Jebakan Penipu untuk Pelamar Disiapkan sejak Awal
Sindikat penipu bermodus loker diduga kuat menyiapkan skenario agar pencari kerja terjebak menyerahkan uang jaminan.
Bagian ketujuh dari 19 tulisan
JAKARTA, KOMPAS — Komplotan penipu diduga kuat menyiapkan jebakan buat pencari kerja sejak awal. Mereka membagi peran untuk memperdaya calon korban. Atas perannya, setiap aktor mendapat komisi dari uang jaminan yang dibayarkan pencari kerja.
Investigasi harian Kompas mengungkap, sejumlah orang dalam atau ”ordal” bagian komplotan penipu merupakan korban penipuan modus serupa. Mereka beroperasi di sebuah ruko di dalam kompleks Green Mansion Cengkareng, Jakarta Barat, yang berjarak sekitar 500 meter dari kantor Kepolisian Resor Jakarta Barat.
Komplotan ini kemudian menyiapkan rangkaian kejahatan. Mereka mengawalinya dengan menyamarkan identitas, membeli nomor ponsel baru, hingga membuat entitas usaha fiktif.
Grup Whatsapp
Mereka bekerja dalam tim yang terdiri atas enam orang. Dua orang berperan sebagai pengiklan lowongan kerja, sedangkan empat orang lainnya menjadi perekrut. Mereka rutin berkoordinasi melalui grup Whatsapp setiap saat.
Anggota komplotan membocorkan informasi ke Kompas isi percakapan di grup Whatsapp. Pada 6 Agustus 2024, seorang bernama Wendi, bukan nama sebenarnya, membagikan poster iklan lowongan kerja perusahaan logistik di grup Whatsapp itu.
Baca juga: Sindikat Penipu Lowongan Kerja Beroperasi bagai Gurita
Iklan lowongan kerja itu memuat nama perusahaan fiktif yang buatan Wendi. Posisi lowongan sebagai staf administrasi, staf gudang, dan bagian pengemasan dalam poster tersebut juga dikarang Wendi. Di bagian bawah, dia mencantumkan nomor Whatsapp untuk pengiriman lamaran kerja. Nomor itu merupakan nomor cadangan tanpa proses registrasi data pribadi.
Wendi mengiklankan poster lowongan kerja ke sebuah situs jual-beli daring. Kami menghitung, sedikitnya ada 45 orang yang menanyakan lowongan kerja ke nomor Whatsapp Wendi. ”Pukul 12.30 saya pasang iklan, pukul 12.50 sudah mulai banyak yang chat,” kata Wendi.
Kalau tiga kali penempatan kerja dan gagal dibilang uang kembali, itu bohong.
Para pelamar kerja kemudian dikirimi undangan wawancara di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, tanpa alamat detail. Wendi hanya membagikan tautan Google Maps disertai keterangan ”samping bengkel Honda”. Hal ini dilakukan karena ruko itu dikenali pencari kerja yang pernah menjadi korban dugaan penipuan.
Jebakan yang disiapkan Wendi dan timnya sesuai arahan supervisor. Tim Wendi bukan satu-satunya yang bekerja di bawah komando supervisor itu. Ada juga tim lain yang lebih dulu menjalankan skenario yang sama.
Membujuk pelamar
Anggota komplotan juga diminta membujuk pelamar lain supaya menyetorkan uang jaminan di sesi wawancara. Citra, bukan nama sebenarnya, diminta membujuk dan memberi iming-iming ke pelamar kerja. Janji palsu itu berupa tawaran gaji setara upah minimum regional, fasilitas mes, dan akses internat.
Setiap staf HRD harus meminta uang jaminan ke pencari kerja Rp 850.000. Bagi yang tidak punya uang sebesar itu, sebisa mungkin dibujuk menyetorkan berapa pun nilainya. ”Kami disuruh ambil uang berapa pun. Mau Rp 50.000 atau Rp 100.000, pokoknya diterima saja,” ujar Citra.
Untuk memuluskan penipuan, komplotan sepakat menerima transfer uang ke rekening supervisor. Indah, bukan nama sebenarnya, staf HRD lain bertugas membujuk pelamar agar mau meminjam uang ke saudaranya jika tidak punya uang. Pelamar dipersilakan menghubungi saudara di tengah proses wawancara.
