Penuaan merupakan proses alamiah yang terjadi terus menerus pada setiap orang. Cepat lambatnya proses penuaan dipengaruhi oleh tubuh sendiri dan faktor lingkungan. Sampai saat ini masih terjadi kekerasan pada lansia.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Meskipun hingga kini tidak ada data yang pasti berapa jumlah kekerasan yang terjadi, fenomena kekerasan terhadap warga lanjut usia menimbulkan keprihatinan. Sejauh ini kekerasan terhadap warga lanjut usia tidak banyak terungkap ke publik, karena korban mengalami traumatis berulang dan tidak tahu harus melapor kepada dan kepada siapa.
Padahal, dalam realita sehari-hari orang sering mendengarkan kekerasan terhadap lanjut usia (lansia). Bahkan, menurut Nyimas Aliah, Asisten Deputi Perlindungan Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kekerasan lansia juga masuk dalam pemberitaan di media massa.
“Bukti konkret adanya berbagai bentuk kekerasan pada lanjut usia sebagian dikabarkan oleh media cetak maupun elektronik. Meskipun tidak tersedia data jumlah secara pasti, dipastikan data yang sesungguhnya jauh lebih banyak dari kasus yang diberitakan,” ujar Nyimas, pada Diskusi Grup Fokus yang membahas Draft Peraturan Menteri PPPA tentang Pedoman Gerakan Sayang Lansia, yang berlangsung secara daring, Jumat (18/9/2020).
Selain mengalami traumatis, lansia yang menjadi korban tidak tahu harus melapor ke mana dan kepada siapa, karena berada dalam situasi dan kondisi tidak berdaya. “Korban tidak melapor karena khawatir menambah permasalahan keluarga, dalam kondisi yang sudah sulit, ingin melindungi diri dan keluarga, terlebih jika ada ancaman kekerasan,” ujar Nyimas saat mengulas tentang hambatan pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis jender pada lansia.
Mengenai angka kekerasan terhadap lansia, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 menyebutkan ada 1,31 persen yang menjadi korban kejahatan pada setahun terakhir. Sebelumnya, Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SHPN) 2016 juga menemukan sebanyak 17,25 persen perempuan usia 50-64 tahun mengalami kekerasan ekonomi, 11,18 persen (kekerasan fisik) dan 24,43 persen (kekerasan seksual).
“Kekerasan terhadap lansia merupakan persoalan yang menyangkut martabat seseorang yang seharusnya dihormati dan dihargai oleh bangsa yang berbudaya. Seharusnya tidak boleh ada seorang lansia pun yang mengalami kekerasan,” kata Nyimas.
Lansia rentan mengalami kekerasan karena sejumlah faktor. Misalnya, lansia yang tidak mandiri dan sangat bergantung kepada keluarga atau orang lain, serta tinggal sendiri. Faktor lain, karena rendahnya pendidikan dan buta huruf, tidak memiliki penghasilan, kerja serabutan/ kerja kasar. Ada juga lansia yang menjadi orangtua tunggal. Kalau pun memiliki harta/ kekayaan rentan, sejumlah lansia sering diperdaya. Kerentanan makin tinggi saat lansia sakit-sakitan.
Tingkatkan perlindungan pada lansia
Melihat banyaknya kasus kekerasan yang menimpa lansia, selama beberapa tahun terakhir KemenPPPA gencar mengajak semua pihak untuk bersama-sama dalam Gerakan Sayang Lansia. Bahkan, saat ini KemenPPPA tengah menyusun Draf Permen PPPA tentang Pedoman Gerakan Sayang Lansia (GSL).
GSL adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, pemerintah desa/kelurahan, pemerintah daerah serta pemerintah dalam meningkatkan perlindungan terhadap lansia dengan memanfaatkan potensi yang ada, untuk menghapus terjadinya tindak kekerasan terhadap lansia baik lansia perempuan maupun laki-laki.
Adapun kegiatan Gerakan Sayang Lansia adalah pengembangan keluarga ramah lansia, pemberdayaan lansia, dan pengembangan lingkungan yang ramah lansia.
Pedoman GSL disusun untuk menjadi rujukan bagi kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media untuk menyelenggarakan gerakan sayang lansia.
Dengan adanya pedoman tersebut, diharapkan semua pihak memahami pentingnya peningkatan perlindungan lansia dari tindak kekerasan. Selain itu mengetahui hak asasi lansia, kekerasan terhadap lansia, karakteristik lansia, dan permasalahan lansia.
“Siapapun kita di dunia ini dengan proses hidup yang ada, kita akan menjadi tua. Cepat atau lambat penuaan itu akan terjadi pada diri kita semua. Pengaruhnya macam-macam, semua tergantung bagaimana sejak kandung, lahir, anak-anak, remaja, dewasa sampai tua, bagaimana ada keseimbangan dalam tubuhnya untuk tetap aktif menjalankan gerakan motoriknya,” ujar Mudjiati, dari Mitra Daya Setara, yang menjadi tim penyusun Pedoman GSL.
Meskipun lansia, diharapkan bisa tetap beraktivitas, berkontribusi, bahkan bisa memberikan sesuatu yang berharga bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa. Maka, lansia yang sehat dan mandiri aktif diharapkan bisa tercapai.
Akan tetapi, lansia baik laki-laki maupun perempuan tetaplah manusia, yang harkat dan martabatnya harus dihargai. Semua itu akan terwujud, dimulai dari keluarga lansia dan lansia yang bersangkutan.
Karena itulah, Gerakan Sayang Lansia menjadi penting, agar lansia terhindar dari berbagai kekerasan. Kehadiran Peraturan Menteri PPPA tentang Pedoman Gerakan Sayang Lansia menjadi salah satu upaya mewujudkan perlindungan lansia.