Anggota Komplotan Pun Gunakan Nama Samaran
Nama dan kontak samaran menjadi salah satu kunci komplotan penipu lowongan kerja mengamankan diri.
Bagian ke-12 dari 19 tulisan
Penipuan berkedok lowongan kerja mensyaratkan identitas samaran yang dipakai komplotan pelaku. Identitas itu mereka pakai dalam setiap sesi wawancara dan interaksi untuk meyakinkan pelamar kerja.
Ada indikasi kuat identitas samaran dipakai dalam setiap undangan wawancara kerja dari komplotan penipu. Kecurigaan itu bermula dari penelusuran Kompas saat mencoba melamar lowongan kerja yang terindikasi melakukan penipuan dari media sosial.
Kompas mendapat undangan pihak yang mengatasnamakan resto Norren Han Sushi dan pewawancara bernama Wella. Untuk mengetahui identitas tersebut, Kami mendatangi lokasi wawancara di daerah ruko perkantoran Kirana, Jalan DI Panjaitan, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (24/8/2024).
Sesampainya di lokasi kompleks ruko itu, pagi hari, kami langsung meminta bertemu Wella sesuai nama yang tertera di undangan. Kami diminta langsung ke lantai tiga untuk bertemu dengan pewawancara.
Baca juga: Berharap Mengubah Nasib, Berujung Duit yang Raib
Tak berbasa-basi, perempuan itu memperkenalkan diri sebagai pewawancara dan langsung menanyakan lowongan yang diinginkan. Ujung dari wawancara itu dapat ditebak, yakni meminta sejumlah uang kepada kami sebagai jaminan dengan dalih pemeriksaan kesehatan.
”Jadi, supaya bisa lanjut, kamu mesti bayar uang Rp 1,7 juta untuk medical checkup. Nanti setelah kamu ke kantor pusat, uang itu dikembalikan senilai Rp 1,4 juta,” ujarnya.
Saat kami meminta nomor rekening untuk pembayaran, Wella kemudian memberikan nomor rekening sebuah bank atas nama pemilik berinisial SN. Kami penasaran, siapa sebenarnya pemilik identitas SN ini. Dari penelusuran internet, kami menemukan akun media sosial Youtube yang dipastikan adalah milik SN. Di salah satu video unggahannya itu SN menampilkan dirinya bernyanyi.
Baca juga: Lembaran Perjanjian Lemahkan Pelamar Kerja
Supaya bisa lanjut, kamu mesti bayar uang Rp 1,7 juta.
Wajah SN di video unggahan Youtube itu sama persis dengan pewawancara yang kami jumpai. Dalam jejak lainnya, wajah SN pernah beberapa kali muncul di media sosial X atas laporan pelamar kerja yang sempat menjadi korban penipuan. Dengan kata lain, SN diduga memakai nama Wella untuk menyamarkan identitas dirinya.
Kami melanjutkan proses wawancara itu yang akhirnya berujung pada proses lanjutan di PT KTT, sebuah entitas penyalur tenaga kerja. Mengikuti penyaluran kerja dari PT itu selama hampir sebulan, kami tidak mendapatkan hak yang sempat dijanjikan secara lisan oleh Wella.
Baca juga: Mengecilnya Lapangan Pekerjaan, Membesarnya Peluang Penipuan
Janji berupa gaji sesuai upah minimum provinsi, uang makan dan transportasi, sampai mes pegawai tidak pernah ada. Hal ini persis seperti yang menimpa para korban pelamar kerja yang kami temui.
Nomor kontak
Pelacakan kami kemudian mengarah ke sejumlah nomor kontak yang dipakai untuk menghubungi pelamar kerja. Lewat layanan aplikasi Getcontact, kami mencari tahu nama-nama pemilik nomor kontak dari sekitar delapan undangan lowongan kerja di berbeda tempat.
Hasilnya, semua nomor kontak yang dipakai pelaku untuk menyebar undangan itu tidak bisa muncul. Alih-alih mencantumkan daftar nama kontak yang disimpan pengguna lain seperti biasa, aplikasi Getcontact justru menampilkan tulisan dalam bahasa Inggris yang isinya adalah; sejumlah nomor kontak tidak ditampilkan atas permintaan pengguna.
