Sindikat Penipu Lowongan Kerja Beroperasi Bagai Gurita
Komplotan penipu berkedok lowongan kerja terindikasi memperdaya pencari kerja dengan memungut uang jutaan rupiah.
Bagian pertama dari 19 tulisan
Investigasi Harian Kompas mengungkap, sindikat penipu bekerja secara terorganisasi dari sejumlah ruko di Jakarta dan sekitarnya. Hasil penelusuran per Juli hingga Agustus 2024, komplotan yang mengaku sebagai lembaga penempatan tenaga kerja swasta (LPTKS) ini menyebar lowongan kerja di media sosial dan platform loker.
Mereka mengendalikan operasinya dari kantor pusat hingga sejumlah kantor cabang. Salah satunya adalah PT KTT, yang berkantor pusat di Kalideres, Jakarta Barat. Selain kantor pusat, PT ini memiliki jejaring kantor cabang di Cipinang Cempedak, Cakung, dan Duren Sawit (Jakarta Timur) serta di Tambun Selatan (Kabupaten Bekasi).
Melalui penyamaran, Kompas mengikuti wawancara kerja di PT KTT untuk posisi staf administrasi ke restoran Jepang bernama Norren Han Sushi akhir Juli 2024. Sehari setelah pengajuan lamaran, kami diminta datang wawancara kerja ke kantor pusat Norren Han Sushi di Kompleks Perkantoran Kirana, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur.
Uang jaminan
Di kantor itu, seorang perempuan yang mewawancara menawarkan gaji Rp 4,9 juta per bulan. Tak hanya gaji, ia juga menjanjikan uang makan dan transportasi Rp 700.000 per bulan.
Baca juga : Berharap Memperbaiki Nasib, Berujung Duit yang Raib
Namun, untuk bisa melanjutkan tahapan wawancara, pewawancara meminta uang jaminan Rp 1,7 juta. Uang itu digunakan untuk pengecekan kesehatan, pelatihan, serta pengambilan seragam. Dia meyakinkan, uang itu akan dikembalikan saat di kantor pusat senilai Rp 1,4 juta.
“Kalau sudah pelunasan Rp 1,7 juta. Saya langsung kasih kuitansi, surat kontrak, sama formulir. Nanti kamu bawa semuanya ke pusat. Kalau sudah selesai di jam 3 sore, baru pengembalian (uang),” ucap pewawancara.
Setelah pembayaran, pewawancara meminta kami menandatangani surat perjanjian dan bergegas menuju ke kantor pusat yang berada di Kalideres.
Selain ke Norren Han Sushi, lamaran Kompas ke PT Lavanya Autopart Humanika juga berujung kepada PT KTT. Lowongan itu kami dapatkan dari media sosial. Ketika datang wawancara di ruko di Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kami mendapati modus serupa seperti di kantor cabang lain.
Pewawancara memberitahu bahwa pelamar kerja langsung diterima di perusahaan dengan gaji pokok Rp 5,2 juta per bulan, tetapi pelamar harus menyetorkan uang jaminan sebesar Rp 1,7 juta. Usai membayar jaminan, kami diminta menandatangani surat perjanjian dan segera bertolak ke kantor pusat di Kalideres.
Setelah tim mendatangi ruko bertingkat di Kalideres, barulah diketahui bahwa bangunan itu merupakan kantor pusat PT KTT sedangkan ruko di Cipinang Cempedak dan Tambun Selatan, Bekasi, merupakan kantor cabangnya.
Berbagi peran
Di kantor pusat PT KTT di Kalideres, anggota komplotan berbagi peran menghadapi pelamar. Pantauan Kompas ada delapan staf yang terdiri dari, empat orang penyedia lowongan, tiga petugas sekuriti (satpam), seorang pemateri pembekalan kerja.
Terdapat satpam yang mengarahkan pelamar naik ke lantai tiga untuk pembekalan. Di lantai tiga, perwakilan PT KTT menjelaskan, pelamar kerja akan menjalani penempatan sebanyak tiga kali ke perusahaan lain. Jika pelamar kerja gagal diterima kerja tiga kali, perusahaan menjanjikan mengembalikan uang jaminan.
Keterangan berbeda datang dari pewawancara di kantor cabang yang menyebutkan pelamar sudah diterima bekerja.
Untuk membuktikan janji perusahaan, kami menjalani penempatan hingga tiga kali dan tetap tidak diterima bekerja. Saat Kompas menagih janji PT KTT terkait pengembalian biaya jaminan, pihak PT KTT berkelit dengan menyalahkan pelamar kerja serta menyatakan uang jaminan tidak dapat dikembalikan.
Adapun, pelamar lain diminta untuk menjalani proses penempatan keempat. Padahal, dalam pembekalan awal, pelamar hanya dijanjikan tiga kali penempatan. Jika pelamar kerja merasa lelah mengikuti proses penempatan kerja dan memilih mundur, maka uang jaminan Rp 1,7 juta tadi dianggap hangus.
Baca juga : Generasi Z Lebih Susah Cari Kerja
Skema mitra
Sindikat juga berjejaring lewat skema hubungan kemitraan. Temuan Kompas, ada keterkaitan antara PT PSL di Jakarta Barat dengan PT di Jalan Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur dalam proses penyaluran tenaga kerja. Selain itu, terdapat dua PT lain di Jakarta Barat yang juga menginduk ke perusahaan di Jatinegara itu.
