Terjebak Kerja di Komplotan Penipuan Lowongan Kerja
Anggota komplotan penyalur tenaga kerja sebagian adalah korban. Mereka juga diminta memperdaya korban baru.
Bagian ke-8 dari 19 tulisan
Sambil berbisik-bisik di ruang tamu rumahnya, Indah (35), bukan nama sebenarnya, menceritakan pengalamannya terlibat dalam komplotan penipu berkedok lowongan kerja fiktif. Dia tak ingin suami yang sedang bersantai di teras rumah mendengar kisahnya.
Akhir Juli lalu, Indah terjebak lowongan kerja fiktif yang membuatnya harus membayar uang jaminan Rp 850.000 di kantor penyalur tenaga kerja di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Seorang supervisor kemudian menawarinya bekerja di kantor tersebut.
”Katanya, kalau mau disalurkan ke PT-PT, harus bayar Rp 1.350.000. Tapi, kalau mau kerja di situ cukup bayar Rp 850.000,” ujar Indah di Jakarta Utara, Kamis (15/8/2024).
Tak disangka, Indah ternyata diminta untuk menjadi anggota staf divisi pengembangan sumber daya manusia (HRD). Tugasnya adalah mewawancarai dan meminta uang jaminan kepada para pelamar kerja. Dia dijanjikan gaji yang cukup menggiurkan, yakni Rp 3,8 juta. Selain itu, uang jaminannya juga dijanjikan akan kembali.
Sejak hari pertama bekerja, perasaan Indah terus bergejolak. Di satu sisi, dia berharap uangnya kembali. Di sisi lain, dia merasa tak tega meminta uang jaminan kepada pelamar kerja. Itu artinya, dia harus menjebak pelamar kerja lain agar menjadi korban seperti dirinya.
Rela membantu
Selama berkantor di sana, Indah tidak pernah mau mewawancarai pelamar kerja yang datang. Diam-diam, dia malah menyelamatkan satu per satu pelamar kerja yang ditemui. Dia bahkan rela merogoh kocek untuk membantu para pelamar kerja yang telanjur tertipu.
Suatu ketika, dia melihat empat pelamar kerja yang datang jauh-jauh dari Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, keluar dari dalam kantornya. Mereka berjalan gontai sambil menenteng kardus berisi pakaian dan menggendong tas ransel.
Seluruh uang saku yang mereka bawa sudah habis digunakan membayar uang jaminan pegawai di dalam. Itu pun belum cukup bagi mereka untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Bahkan, untuk pulang, mereka tak lagi punya uang.
Karena kasihan, masing-masing saya kasih Rp 100.000, terus saya suruh pulang. Enggak tahu cukup atau tidak. Saya lihat ada satu laki-laki yang waktu itu nangis. (Indah)
Baca juga: Sindikat Penipu Lowongan Kerja Beroperasi Bagai Gurita
Indah terpaksa bertahan di kantor itu sampai uang jaminannya kembali. Ibu empat anak itu bahkan harus menutupi pekerjaannya dari sang suami. Sampai-sampai Indah membuat kartu identitas karyawan agar suami tidak curiga. Dia juga pura-pura memamerkan gaji. ”Saya punya uang Rp 2 juta. Terus saya bungkus amplop buat ditunjukin ke suami. Sambil bilang, ini lho Pah gajiku,” tambahnya.
Dilema yang sama juga dialami Citra (44), bukan nama sebenarnya, yang juga dipekerjakan sebagai anggota staf HRD di entitas yang sama seperti Indah. Sempat mewawancarai beberapa pelamar kerja, Citra mengaku tidak pernah meminta dari pelamar kerja yang baru mendaftar. Dia hanya menerima pelamar yang sebelumnya sudah membayar uang muka.
”Kalau pelamar baru, saya suruh pulang. Tapi, kalau sebelumnya dia pernah kasih uang muka ke staf HRD lain, ya, mau gak mau saya suruh lanjut,” katanya.
Aksi heroiknya menolong para pelamar kerja nyaris berujung petaka karena hampir ketahuan petugas sekuriti yang berjaga di kantornya. Cerita berawal saat Citra meminta lima pelamar kerja untuk berkumpul di sebuah warung makan tak jauh dari kantornya. Citra berjanji akan menemui mereka di sana.
Di titik itu, Citra menyuruh mereka untuk pulang dan tidak melanjutkan proses selanjutnya. Dia menjelaskan bahwa kantor itu hanya menjalankan modus untuk menjebak mereka. Tiba-tiba di tengah perbincangan, salah satu dari tiga anggota sekuriti kantornya melintas menggunakan sepeda motor.
Baca juga: Berharap Mengubah Nasib, Berujung Duit yang Raib
Khawatir ketahuan, Citra buru-buru bersembunyi ke sebuah toko parfum. Dia bersembunyi di anak tangga toko untuk mengelabui petugas sekuriti yang lalu lalang. Setelah situasi aman, Citra buru-buru pulang ke rumah tanpa kembali ke kantor. ”Hari berikutnya saya masih ngantor, ternyata sekuritinya biasa saja. Berarti dia tidak melihat saya kemarin,” ujar Citra sambil menghela napas dalam-dalam.
Ingin uang kembali
Perasaan bersalah tidak hanya dialami anggota staf HRD yang bertugas meminta uang jaminan kepada pelamar kerja. Pembuat iklan lowongan kerja juga mengalami hal serupa. Hal ini setidaknya dialami Wendi (27), bukan nama sebenarnya, pengiklan di entitas penyalur tenaga kerja.
Dia menyadari, iklan lowongan kerja yang dia buat menjadi perangkap awal bagi pelamar kerja. Wendi juga meyakinkan para pelamar kerja bahwa iklan yang diunggah bukanlah penipuan meskipun nama perusahaan yang dicantumkan hanya dia karang.
Saat bikin poster lowongan kerja itu saya sampai nangis. Ya Allah, mohon dimaafkan kalau pekerjaanku seperti ini. (Wendi)
Tak main-main, dalam sekali unggah, iklan lowongan kerjanya mampu menarik minat sedikitnya 45 pelamar kerja. Mereka menghubungi nomor Whatsapp Wendi yang tercantum dalam iklan tersebut.
Wendi terpaksa melakoni peran tersebut karena ingin uang jaminan sebesar Rp 1.350.000 yang telah dibayarkan kembali. Jika hal itu terealisasi, dia tak akan berpikir dua kali untuk angkat kaki.
Para ”ordal” di atas sama sekali tak menyangka bakal terlibat di lingkaran penipu berkedok lowongan kerja. Kesadaran untuk mencegah munculnya korban berikutnyalah yang mendorong mereka memilih menyelamatkan calon korban ketimbang mencari cuan.