Supervisor mereka juga memberi instruksi kepada Citra dan Indah untuk menerima pencari dari mana pun, lulusan baru, berpengalaman, muda atau tua. Yang penting mereka mau memberikan uang jaminan.
Baca juga: Berharap Mengubah Nasib, Berujung Duit yang Raib
Mendapat insentif
Meskipun staf HRD menjanjikan uang jaminan dikembalikan bersamaan dengan gaji pertama, hal itu sulit terwujud. Sebab, uang jaminan sudah dibagikan ke staf sebagai insentif. Uang jaminan dibagi Rp 260.000 untuk staf iklan dan Rp 100.000 untuk staf HRD. ”Kalau mau jadi pengiklan dan HRD, komisinya dapat Rp 360.000,” kata Citra.
Indah menjelaskan, jebakan sengaja dibuat agar pelamar bingung. Cara itu dilakukan dengan membuat proses penempatan kerja berpindah-pindah dan rumit sehingga pada akhirnya pelamar bingung dan kelelahan mengikuti proses yang ada. ”Pelamar kerja memang dibuat bingung. Setelah bingung akan menyerah, uang mereka hilang sia-sia,” katanya.
Pelamar kerja akan dioper dari satu kantor ke kantor cabang lain lalu diarahkan ke perusahaan lain. Dari PT itu, pelamar kerja mendapat penempatan di daerah tertentu, tetapi gaji dan fasilitas tidak sesuai dengan yang sebelumnya dijanjikan.
Kalau mau jadi pengiklan dan HRD, komisinya dapat Rp 360.000.
Prosedur pengembalian uang yang dijanjikan perusahaan ke pelamar dibuat rumit dan membingungkan. ”Kalau tiga kali penempatan kerja dan gagal dibilang uang kembali, itu bohong. Perusahaan akan lempar ke pihak penerima uang di awal yang ternyata berbeda PT. Begitu seterusnya sampai pelamar kerja lelah,” kata Indah.
Geram dengan pola kerja itu, Indah mengajak supervisornya bicara empat mata. Indah bertanya kepadanya apakah sebenarnya penempatan kerja yang dijanjikan ke pelamar itu benar-benar ada.
Dia baru tahu bahwa perusahaan tidak benar-benar memberikan penempatan kerja sesuai yang dijanjikan ke pelamar kerja di awal. Gaji dan sejumlah fasilitas pendukung itu hanya sekadar iming-iming belaka.
Baca juga: Lembaran Perjanjian Lemahkan Pelamar Kerja
Kompas coba melamar lowongan kerja yang mengarah pada komplotan di kompleks Ruko Green Mansion, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam lowongan yang diiklankan di media sosial tercantum posisi staf administrasi di PT Prima Citra Cargo, perusahaan bidang logistik.
Lowongan itu disertai tautan situs perusahaan. Pihak perusahaan kemudian mengirimkan undangan panggilan wawancara di kompleks Ruko Green Mansion, Cengkareng. Syarat lamarannya hanya fotokopi KTP dan kartu keluarga, tanpa perlu ijazah.
Ruko itu dijaga tiga petugas satuan pengaman (satpam) dan seorang anggota organisasi kemasyarakatan. Setibanya di ruko, kami diminta ke lantai tiga untuk wawancara dengan bagian HRD.
Pewawancara menjanjikan kami langsung bekerja dengan gaji Rp 4,5 juta per bulan dengan syarat memberikan uang jaminan Rp 1,35 juta. Nama perusahaan dari komplotan ini berbeda dengan yang tertera di lowongan pekerjaan. Mereka mengklaim sebagai lembaga penempatan tenaga kerja swasta (LPTKS) yang akan menyalurkan pelamar bekerja di perusahaan lain.
Tim mengecek nama perusahaan dari komplotan ini dan tidak tercatat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan tidak memiliki izin sebagai LPTKS sesuai data dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Ketika dikonfirmasi Kompas, supervisor bagian HRD dari komplotan berinisial IN menolak berkomentar dan menyatakan tidak berwenang. ”Mohon maaf, saya tidak bisa memberikan statement apa-apa. Silakan langsung dengan kepala cabang karena saya tidak berwenang,” ujar IN.
Baca juga: Bagaimana Pelamar bisa Terperangkap Penipu Lowongan Kerja?