Sekitar dua puluhan anak berkumpul di halaman belakang Istana Bogor, Jumat (6/4) pagi. Beberapa anak menggunakan masker penutup hidung. Kuman dikhawatirkan menyerang ketahanan tubuh mereka yang lemah.
Anak-anak ini sangat spesial. Kendati menderita kanker, mereka tetap ceria. Menikmati hiburan sulap dan permainan gelembung, wajah mereka pun berseri.
Presiden Joko Widodo dan Nyonya Iriana yang duduk di belakang anak-anak ini ikut menikmati sulap yang dibawakan secara jenaka. Tawa lepas tampak di wajah berseri Presiden dan Nyonya Iriana.
Sebelumnya, Presiden berdialog dengan anak-anak ini. Sekar, misalnya, menyanyikan lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung, sedangkan Rafa memilih lagu tentang ibu. Presiden juga menguji keterampilan anak-anak ini berhitung. Alhasil, lima anak pulang membawa sepeda.
Presiden Joko Widodo berpesan supaya anak-anak ini memiliki cita-cita. “Anak-anak harus punya cita-cita dan terus bersemangat,” katanya. Ada anak yang mengatakan ingin menjadi presiden, ada juga yang ingin menjadi dokter.
Anak-anak ini adalah dampingan Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) yang dahulu bernama Yayasan Sentuhan Kasih Anak Indonesia. Yayasan yang berdiri sejak 2010 ini membantu anak-anak dengan kanker mulai dari urusan obat, antar jemput terapi, pemenuhan kebutuhan susu dan diapers, hingga menguatkan orangtua anak-anak ini.
Ketua Umum YKAI Sallyana Sorongan mengatakan, antar jemput anak-anak untuk menjalani kemoterapi rutin menjadi penting. Apabila terputus, terapi harus diulang dari awal. Namun, banyak pasien anak yang tinggal jauh dari rumah sakit yang mampu menangani terapi ini dan kerap mereka tak memiliki cukup uang.
Penderita terus bertambah
Jumlah anak yang menderita kanker setiap tahun terus bertambah. Dalam setahun, terdapat sekitar 4.000-5.000 pasien baru.
Menurut dokter spesialis hematologi dan onkologi Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita Fajar Subroto, beberapa jenis kanker yang semakin banyak saat ini adalah retinoblastoma (kanker mata) dan osteoblastoma (kanker tulang).
Masalahnya, kata salah seorang pengurus YKAI Mita Priombodo, hanya ada 73 dokter spesialis hematologi onkologi anak di Indonesia. Selain itu, belum semua rumah sakit daerah bisa melayani anak-anak dengan kanker secara maksimal. Umumnya, pengobatan dan penanganan lebih banyak di kota-kota besar saja.
Fajar menambahkan, sesungguhnya harapan sembuh untuk anak-anak ini mencapai 70 persen. Namun, diperlukan deteksi dini dan penanganan yang optimal.
Ketersediaan obat pun kerap menjadi kendala penanganan anak dengan kanker ini. Obat-obat baik dengan register maupun nonregister kerap terhambat. Namun, menurut Fajar, BPJS Kesehatan saat ini membuat banyak pasien anak bisa ditangani. Kekurangan obat lainnya terkadang dibantu yayasan-yayasan yang ada di Indonesia saat ini.
Kendati demikian, YKAI berharap pemerintah membantu anak-anak dengan kanker ini mendapatkan obat-obatan dengan lebih mudah dan murah. Pengaturan impor yang mudah dan dengan bea masuk rendah atau malah tanpa bea akan sangat membantu. Apalagi, obat-obatan yang diperlukan ini untuk kemoterapi.
Selain itu, diharapkan ada pusat informasi data penderita kanker anak di Indonesia dan rumah sakit kanker anak di Indonesia. Saat ini, RS Dharmais menjadi pusat data kanker nasional. Namun, belum ada pembaruan data pasien kanker dari daerah terpencil.
Penambahan dokter spesialis hematologi onkologi anak pun diperlukan. Edukasi juga perlu dilakukan untuk mendorong semakin banyak perawat yang memahami cara penanganan pasien kanker anak.
Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakYohana Yembise mengatakan masukan-masukan dari YKAI akan ditindaklanjuti Presiden bersama Menkes dan Menteri Keuangan.