Transplantasi Ginjal Tingkatkan Harapan dan Kualitas Hidup
Transplantasi ginjal mampu meningkatkan kesehatan, kualitas hidup, harapan hidup, serta meringankan beban ekonomi keluarga dan negara. Namun, masih ada hambatan transplantasi di Indonesia.
Data United Network for Organ Sharing (UNOS) 1987-2012, rata-rata kesintasan pasien transplantasi ginjal 12,4 tahun, sedangkan pasien cuci darah (hemodialisis/dialisis peritoneal) 5,4 tahun.
“Transplantasi ginjal memberi tambahan rata-rata 4,4 tahun hidup untuk pasien,” kata dokter spesialis urologi Nur Rasyid dari Pokja Transplantasi Ginjal RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSCM, dalam virtual media briefing RSCM tentang layanan transplantasi ginjal di era kebiasaan baru, Jumat (11/9/2020).
Transplantasi ginjal memungkinkan penderita ginjal kronis (PGK) hidup lebih sehat, bisa makan dan minum seperti biasa, tidak lagi harus cuci darah, dapat beraktivitas seperti sebelum sakit, fungsi seksual dan fertilitas pulih, serta frekuensi konsultasi dokter makin lama makin berkurang.
Biaya transplantasi ginjal sama dengan tiga tahun hemodialisis. Bedanya, setelah transplantasi, penderita bisa hidup normal dan produktif. Karena itu transplantasi dinilai lebih ekonomis bagi keuangan keluarga maupun biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Saat ini, biaya transplantasi ginjal, sekitar Rp 300 juta, dicakup oleh BPJS Kesehatan.
Nur Rasyid menyatakan, angka keberhasilan transplantasi ginjal di Indonesia cukup tinggi, tidak kalah dengan Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru maupun negara-negara Eropa. Salah satu pasien, Leo Setiadi (66), masih bertahan. Transplantasi ginjal Leo dilakukan tim RSCM di RS PGI Cikini pada 1980 atau 40 tahun lalu.
Transplantasi ginjal tetap dilaksanakan di masa pandemi Covid-19. Sejauh ini tidak ada penularan Covid-19 pada transplantasi ginjal. Viral load SARS-CoV-2 sangat rendah di dalam darah, tidak ada virus hidup di organ selain paru dan saluran pencernaan.
Sejak Juni, ada 28 prosedur transplantasi ginjal yang dilakukan tim transplantasi ginjal RSCM. Sebanyak 16 transplantasi dilaksanakan di RSCM, sisanya dilakukan bersama tim dokter di beberapa rumah sakit lain.
Protokol ketat
Operasi dilakukan dengan protokol kesehatan sangat ketat. Antara lain, dokter bedah dan perawat masuk ruang operasi setelah pembiusan pasien. Saat operasi, ada filter untuk pengeluaran udara dari dalam perut pasien sehingga udara tetap bersih.
Direktur Utama RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Lies Dina Liastuti menuturkan, RSCM menerapkan protokol ketat untuk pencegahan Covid-19. Ada pemisahan antara pasien Covid-19 dan non Covid-19.
Penderita Covid-19 yang memerlukan hemodialisis disediakan tempat khusus, yakni di Kiara Ultimate. Bagian tersebut memiliki layanan lengkap bagi pasien Covid-19 dengan berbagai penyakit penyerta (komorbid).
Baca juga: Covid-19 Merusak Ginjal
Terkait transplantasi ginjal, sepanjang Januari-Maret 2020 RSCM telah melaksanakan 14 transplantasi ginjal. Sempat terhenti karena pandemi, kemudian dilakukan lagi prosedur transplantasi dengan protokol kesehatan ketat.
Menurut Kepala Departemen Urologi FKUI-RSCM Irfan Wahyudi, semua tenaga medis menjalani tes usap (PCR) setiap 2 minggu serta setelah bertemu dengan kasus probable dan confirmed Covid-19. Pasien (donor maupun penerima ginjal) menjalani dua kali tes usap sebelum operasi dan sekali setelah operasi. Sedangkan tes usap untuk penunggu pasien satu kali.
Jika hasil tes usap donor menunjukkan positif Covid-19, kata dokter ahli penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi Maruhum Bonar H Marbun dari Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM, transplantasi ginjal akan ditunda atau dibatalkan. Ada masa tunggu 28 hari sampai gejala hilang dan tes Covid-19 negatif. Penerima transplantasi ginjal juga harus dalam kondisi sehat.
Irfan memaparkan, transplantasi ginjal dilakukan dengan pendekatan multidisiplin dan komprehensif. Tidak hanya ahli urologi, tapi ada tim yang terdiri dari ahli anestesiologi, radiologi, kardiologi (jantung), pulmonologi (paru), patologi anatomi, patologi klinik, psikiatri dan ahli THT. Selain itu didukung unit hemodialisis, unit rawat inap, instalasi gizi, instalasi farmasi, kedokteran gigi, dan komisi etik. Sejak tahun 2013 lebih dari 50 prosedur transplantasi ginjal dilakukan tiap tahun di RSCM.
Kemajuan teknologi kedokteran memungkinkan pengambilan ginjal dari donor dilakukan dengan teknik laparoskopi, yakni lewat lubang kecil di perut, sehingga pemulihan lebih cepat.