Wendi, bukan nama sebenarnya, seorang yang bekerja untuk komplotan penipu bermodus sama di Jakarta Barat, membenarkan bahwa nomor kontak untuk menyebar undangan lowongan kerja itu dibuat khusus. Hal itu, salah satunya agar tidak diketahui orang lain.
Lelaki itu juga membantu menentukan nama dan identitas samaran bagi para perekrut. Nama itu sesuai dengan undangan lowongan yang disebarkan ke pencari kerja.
Baca juga: Sindikat Penipu Lowongan Kerja Beroperasi bagai Gurita
Ketika bertemu Wendi, Kompas diperlihatkan salah satu percakapan yang menunjukkan penentuan identitas samaran bagi para perekrut. Dalam percakapan di grup perekrut bohongan itu, Wendi mengarahkan sejumlah nama, antara lain ”Marissa” dan ”Clarisa”.
Di situ itu namanya pada palsu semua. Enggak ada yang pakai nama sendiri, nomornya juga enggak pakai nomor pribadi.
Citra, bukan nama sebenarnya, rekan Wendi, memakai nama samaran itu atas arahan seorang bos di komplotan itu. Nama yang disepakati oleh mereka itu menjadi bagian dari prosedur penipuan.
Selama dia bekerja beberapa hari di ruko tersebut, perempuan ini mendapat pengarahan membujuk pelamar. Nama samaran yang telah disepakati kemudian dipakai sebagai kode dari penjaga di lantai bawah ke perekrut bahwa akan ada pelamar kerja yang datang.
”Alurnya, kalau pelamar kerja sudah di bawah, temui Bu Claudia, Bu Marissa, seperti itu. Dari lantai satu, lantai dua, lantai tiga, semua (nama samaran) kayak gitu,” ucap perempuan itu.
Baca juga: Cermati Informasi Lowongan dan Waspadai Permintaan Uang
Kompas sempat mendatangi kantor lowongan penipuan di area Ruko Daan Mogot Prima, Jakarta Barat, yang disebut masih terafiliasi dalam jejaring komplotan Wendi dan Citra. Di ruko itu, tercatat nama-nama ”Ibu Novita”, ”Ibu Jihan”, hingga ”Ibu Ratna” di buku tamu. Dalam rentang waktu pukul 08.00 hingga pukul 10.00 saja, sudah terdapat lebih dari 15 pelamar kerja yang datang ke sana.
Ketika meladeni panggilan wawancara kerja, kami secara tidak sengaja menemukan dua perekrut yang sama-sama mengaku bernama Novita di momen yang hampir bersamaan. Momen itu sempat menyebabkan keheningan sejenak di antara kami.
Kami yang menyamar sebagai pelamar kerja waktu itu sempat menanyakan kenapa nama mereka bisa sama. Namun, salah satu pewawancara itu mengalihkan pembicaraan. Dia meminta pelamar fokus kepada hal yang berkaitan dengan wawancara kerja. Meski begitu, seperti kata Wendi dan Citra, nama Ibu Novita tadi adalah nama samaran.
Baca juga: Bagaimana Pelamar bisa Terperangkap Penipu Lowongan Kerja?
Beni (25), bukan nama sebenarnya, juga merasakan kejanggalan saat melamar kerja di tempat itu. Laki-laki ini juga tidak yakin nama-nama yang sempat mereka perkenalkan ke para pencari kerja. Dia menduga perusahaan itu juga tidak resmi.
”Jangan lanjut, Mas. Itu mereka semua (me-)nipu,” ujar laki-laki yang tinggal di Cengkareng, Jakarta Barat, itu.
Lewat nama-nama samaran, komplotan penipu itu memperdaya korban. Sampai saat ini, pencari kerja dari berbagai daerah terus berdatangan ke sana, menjadi korban selanjutnya. Sampai kapan mereka terus mengeksploitasi korban dengan kedok palsu itu? Waktu akan menjawab.