Ciri-ciri yang biasa muncul adalah gangguan siklus haid, baik periode haid yang memanjang maupun terlambat 2-3 bulan. Selain itu, ciri lainnya mengalami kelebihan hormon androgen yang ditandai dengan jerawat berlebihan.
Oleh
Deonisia Arlinta
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sindrom ovarium polikistik merupakan salah satu penyebab gangguan kesuburan pada perempuan. Biasanya, orang dengan gangguan ini memiliki kadar vitamin D yang rendah di dalam tubuhnya sehingga pemberian vitamin D bisa menjadi alternatif dalam pengobatan.
Hal itu sesuai dengan pemaparan Rizka Yurianda saat mempertahankan disertasi dalam sidang terbuka promosi doktor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Jakarta, Jumat (6/12/2019). Dia lulus dengan predikat yudisium A dan berhak menyandang gelar doktor ilmu obstetri dan ginekologi.
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah kelainan hormon atau endokrinologis yang terjadi pada perempuan usia subur. Gangguan ini bisa menyebabkan gangguan kesuburan atau infertilitas. Setidaknya, sekitar 40 persen angka kejadian infertilitas disebabkan oleh SOPK.
Rizka mengatakan, pola diet yang tidak sehat serta kurangnya aktivitas fisik menjadi pemicu timbulnya penyakit ini. Kebiasaan tersebut bisa menyebabkan terjadi resisten insulin yang menjadi penyebab gangguan kesuburan pada perempuan.
Gangguan haid
Adapun ciri-ciri yang biasa muncul pada perempuan dengan SOPK adalah gangguan siklus haid, baik periode haid yang memanjang maupun terlambat 2-3 bulan. Selain itu, ciri lainnya mengalami gangguan hiperandrogen atau kelebihan hormon androgen yang ditandai dengan jerawat berlebihan serta sel telur yang kecil seperti roda pedati.
Intervensi yang diberikan untuk mengatasi SOPK, tambah Rizka, pasien biasanya perlu melakukan modifikasi gaya hidup dengan mengurangi kalori, membatasi karbohidrat, serta meningkatkan aktivitas fisik. Dengan kasus infertilitas, pasien juga bisa mendapat obat penyubur serta pemberian hormon.
”Pemberian vitamin D bisa menjadi alternatif dalam pengobatan. Sekitar 70-80 persen penderita SOPK mengalami defisiensi vitamin D. Dengan begitu, intervensi ini bisa diberikan kepada pasien SOPK dengan defisiensi vitamin D tanpa harus diberikan obat penyubur,” ucap Rizka, yang merupakan Kepala Subdivisi Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
Guru Besar Tetap dan Konsultan Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi FKUI TZ Jacoeb menuturkan, masalah SOPK semakin banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan kesuburan. Selain karena faktor genetik, gaya hidup yang tidak sehat menjadi penyebab utama timbulnya gangguan tersebut.
”Dari 20 pasien saya yang datang dengan gangguan haid, sekitar 10 mengalami SOPK. Kondisi ini disebabkan pola makan yang tinggi karbohidrat, kurangnya aktivitas fisik, serta kurangnya paparan sinar matahari dengan kandungan UV B,” tuturnya.