Bagaimana Pelamar bisa Terperangkap Penipu Lowongan Kerja?
Jebakan lowongan kerja fiktif memaksa pelamar untuk menjalani proses penempatan yang melelahkan dan tidak pasti.
Seorang pelamar kerja bersandal sedang berjalan menuju meja HRD PT PSL untuk mengikuti wawancara kerja di ruko Daan Mogot Prima, Cengkareng, Jakarta Barat pada Jumat (19/7/2024).
Bagian ke-4 dari 19 tulisan
Wajah-wajah cemas pelamar kerja yang menjadi korban penipuan masih membekas. Kami menjadi bagian dari mereka saat menyamar sebagai pelamar ke perusahaan yang diduga sebagai sindikat penipuan bermodus lowongan kerja.
Berawal dari iklan lowongan kerja di media sosial, Kompas melamar kerja untuk posisi staf administrasi di PT Indo Pasific Express, sebuah perusahaan logistik. Esoknya, kami diminta datang untuk wawancara kerja di sebuah ruko di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.
Saat diwawancara, kami dimintai uang jaminan sebesar Rp 1,45 juta dan biaya pemberkasan Rp 50 ribu. Setelah melunasi biaya tersebut, kami mendapat ucapan selamat dari staf bagian rekrutmen karena diterima bekerja di perusahaannya. Namun, perusahaan itu bukanlah PT Indo Pasific Express tempat kami melamar kerja, melainkan PT PSL, sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja.
Dari PT PSL, kami diminta mendatangi perusahaan di Jalan Cipinang, Cempedak, Jatinegara untuk mengikuti pembekalan dan penempatan kerja. Perusahaan penyalur tenaga kerja itu disebut sebagai mitra dari PT PSL. Seorang staf perusahaan di Jatinegara memberikan pembekalan terkait penempatan kerja.
Kalian punya kesempatan penempatan sebanyak tiga kali. Jika mengundurkan diri, uang yang sudah dibayarkan tidak akan kembali. Maka ikuti prosesnya sampai selesai.
Empat pencari kerja lain yang duduk berdampingan turut terdiam mendengar pengarahan itu. Sebab, pada wawancara sebelumnya, kami sudah dinyatakan diterima bekerja. Ternyata, harus mengikuti penempatan kerja lagi.
Setelah itu, staf lain berinisial LA memberikan informasi untuk proses penempatan. Di penempatan pertama, kami diminta datang ke sebuah gedung di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Tidak ada keterangan nama perusahaan. Yang ada hanyalah tautan google maps, lantai gedung, beserta nama staf yang ditemui.
Keesokan hari, kami datang ke alamat tersebut dan bertemu dengan staf di sana. Dia menyampaikan kalau posisi staf administrasi penuh sejak lama. Kami lalu diminta kembali ke Jatinegara untuk dicarikan penempatan lain.
Kami kemudian menghubungi LA untuk menanyakan proses penempatan selanjutnya, tetapi malah diminta ke Jatinegara sepuluh hari kemudian. Saat kami meminta bertemu lebih cepat, justru dibalas dengan kalimat tidak mengenakkan.
Yakin banget kayaknya bakalan dapat kerja. Kalau mau konfirmasi penetapan kedua, datang ke kantor hari Sabtu tanggal 3 Agustus.
Gaji kecil
Sepuluh hari kemudian, kami kembali mendatangi perusahaan di Jatinegara. Pada penempatan kedua, LA mengarahkan kami mengikuti wawancara ke perusahaan manajemen talenta di Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (6/8/2024).
Staf di perusahaan manajemen talenta itu menawarkan posisi sebagai manajer talenta dengan gaji pokok Rp 1 juta per bulan. Tawaran gaji itu jauh lebih kecil dari gaji awal yang disampaikan PT PSL. Saat itu, pewawancara di PSL menawarkan gaji Rp 3,9 juta per bulan sebelum meminta uang jaminan.
