Sebagai garda terdepan di rumah sakit, merawat dan mengobati pasien adalah tugas mereka. Tetapi, bagaimana apabila mereka harus bersentuhan langsung dengan pasien itu positif atau diduga terkena virus korona baru?
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Merawat pasien adalah tugas yang sudah diemban Satinah, Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, selama lebih kurang 25 tahun. Namun, tak bisa dimungkiri, masuknya virus korona (coronavirus) baru atau SARS-Cov-2 menuntut ia dan perawat lainnya bekerja lebih keras.
Terlebih, RSUP Persahabatan telah disiapkan sebagai salah satu Rumah Sakit Rujukan Penyakit Infeksi Emerging (PEI) oleh pemerintah. Hingga Kamis (5/3/2020), setidaknya 10 pasien kategori dalam pengawasan yang dirawat di ruang isolasi RSUP Persahabatan. Selain itu juga terdapat 21 pasien dalam pemantauan yang melakukan rawat jalan.
”Merawat pasien memang menjadi tugas kami, tapi dengan adanya virus korona kami butuh kekuatan lebih, baik dari sisi tenaga maupun psikologis,” kata Satinah saat ditemui di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Untuk merawat para pasien di ruang isolasi, RSUP Persahabatan menyiapkan setidaknya 43 perawat khusus. Mereka dibagi dalam tiga jam kerja. Masing-masing giliran jaga 10-12 perawat. Dalam sehari, mereka akan melakukan kunjungan ke ruang isolasi sedikitnya tiga kali.
Alat pelindung diri (APD) yang mereka gunakan saat menyambangi ruang isolasi adalah APD yang terstandardisasi. Mulai dari baju hazmat yang mirip baju astronot, masker N95, kacamata goggle, sepatu boat, dan sarung tangan. Perlengkapan tersebut sama seperti yang mereka gunakan saat merawat pasien suspect H5N1 atau flu burung beberapa tahun silam.
Tak jarang, pemakaian APD yang rapat tersebut menguras tenaga mereka sehingga ada batasan waktu yang diterapkan saat berada di ruang isolasi, yakni 2-3 jam. ”Untuk itu harus dilakukan secara bergantian karena (memakai APD ini) terasa pengap,” ujar Satinah.
Sementara itu, semua perawat wajib diperiksa suhu tubuhnya sebelum bertugas. Mereka yang tidak fit akan diminta beristirahat dan digantikan dengan perawat lain. Artinya, perawat harus dipastikan 100 persen sehat sebelum bertugas.
Selain menguras tenaga, tak sedikit perawat yang juga mengalami beban psikologis saat hendak menangani pasien dalam pengawasan akibat virus korona baru. Hal tersebut sering kali terlihat dari tingkah laku dan mimik wajah para perawat saat akan masuk ke ruang isolasi.
Satinah amat menyayangkan jika ada masyarakat yang memberikan isolasi sosial kepada para petugas kesehatan rumah sakit. Tak benar jika petugas kesehatan adalah kelompok yang rentan menyebarkan virus korona baru SARS-Cov-2 sebab mereka telah dibekali dengan APD dan prosedur standar operasi dalam menjalankan tugas.
Satinah kini justru berharap agar masyarakat memberikan dukungan kepada petugas medis dan petugas paramedis, terutama dalam bentuk doa. Hal itu sangat berarti bagi petugas agar bisa bersemangat mengabdikan dirinya untuk masyarakat dan negara. ”Kami mohon doa dari masyarakat agar tetap diberikan kesehatan dan semangat. Kami sudah disibukkan dengan pasien-pasien yang datang,” ucapnya.
Satinah amat menyayangkan jika ada masyarakat yang memberikan isolasi sosial kepada para petugas kesehatan rumah sakit. Tak benar jika petugas kesehatan adalah kelompok yang rentan menyebarkan virus korona baru SARS-Cov-2. Sebab, mereka telah dibekali dengan APD dan prosedur standar operasi dalam menjalankan tugas.
