Alihkan Anggaran Belanja Daerah yang Tak Penting untuk Penanganan Wabah Covid-19
Pada masa darurat saat ini, pemerintah daerah perlu memfokuskan seluruh anggaran yang ada untuk penanganan wabah Covid-19, termasuk anggaran yang tidak bisa diimplementasikan sekarang, contohnya biaya perjalanan dinas.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat mengimbau seluruh pemerintah daerah memfokuskan anggaran pemerintah daerah untuk penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah daerah juga diminta mengalihkan anggaran yang tidak bisa diimplementasikan di masa darurat, salah satunya anggaran perjalanan dinas.
Data Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, hingga kini 686 orang yang positif terinfeksi korona tersebar di 24 provinsi dari total 34 provinsi, artinya tinggal 10 provinsi yang belum ditemukan kasus positif. Kasus meninggal juga mencapai 55 orang yang tersebar di tujuh provinsi.
Jumlah pasien yang sudah sembuh atau yang sudah dua kali menjalani tes dengan hasil negatif adalah 30 orang. Mereka tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, dan Yogyakarta.
Direktur Managemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri Safrizal Za menjelaskan, daerah yang belum memiliki kasus positif diminta segera menetapkan status siaga darurat, sedangkan daerah yang sudah memiliki kasus positif statusnya wajib tanggap darurat.
”Wabah penyakit ini sudah di depan mata sehingga anggaran yang sudah diatur pemerintah daerah difokuskan ulang untuk penanganan dan pencegahan menyebarnya wabah ini,” kata Safrizal dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (25/3/2020).
Safrizal menjelaskan, fokus ulang anggaran juga diikuti dengan realokasi anggaran belanja daerah yang dinilai tidak penting ke persoalan penanganan dan pencegahan. Pemerintah daerah bisa berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Pemerintah.
”Karena bekerja di rumah dan tetap berada di rumah jadi anggaran perjalanan dinas bisa dialihkan ke penanganan wabah, belanja yang tidak penting dalam kondisi sekarang ini juga bisa dipangkas dan dipindah,” ungkap Safrizal.
Sesuai dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2020, lanjut Safrizal, terdapat delapan jenis belanja dalam penanganan bencana, seperti pemenuhan sandang, pangan, dan kebutuhan dasar lainnya, termasuk juga sosialisasi.
”Pembatasan sosial dan fisik perlu diterapkan secara disiplin, pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka yang tinggal di rumah atau bekerja dari rumah,” ungkap Safrizal.
Ia menambahkan, banyak daerah di pelosok yang belum mendapatkan informasi wabah ini secara utuh, seperti beberapa desa di Papua dan daerah terpencil lainnya. Ia meminta pemerintah daerah bisa tetap mengunjungi dan melakukan sosialisasi dengan selalu memperhatikan protokol penanganan wabah Covid-19.
”Pemerintah daerah harus serius menyampaikan sosialisasi ini dengan beragam cara, kalau ada cara lokal, silakan digunakan, tetapi tetap memperhatikan protokol,” ungkap Safrizal.
Hal serupa juga disampaikan Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo Pr. Menurut dia, dalam kondisi seperti ini, perlu ada solidaritas sosial untuk mereka yang menderita dan juga miskin.
”Pentingnya menyelamatkan ekonomi sektor informal dan komunitas-komunitas kecil di luar sana yang tidak bisa banyak berbuat di tengah situasi ini, harus ada campur tangan bersama untuk menciptakan solidaritas sosial,” katanya.
Benny mengambil contoh, seperti gerakan berbagi pulsa seribu, gerakan komunitas ojek yang tetap mengantar makanan dari warung atau pedagang kecil, yang semuanya dilakukan melalui teknologi media sosial. ”Gerakan menjadi kekuatan komunitas dan juga pemerintah untuk membantu yang kecil,” ujarnya.