Tremor Esensial Berbeda dengan Parkinson
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun sama-sama menyebabkan getaran berulang yang tidak beraturan pada tubuh, tremor esensial dan parkinson merupakan gangguan sistem saraf yang berbeda. Kedua penyakit ini juga membutuhkan terapi dan perawatan yang berbeda.
“Pada parkinson biasanya getaran timbul ketika tubuh, misalnya tangan, sedang beristirahat. Saat tangan akan digerakkan, getaran akan hilang. Sebaliknya pada tremor esensial. Getaran justru muncul ketika tangan bergerak, seperti saat menulis, menggenggam gelas, atau beraktivitas lain,” ujar Puspasari, spesialis saraf dari Rumah Sakit Bethsaida Gading Serpong, Tangerang Selatan dalam jumpa media bertajuk “Kaikokai Medical Tourism” di Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Ia menuturkan, penyebab tremor esensial hingga saat ini belum diketahui. Namun, penelitian menunjukkan gangguan sistem saraf pusat ini bersifat genetik. Karena itu, jika ada riwayat keluarga dengan tremor esensial, kemungkinan seseorang mengalami gangguan yang sama bisa lebih cepat.
Faktor genetik ini menyebabkan gejala tremor esensial lebih banyak ditemukan pada pasien usia produktif, yaitu sekitar 40 tahun. Hal itu berbeda dengan parkinson yang merupakan jenis penyakit degeneratif. Parkinson lebih banyak ditemukan pada usia lanjut.
Faktor genetik ini menyebabkan gejala tremor esensial lebih banyak ditemukan pada pasien usia produktif, yaitu sekitar 40 tahun. Hal itu berbeda dengan parkinson yang merupakan jenis penyakit degeneratif. Parkinson lebih banyak ditemukan pada usia lanjut.
Puspasari menambahkan, tidak ada pemeriksaan penunjang dalam diagnosis tremor esensial. Pasien dengan tremor esensial umumnya akan mengalami gejala awal yang ringan, seperti gerakan leher yang tidak terkontrol, perubahan suara, dan lidah yang bergetar.
Meski tidak mematikan, penyakit ini bisa memburuk seiring bertambahnya usia. Selain itu, penyakit ini juga membatasi aktivitas pasien sehingga menurunkan kualitas hidupnya.
Obat menekan gejala
Menurut Jacub Pandelaki, spesialis radiologi konsultan radiologi intervensional Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (FKUI-RSCM), langkah awal untuk pengobatan tremor esensial adalah pemberian obat oral. Obat ini digunakan untuk menekan gejala yang timbul pada pasien. Namun, pada kondisi yang lebih buruk, pasien perlu mendapatkan operasi deep brain stimulation (DBS).
“Selain operasi, saat ini sudah dikembangkan terapi untuk tremor esensial yaitu terapi gelombang ultrasonik terfokus atau MrgFUS (MRI-guided focused ultrasound surgery). Terapi ini dilakukan tanpa pembedahan kepala melainkan dengan gambar MRI untuk menentukan posisi yang akan diterapi dan kemudian memusatkan gelombang ultrasonik pada bagian otak yang akan dilakukan ablasi termal,” katanya.
Jacub mengatakan, beban fisik yang dialami pasien saat melakukan terapi ini lebih kecil. Pasien cukup menjalani rawat inap dengan keseluruhan terapi sekitar empat hari. Setelah itu, pasien sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Sayangnya, di Asia, peralatan medis ini baru ada di Jepang, salah satunya di Kaikokai Japan Medical Tourism Center.
Kriteria pasien yang bisa mendapatkan terapi ini antara lain, berusia di atas 20 tahun, memiliki bukti diagnosis mengalami tremor esensial dari dokter saraf atau dokter bedah saraf, tidak mengalami kemajuan kondisi dari pengobatan sebelumnya, serta memiliki dampak aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) yang besar karena tremor esensial. Meski begitu, terapi ini membutuhkan biaya yang cukup besar, yaitu sekitar 4 juta Yen atau sekitar Rp 510 juta.