Gelagat Jahat di Balik Ruko Tanpa Papan Nama
Pencari kerja dipanggil ke ruko tanpa plang nama. Di sana, sindikat penipu diduga kuat menjalankan operasinya.
Bagian ke-11 dari 19 tulisan
Sepintas ruko bertingkat tiga itu mirip bangunan lain di sekitarnya. Bedanya, ruko itu tak memiliki papan nama. Terdapat spanduk yang terbentang di depan ruko bertuliskan alamat lengkap, tanpa ada nama perusahaan.
Ruko bercat kusam itu berada di Kompleks Niaga Kalimas 1 Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kawasan perkantoran di tepi Kalimalang itu sepi dari aktivitas, sebagian besar ruko di sana dalam kondisi kosong.
Baca juga: Sindikat Penipu Lowongan Kerja Beroperasi bagai Gurita
Lewat penyamaran, Kompas melamar kerja di lokasi itu dari informasi lowongan PT Lavanya Autopart Humanika di platform pencarian lowongan kerja.
Panggilan lewat pesan Whatsapp itu mencantumkan alamat detail serta tautan peta ke alamat ruko. Ketika kami mendatangi alamat itu, akhir Juli 2024, tidak ada sama sekali petunjuk mengenai PT Lavanya Autopart Humanika, yang bergerak di bidang suku cadang otomotif.
Dijaga ketat
Ruko tempat wawancara itu dijaga tiga petugas keamanan. Salah satunya bertugas melayani pelamar kerja baru, satu lagi berjaga di luar ruko, sedangkan seorang petugas lain bertugas keliling dengan sepeda motor memantau lokasi.
Ketika tiba di ruko, kami diminta naik ke lantai 2 untuk wawancara sekaligus diminta menyetorkan uang Rp 1,7 juta sebagai jaminan. Jika langsung menyerahkan uang jaminan, pelamar diiming-imingi langsung diterima bekerja dengan gaji Rp 5,2 juta per bulan ditambah uang makan dan uang transportasi.
Karena tidak membawa uang tunai, tim meminta waktu untuk menarik uang dari mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Seorang petugas keamanan kemudian naik ke lantai 3 untuk menjemput dan mengantarkan kami dengan sepeda motor ke mesin ATM terdekat. Dia juga menunggu di dekat ATM.
Setelah pembayaran, proses langsung berlanjut dengan penandatanganan ”Surat Perjanjian Pengguna Jasa Penyedia Seminar/LPK dan Penempatan Kerja Dalam Negeri”. Pewawancara meminta kami buru-buru menandatangani perjanjian itu, kemudian membawa surat itu ke kantor pusat di Kalideres, Jakarta Barat.
Selain di Bekasi, kami melamar kerja di restoran Jepang, Norren Han Sushi. Pada panggilan wawancara lewat Whatsapp, tertera alamat wawancara di ruko di Kompleks Perkantoran Kirana, Jalan DI Panjaitan, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur.
Ketika tim mendatangi ruko itu, sama sekali tidak terlihat ornamen ataupun papan nama yang berkaitan dengan Norren Han Sushi.
Di depan ruko, yang terlihat justru logo bergambar dua tangan yang berjabatan dengan tulisan di bawahnya ”5KTT”. Padahal, di undangan wawancara, alamat ruko itu disebut kantor pusat Norren Han Sushi.
Ketika wawancara di Cipinang Cempedak, kami dimintai uang Rp 1,7 juta untuk biaya pelatihan, tes kesehatan, dan seragam dengan iming-iming gaji Rp 4,9 juta per bulan.
Baca juga: Berharap Memperbaiki Nasib, Berujung Duit yang Raib
Selain itu, pelamar yang hendak ke ATM untuk menarik uang tunai guna membayar uang jaminan juga didampingi petugas keamanan hingga kembali ke ruko.
Setelah pembayaran, proses berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian dan diminta bergegas mendatangi kantor pusat di Kalideres.
Keterangan berbeda
Saat di Kalideres, baru diketahui bahwa kantor itu kantor PT KTT, perusahaan penyalur tenaga kerja. PT KTT memiliki banyak kantor cabang, termasuk di Tambun Selatan dan Cipinang.
Kantor itu berupa bangunan ruko bertingkat tiga. Seorang petugas satpam yang bertugas sebagai resepsionis mewajibkan para pelamar menitipkan ponsel di dalam kardus di atas meja dan mengarahkan pelamar ke lantai 3 untuk pembekalan.
Di lantai 3, seorang pegawai menjelaskan mekanisme penyaluran kerja kepada para pelamar. Keterangan dia berbeda dengan pegawai di kantor sebelumnya.
Saat pembekalan di kantor pusat, pelamar kerja diberi tahu akan diberikan penempatan kerja tiga kali ke perusahaan yang berbeda. Padahal, saat di kantor cabang, pelamar dinyatakan sudah diterima bekerja.
Terkait penempatan, jika dalam tiga kali penyaluran tetap tidak diterima perusahaan, maka PT KTT akan mengembalikan uang jaminan.
Namun, janji tersebut ternyata kosong belaka. Dari penelusuran tim hingga tiga kali penempatan dan selalu ditolak oleh perusahaan pemberi kerja, pihak PT KTT tetap tidak mau mengembalikan uang jaminan. Mereka justru menyalahkan pelamar kerja.
Ini pasti alibi kamu ditolak supaya uang kembali, ya,” ujar salah satu pegawai PT KTT di Kalideres menuding pelamar kerja.
Pengamatan Kompas, ada 10-15 pelamar kerja per hari yang datang ke kantor pusat KTT di Kalideres. Kantor itu beroperasi enam hari dalam seminggu. Jika satu pelamar menyetorkan uang Rp 1,7 juta, maka dalam sebulan sindikat itu bisa meraup Rp 408 juta-Rp 600 juta.
Baca juga: Lembaran Perjanjian Lemahkan Pelamar Kerja
Ruko yang tidak menyertakan papan nama itu menjadi pertanda gelagat jahat perusahaan agar tidak mudah ditandai. Gelagat itu dipertegas dengan pungutan uang jutaan rupiah kepada para pelamar kerja untuk jaminan, pelatihan, tes kesehatan, hingga seragam. Namun, pelatihan dan tes kesehatan itu tidak pernah ada.
Susi, bukan nama sebenarnya, salah seorang pelamar PT KTT, bingung saat mendatangi ruko di Tambun Selatan untuk wawancara karena tidak ada plang nama. Susi dipanggil wawancara PT Deka Guna Logistindo.
Meski curiga, Susi memilih melanjutkan proses karena sedang butuh pekerjaan. Susi menyerahkan uang jaminan Rp 1,7 juta karena berharap bisa diterima bekerja.
Perwakilan PT KTT di Kalideres, Richard, mengakui adanya pungutan uang Rp 1,7 juta kepada para pencari kerja. Dia menyebut entitasnya adalah perusahaan alih daya sehingga pungutan uang dibutuhkan untuk penyaluran tenaga kerja. ”Iya (ada pungutan uang), terus kenapa? Karena kami penyedia jasa. Outsourcing,” katanya.