Apalagi, tugas Satinah terkadang tak hanya berkutat dengan penanganan pasien di rumah sakit saja. Sebagai seorang tenaga kesahatan, ia juga sering kali memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai virus korona baru dan Covid-19. Bahkan, jika ada tetangga yang minta diantarkan ke rumah sakit, ia bersedia mengantar meskipun itu di luar jam kerjanya.
Kepala Seksi Perencanaan Bidang Pelayanan Keperawatan RSUP Persahabatan Sumedi menganggap bahwa masyarakat adalah prioritas utama baginya. Selama ini, pelayanan dan edukasi yang diberikan para petugas medis tak lain adalah ditujukan kepada mereka.
Jika ada masyarakat yang menganggap para tenaga kesehatan perlu dihindari dalam interaksi sosial sehari-hari, hal itu karena kurangnya pengetahuan terhadap penyakit akibat virus korona baru ini. Ia hanya berharap pengertian dari masyarakat.
Menyita waktu
Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, tak memungkiri bahwa Covid-19 sangat menyita waktunya. Selain harus menangani pasien, ia juga harus selalu memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak panik.
”Orang-orang mulai berdatangan ke rumah sakit, baik yang sakit maupun yang sehat. Mereka yang sehat datang ke rumah sakit untuk mengecek kesehatan mereka karena biasanya habis bepergian dari luar negeri,” katanya.
Erlina biasanya bekerja di RSUP Persahabatan pukul 07.30-16.00. Dengan merebaknya Covid-19, ia mengaku semakin sering menerima on call dari rumah sakit atau dokter lain untuk berkonsultasi. Bisa dikatakan, kesibukannya kini bertambah hingga tiga kali lipat.
Erlina menyadari, risiko penularan Covid-19 bagi tenaga kesehatan lebih besar dibandingkan di masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat seharusnya tak perlu merasa panik sebab tenaga kesehatan saja mampu menenangkan diri.
”Kekhawatiran dari keluarga (dokter) sudah pasti ada, tapi ini adalah risiko dari pekerjaan,” ungkapnya.
Covid-19 bukan merupakan penyakit infeksi pertama yang pernah Erlina tangani. Sebelumnya, ia juga pernah menangani severe acute respiratory syndrome (SARS), Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV), dan flu burung. Hal itu membuat orang-orang terdekatnya tak merasa khawatir secara berlebihan karena mereka paham bahwa petugas medis dan paramedis sudah memiliki standar saat menangani pasien dengan penyakit-penyakit menular itu.
Erlina menyadari, risiko penularan Covid-19 bagi tenaga kesehatan lebih besar dibandingkan di masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat seharusnya tak perlu merasa panik sebab tenaga kesehatan saja mampu menenangkan diri.
Menurut dia, kekhawatiran masyarakat umum kepada tenaga kesehatan menjadi sesuatu yang berlebihan. Sebab, selain menggunakan APD pengendalian infeksi, dokter dan perawat juga diwajibkan mandi di ruangan khusus sebelum berganti pakaian.
”Jangan ada stigma kepada pasien ataupun tenaga kesehatan. Ketika sampai di rumah, mereka benar-benar sudah steril,” ucap Erlina.
Epidemilog sekaligus Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI), Syahrizal Syarif, mengungkapkan, peluang tenaga kesehatan terkena virus korona baru ini kecil. Banyak kasus tenaga kesehatan di negara lain terinfeksi karena belum tahu pasien yang ditangani terinfeksi virus korona baru.
”Makanya pasien harus diobservasi khusus, jangan hanya di rumah. Selagi kasus belum banyak, tidak berlebihan diobservasi. Kalau lebih dari 50 kasus, mau bagaimana lagi,” katanya.
Jangan ada stigma kepada pasien ataupun tenaga kesehatan. Ketika sampai di rumah, mereka benar-benar sudah steril.
Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu berlebihan, tetapi penting untuk mereka mengetahui bahwa virus korona baru ini dapat menular secara langsung. ”Kenakan masker bagi orang sakit, orang sehat tidak perlu. Penularan tidak langsung, maka cuci tangan pakai sabun atau cairan antiseptik,” ujarnya.