Baca juga:Berharap Memperbaiki Nasib, Berujung Duit Raib
Singkat cerita, kami dinyatakan gagal dan kembali datang ke Jatinegara, Sabtu (10/8/2024). Untuk penempatan terakhir, kami kembali dioper untuk menjalani tes ke perusahaan logistik di kawasan Batuceper, Kota Tangerang. Posisi yang ditawarkan adalah sebagai staf telemarketing.
Di perusahaan terakhir, staf di sana mengaku tidak memiliki perjanjian kerja sama dengan perusahaan di Jatinegara. Dia mengaku hanya ditawari kandidat pencari kerja PT tersebut usai mengunggah lowongan kerja di media sosial. “Silakan kembali untuk meminta pengembalian dana. Kalau memang tidak dikembalikan, berarti itu penipuan,” ujar staf di perusahaan logistik tersebut.
Proses penempatan yang panjang nan melelahkan seperti yang kami lalui, membuat sejumlah pencari kerja mundur. Mereka tak kuasa berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain tanpa kejelasan. Uang jaminan jutaan rupiah yang dibayarkan pun terpaksa harus direlakan.
Tidak sesuai janji
Mirip dengan PT PSL, kuota tiga kali gagal penempatan sebagai syarat pengembalian uang jaminan juga jadi modus PT KTT. Pelamar tidak berkutik dengan penerapan regulasi sepihak itu.
Sebab, pelamar sudah telanjur terikat perjanjian yang salah satunya mengatur tentang percobaan penempatan kerja sampai maksimal tiga kali, meski sebenarnya tidak ada penjelasan rinci sebelum pelamar membubuhkan tanda tangan.
Pilihan pelamar cuma dua. Menerima lowongan kerja yang tersedia dari PT KTT padahal tidak sesuai janji di awal atau mengikuti proses penempatan sampai tiga kali dan gagal ketiganya agar jaminan sebesar Rp 1,7 juta dikembalikan. Jika terbukti pelamar yang mundur, uang jaminan hangus.
Sebagai upaya penempatan kerja pertama, PT KTT mengarahkan Kompas untuk mendaftar kerja ke sebuah perusahaan alih daya. Perwakilan perusahaan hanya mewawancarai secara jarak jauh lewat telepon whatsapp. Selain dokumen riwayat hidup, tidak ada persyaratan lain yang dimintanya. Ia siap menerima pelamar sebagai staf promosi produk perbankan dan menjanjikan gaji pokok Rp 2,5 juta per bulan untuk masuk enam hari seminggu.
Setelah kami ditolak, PT KTT lantas memberikan penempatan untuk mendaftar sebagai supervisor pemasaran di outlet penjualan ban merek tertentu di Jakarta Barat. Kali ini, kami mesti datang langsung ke kantor outlet itu di Jakarta Barat.
Dari luar, tidak ada petunjuk identitas terkait bisnis di sana. Kompleks bangunan yang "terkepung" pagar logam setinggi lebih kurang dua meter itu yang dibuka dan ditutup dengan pengendali bertenaga listrik. Begitu sudah di dalam, baru tampak tumpukan ban dan kesibukan pegawai.
Untuk penempatan ketiga, PT KTT meminta kami jadi kurir di salah satu titik penempatan paket (drop point) usaha ekspedisi di Jakarta Selatan. Pemilik drop point menginformasikan, gaji pokok kurir Rp 2 juta per bulan ditambah insentif sesuai jumlah paket yang bisa diantarkan ke para penerima dalam sebulan. Gaji ini tidak sesuai yang ditawarkan PT KTT di cabang Bekasi sebesar Rp 5,2 juta per bulan.
Dalam tiga kali penempatan tersebut, kami tidak diterima. Selanjutnya, kami pun meminta pengembalian uang jaminan ke kantor pusat PT KTT di Kalideres, Jakarta Barat. Namun, perwakilan PT KTT menolak untuk mengembalikan uang jaminan tersebut.
Mereka malah memberikan penempatan keempat kepada kami dengan dalih tidak semua perusahaan menolak tetapi karena lowongan sedang penuh. Artinya, janji awal bahwa pelamar yang sudah melewati tiga kali penempatan uangnya akan dikembalikan telah dilanggar.