“Setelah memberikan ginjal, kualitas hidup donor umumnya sangat baik, karena rajin konsultasi serta menjaga gaya hidup sehat,” ujar Irfan.
Hal itu dibenarkan oleh Agustina yang memberikan satu ginjalnya untuk suaminya, Ishak. Ia telah beberapa bulan hidup dengan satu ginjal, namun kondisinya tetap sehat dan segar.
Ishak menuturkan, menderita PGK akibat diabetes dan hipertensi. Setelah beberapa tahun, obat dan diet tak mampu lagi mempertahankan fungsi ginjalnya. Dua anaknya menjadi dokter sehingga bisa diajak diskusi. Ia memutuskan untuk transplantasi karena masih aktif bekerja dan keluarga sangat mendukung.
Ia juga memilih operasi di Indonesia karena meyakini kemampuan para dokter dan perawat. Lima minggu pasca operasi, Ishak sudah bisa beraktivitas kembali.
Tanpa gejala
Ade, penderita PGK dari Bandung, juga memilih menjalani transplantasi ginjal di RSCM, meski ada yang menyarankan untuk operasi di Singapura. Ginjal Ade bermasalah akibat hipertensi yang tidak dihiraukan.
Tahun 2016, saat menjalani pemeriksaan kesehatan rutin di tempat kerjanya, dokter menyatakan ada masalah di ginjalnya. Namun ia tidak percaya, karena merasa sehat. Mei 2019, tiba-tiba ia merasa sesak napas dan muntah. Hasil pemeriksaan menunjukkan jantung dan parunya terendam air, sehingga ia sempat harus cuci darah setiap hari. Setelah 15 bulan, ia memutuskan untuk transplantasi ginjal.
Menurut Bonar, PGK sering tanpa keluhan klinis berarti. Penderita bisa masih beraktivitas, kemudian tiba-tiba merasa mual, lemas, sesak napas. Setelah diperiksa fungsi ginjal tinggal 15 persen. Diagnosis ditegakkan lewat pemeriksaan laboratorium urine lengkap dan pemeriksaan kadar kreatinin darah.
Stadium PGK ditentukan oleh laju rata-rata penyaringan darah di glomerulus (GFR). Stadium 1 jika GFR dengan satuan ml/menit/luas 1.73 m2 permukaan tubuh masih lebih dari 90. Stadium 2 jika 60-89, stadium 3 jika angkanya 30-59, stadium 4 pada 15-29 dan stadium 5 atau GGT jika GFR kurang dari 15. Pada stadium 4 dan 5 dibutuhkan terapi pengganti ginjal.
Saat ini diperkirakan 12,5 persen penduduk Indonesia atau sekitar 30 juta menderita PGK dengan 100.000 penderita gagal ginjal terminal (GGT). Penyebab utama gangguan ginjal adalah diabetes disusul penyakit ginjal hipertensi.
Bonar menyatakan, kebanyakan pasien menjalani hemodialisis (lebih dari 90 persen), transplantasi ginjal 6 persen dan sisanya dialisis peritoneal.
Ada 11 RS pusat transplantasi ginjal di Indonesia, selain RSCM ada RS dr Soetomo Surabaya, RS dr Sardjito Yogyakarta, RS dr Saiful Anwar Malang, RS Sanglah Bali, RS dr Moewardi Solo, RS dr M Hoesin Palembang, RS dr Zainoel Abidin Aceh, RS H Adam Malik Medan, RS dr Hasan Sadikin Bandung, RS dr M Djamil Padang.
Masalah transplantasi ginjal di Indonesia adalah masih sangat sedikit orang yang bersedia menjadi donor.
Menurut Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Endang Susalit yang juga Ketua Indonesian Transplantation Society menyatakan, masalah transplantasi ginjal di Indonesia adalah masih sangat sedikit orang yang bersedia menjadi donor. Sejauh ini hanya ada donor hidup. Belum ada donor jenazah, yakni orang yang semasa hidupnya bersedia menyumbangkan ginjal ketika meninggal.
Hal senada dikemukakan Gerhard Reinaldi Situmorang dari Departemen Urologi FKUI-RSCM. Indonesia jauh tertinggal soal donor ginjal.
Data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) 2018, dari 66.433 pasien yang membutuhkan transplantasi ginjal, hanya 108 orang yang bisa menjalani transplantasi ginjal. Untuk itu dilakukan gerakan transplantasi lewat Indonesian Transplantation Initiatives (INTI). Yakni, gerakan multidisiplin nasional untuk mengembangkan layanan, pengetahuan dan regulasi transplantasi bagi masyarakat Indonesia dengan membangun sumber daya manusia, peningkatan kualitas hidup pasien (donor dan penerima) serta penguatan sumber daya lain dalam masyarakat. Tidak hanya untuk ginjal tapi juga transplantasi jantung, hati dan sebagainya.
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan donor hidup. Sedangkan di luar negeri sudah banyak donor jenazah. Karena itu perlu ditumbuhkan kesadaran untuk membantu sesama dengan menyumbangkan organ tubuh saat kita meninggal dan sudah tidak memerlukan lagi.