 0,39 persen. Hal ini juga menurunkan risiko diare, difteri, hingga tengkes (stunting) pada anak-anak.
”Pertanyaannya adalah apa pemerintah punya komitmen untuk memperbaiki layanan air minum (dan sanitasi)?” kata Basah.
Sementara itu, akses terhadap sanitasi yang layak di Indonesia sebesar 79,53 persen. Belum semua penduduk memiliki toilet di rumah sehingga mereka buang air besar sembarangan (BABS). Tercatat ada 6,19 persen orang di Indonesia yang masih melakukan BABS atau setara sekitar 16 juta orang. Sebelumnya pada 2010, ada 19,56 persen orang yang melakukan BABS.
Menurut Deputy Chief of Party USAID IUWASH Plus Alifah S Lestari, kerja sama berbagai pihak diperlukan untuk memperbaiki akses air minum dan sanitasi. Program yang dijalankan lembaganya, misalnya, merangkul masyarakat untuk meningkatkan perilaku hidup bersih.
”Selain itu, kami juga melakukan penguatan kinerja institusi (pengelola air minum dan sanitasi), penguatan pembiayaan, dan advokasi. Kemitraan strategis dengan beragam pihak perlu didorong karena ini tidak bisa dikerjakan sendiri,” ucap Alifah.
Program USAID IUWASH saat ini mencakup 35 kota/kabupaten dengan target meningkatkan akses air minum bagi 1,1 juta penduduk kota. Target juga mencakup peningkatan akses sanitasi.
Sebelumnya, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Josaphat Rizal Primana mengatakan, kolaborasi antarsektor telah dilakukan, salah satunya melalui Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KASN). KASN Ke-8 akan diselenggarakan pada 9 November 2021. Konferensi ini untuk memperkuat profil sektor air minum dan sanitasi, mengikat komitmen para pemangku kepentingan, hingga meningkatkan kolaborasi dan partisipasi (Kompas,7/8/2021).