Penelitian terbaru menunjukkan, mereka yang didiagnosis menderita parkinson sebelum usia 50 tahun mungkin dilahirkan dengan sel-sel otak yang tak teratur. Ini harapan baru untuk deteksi dini dan pengobatan parkinson.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Lebih dari 10 juta orang di di dunia menderita parkinson, penyakit degeneratif akibat kerusakan otak yang selama ini tidak diketahui penyebabnya dan belum bisa disembuhkan. Selama ini pengobatan untuk penyakit parkinson lebih untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Kini, ada harapan penyakit ini bisa dideteksi sejak dini dan disembuhkan.
Penyakit ini terjadi ketika neuron otak yang memproduksi dopamin, zat yang membantu mengoordinasikan pergerakan otot, rusak atau mati. Hal ini menyebabkan sejumlah gejala pada penderita, antara lain tremor, gangguan motorik, gangguan daya ingat, tungkai kaku, juga gangguan keseimbangan badan. Gejala yang muncul pada setiap penderita tidak sama dan berkembang makin lama semakin buruk.
Dalam kebanyakan kasus, penyebab pasti kerusakan atau kematian neuron otak yang memproduksi dopamin tidak jelas dan selama ini belum diketahui obatnya. Penyakit parkinson itu sendiri tidak fatal, tetapi komplikasi penyakit ini bisa berakibat serius, bahkan kematian.
Sebagian besar pasien berusia di atas 60 tahun ketika didiagnosis menderita parkinson, sekitar 10 persen berusia 21-50 tahun. Almarhum Muhammad Ali, petinju dunia yang meninggal di usia 74 tahun pada 2016, misalnya, didiagnosis menderita parkinson di usia 40-an tahun. Secara umum, laki-laki berisiko 1,5 kali lebih tinggi terkena parkinson daripada perempuan.
Setelah dideteksi pertama kali pada 1817 oleh dr James Parkinson dari Inggris, penelitian terbaru menunjukkan, orang-orang yang didiagnosis menderita parkinson sebelum usia 50 tahun mungkin dilahirkan dengan sel-sel otak yang tidak teratur. Tim peneliti dari Cedars-Sinai Medical Center, Los Angeles, Amerika Serikat, menemukan hal ini setelah meneliti sel induk (sel punca) pada penderita.
Penelitian terbaru menunjukkan, orang-orang yang didiagnosis menderita parkinson sebelum usia 50 tahun mungkin dilahirkan dengan sel-sel otak yang tidak teratur.
Meski belum diketahui penyebab sel-sel otak yang tidak teratur tersebut, ”Penelitian baru ini memberikan harapan bahwa suatu hari nanti kita mungkin dapat mendeteksi dan mengambil tindakan sedini mungkin untuk mencegah penyakit ini,” kata Prof Michele Tagliati, Direktur Program Gangguan Gerakan, Wakil Ketua Departemen Neurologi di Cedars-Sinai seperti dikutip Science Daily pada 27 Januari 2020. Tagliati adalah rekan penulis penelitian ini.
Hasil penelitian yang berjudul ”Penyakit Parkinson Mungkin Mulai Sebelum Kelahiran” ini dipublikasikan di jurnal Nature Medicine pada awal 2020. Fokus penelitian pada penderita parkinson usia muda, yaitu di bawah 50 tahun.
Dalam penelitian ini, tim peneliti mengambil sel induk (sel punca) khusus yang dikenal sebagai sel induk pluripotent terinduksi (induced pluripotent stem cells/iPSCs) dari sel-sel penderita parkinson di bawah usia 50 tahun. Proses ini termasuk mengambil sel-sel darah dewasa back in time ke keadaan embriotik primitif. Tim peneliti menggunakan iPSCs untuk menghasilkan neuron dopamin dari pasien, kemudian dianalisis fungsi neuronnya.
”Teknik kami ini memberi kami sebuah jendela back in time untuk melihat seberapa baik neuron dopamin mungkin berfungsi pada awal kehidupan pasien,” kata Prof Clive Svendsen, Direktur Cedars-Sinai, penulis senior pada penelitian ini.
Hasilnya, para peneliti mendeteksi dua kelainan kunci pada neuron dopamin. Pertama, akumulasi protein yang disebut alpha-synuclein yang terjadi pada sebagian besar pasien parkinson. Kedua, lisosom yang tidak berfungsi, struktur sel yang bertindak sebagai ”tong sampah” bagi sel untuk memecah dan membuang protein. Kerusakan ini dapat menyebabkan penumpukan alpha-synuclein.
”Apa yang kami lihat menggunakan model baru (iPSCs) ini adalah tanda-tanda awal parkinson. Tampaknya neuron dopamin pada orang-orang (yang diteliti) ini dapat terus salah menangani alpha-synuclein selama 20-30 tahun, yang menyebabkan gejala parkinson muncul,” kata Svendsen.
Menguji obat
Para peneliti juga menggunakan model iPSCs untuk menguji sejumlah obat yang dapat memulihkan ketidaknormalan tersebut. Mereka menemukan satu obat, yang disebut PEP005, yang sudah disetujui oleh Food and Drug Administration (semacam Badan Pengawasan Obat dan Makanan) untuk merawat pasien pra-kanker kulit. Hasil uji di laboratorium dan pada tikus percobaan, obat ini mengurangi peningkatan kadar alpha-synuclein pada neuron dopamin.
Obat ini juga mengatasi kelainan lain yang mereka temukan pada neuron dopamin pasien, yaitu peningkatan kadar enzim yang disebut protein kinase C meskipun peran enzim ini dalam parkinson tidak jelas.
Selanjutnya, kata Tagliati, tim peneliti berencana menyelidiki bagaimana PEP005, yang saat ini tersedia dalam bentuk jel, dapat untuk mengobati atau mencegah parkinson pada usia muda. Tim peneliti juga akan mengembangkan apakah kelainan yang ditemukan pada neuron pasien muda ini juga ada pada kasus parkinson lainnya.
Tim peneliti berencana menyelidiki bagaimana PEP005 dapat untuk mengobati atau mencegah parkinson pada usia muda.
Dengan penelitian ini, ada harapan ditemukan obat untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit parkinson yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat, misalnya, berdasarkan data National Parkinson Foundation, kasus parkinson saat ini mencapai 1 juta orang dan diperkirakan tahun 2030 meningkat menjadi 1,2 juta orang.
Kondisi tersebut membebani perekonomian Amerika Serikat sebesar 51,9 miliar dollar AS, baik untuk biaya rawat inap dan obat-obatan maupun biaya nonmedis, seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan upah, pensiun dini, ataupun waktu pengasuh keluarga.