Penelusuran ini diawali dengan mendaftar iklan lowongan kerja lewat media sosial Facebook. Kami kemudian mendapat undangan wawancara kerja mengatasnamakan PT Indo Pasific Express. Kami mendatangi lokasi tes yang berada di sebuah ruko tiga lantai di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.
Pewawancara kemudian meminta biaya jaminan dan biaya untuk jasa fasilitator sebanyak Rp 1,45 juta. Selain itu, ada biaya pemberkasan Rp 50 ribu. Setelah itu, kami mendapat penjelasan bahwa mereka bukanlah perwakilan dari PT Indo Pasific Express, melainkan PT PSL. Mereka hanya bertugas menyalurkan tenaga kerja.
Uang yang dibayarkan menjadi jaminan dan akan dikembalikan bersamaan dengan gaji pertama. Jika pelamar dinyatakan gagal tiga kali penempatan, maka uang jaminan akan dikembalikan. Namun, jika tidak mengikuti proses hingga akhir, maka uang jaminan akan hangus. “Yang penting jangan mengundurkan diri pada saat proses.,” kata staf PT PSL.
Usai melunasi pembayaran, tim mengikuti pembekalan dan penempatan kerja ke perusahaan lain di Jatinegara, Jakarta Timur, mitra PT PSL. Staf administrasi perusahaan itu menegaskan hubungan perusahaan itu dengan PT PSL hanya kemitraan, bukan kantor cabang dan pusat.
Tim kemudian menjalani tiga kali proses penempatan di tiga perusahaan berbeda, namun ketiganya gagal. Kami pun menagih pengembalian dana kepada perusahaan di Jatinegara. Mereka kemudian memberikan surat rekomendasi pengembalian dana yang mencantumkan uang yang dikembalikan hanya 60 persen dari biaya yang dibayarkan.
Baca juga : Lapangan Kerja Menyempit, Gen-Z Makin Terimpit
Perlakuan sindikat ini memperdaya pencari kerja, seperti yang dialami Cahyo, bukan nama sebenarnya. Pria asal Pringsewu, Lampung ini pertengahan Juli lalu, mendapat undangan wawancara perusahaan logistik. Namun, lokasi wawancara merupakan kantor PT PSL.
Saat proses wawancara, Cahyo diminta uang jaminan Rp 1,45 juta. Selanjutnya, dia diarahkan mengikuti pembekalan dan penempatan kerja di mitra PT PSL di Jatinegara, Jakarta Timur.
Di Jatinegara, Cahyo baru sadar dirinya diperdaya. Cahyo sebelumnya dinyatakan diterima bekerja setelah membayar uang jaminan. Namun, di lokasi itu dirinya baru akan diarahkan ke perusahaan lain.
“Sudah jelas ini saya dipermainkan. Saya merasa dioper tanpa kejelasan,” katanya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Cabang Daan Mogot PT PSL, Bahar, mengakui meminta uang Rp 1,5 juta ke pelamar kerja. Namun, itu biaya administrasi itu untuk pelatihan kerja. “Kami yang megang pelatihan kerja, Pak,” tuturnya, Senin (19/8/2024).
Bahar menyebut perusahaannya merupakan penyedia jasa pelatihan manajemen perekrutan sumber daya manusia. “Kan (kami) bermitra dengan PT. Banyak kok dari data, yang kami pekerjakan juga,” ucapnya.
Adapun perwakilan PT KTT di Kalideres Richard, mengakui adanya pungutan uang sebesar Rp 1,7 juta kepada para pencari kerja. Dia menyebut entitasnya adalah perusahaan alih daya sehingga pungutan uang dibutuhkan untuk proses penyaluran tenaga kerja.
“Iya (ada pungutan uang), terus kenapa? Karena kami penyedia jasa. Outsourcing,” katanya.
Richard juga memastikan, perusahaannya memiliki perjanjian kerja sama dengan banyak perusahaan.
Pakar Ketenagakerjaan Universitas Krisnadwipayana, Payaman Simanjuntak, menyebut seharusnya perusahaan penyalur tenaga kerja menerima pembayaran dari perusahaan pemberi kerja, bukan dari pencari kerja. “Bila perusahaan penerima karyawan atau perusahaan penyalur sudah minta uang untuk biaya apa pun sebelum (pelamar) bekerja dan menerima gaji, itu sudah penipu,” katanya.
Payaman mendesak adanya hukuman berat bagi perusahaan penyalur yang memanipulasi pelamar agar menyerahkan uang. Pasal terkait tindak pidana penipuan sudah pas dikenakan ke mereka.
Baca juga : Selamat Tinggal Era Padat Karya
Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kemenaker Siti Kustiati mengatakan, dalam proses penempatan kerja, LPTKS dilarang memungut uang ke pencari kerja dengan dalih apapun. Hal itu melanggar UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 39 Tahun 2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja.
“Kalau dari Kemenaker sanksinya bisa sampai ke pencabutan izin. Kalau terkait dugaan penipuan itu mungkin masuk ranah pidana, bisa dilaporkan ke kepolisian,” ujar Siti.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, polisi belum menerima laporan terkait penipuan dengan modus wawancara kerja.Untuk itu, Ade Ary mengimbau, para pelamar kerja yang merasa dirugikan untuk melapor ke kantor polisi terdekat. Dengan demikian, polisi bisa melakukan tindak lanjut yang tepat sesuai laporan yang masuk.