Mengapa Jejak Minuman Beralkohol dalam Kasus Pembunuhan di Indonesia Cukup Banyak?
Satu dari empat kasus pembunuhan melibatkan minuman beralkohol, baik yang dikonsumsi oleh pelaku maupun korban.
[Tulisan 5 dari 15]
”Woi, apa cangang-cangang?”
Kalimat dalam bahasa banjar yang berarti ’apa lihat-lihat?’ itu diteriakkan Riski Renaldi (25) kepada Irvan (29). Teriakan Riski yang sedang mabuk itu menjadi awal petaka kematian yang menimpanya pada Februari 2023 silam.
Merasa terhina dengan kalimat itu, Irvan menusukkan pisau ke pinggang dan dada Riski. Lima bulan kemudian vonis dijatuhkan, Irvan dipenjara sembilan tahun. Namun, tragedi pembunuhan beraroma alkohol di Kalimantan Selatan itu tidak berhenti di sini.
Akhir 2023 lalu, dua orang tewas dan tiga lainnya luka gara-gara perkelahian antarwarga yang menggegerkan Kampung Kenanga, Kota Banjarmasin. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Perkelahian maut itu berawal dari cekcok antarwarga yang sedang minum minuman keras atau minuman beralkohol. Mereka melakukannya tidak jauh dari mushala.
Sebulan sebelumnya juga terjadi pembunuhan di Jalan Kelayan A, Gang 12, Banjarmasin Selatan. Kejadian ini juga berawal dari perkelahian warga. Sebelum berkelahi, dua warga yang berkelahi juga menenggak miras di kawasan wisata siring Banjarmasin di Jalan Pierre Tendean.
Ini adalah sedikit dari setidaknya 14 kasus pembunuhan beraroma alkohol di Kalimantan Selatan yang perkaranya telah diputus pengadilan pada 2023.
Berdasarkan analisis Tim Jurnalisme Data Kompas terhadap putusan pengadilan kasus pembunuhan pada 2022-2024, Kalimantan Selatan menjadi salah satu provinsi paling ”mematikan” untuk urusan pembunuhan yang melibatkan alkohol. Artinya, pelaku atau korban atau keduanya sempat mengonsumsi minuman beralkohol tepat sebelum peristiwa pembunuhan.
Selama 2022-2024, tingkat pembunuhan yang melibatkan alkohol di Kalimantan Selatan menunjukkan angka 5,7 pembunuhan untuk setiap 1 juta orang atau 5 kali lipat lebih dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 0,9 pembunuhan per 1 juta orang.
Kalimantan Selatan berada di bawah Sulawesi Utara yang mencapai 11 pembunuhan beralkohol per 1 juta orang. Direktur Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin Abdani Solihin menilai, hal ini ironis mengingat minum miras bukanlah budaya masyarakat Banjar yang agamais dengan nuansa Islam. Miras atau minuman beralkohol diharamkan dalam ajaran Islam.
Bahkan, di Kalsel, ada peraturan daerah tentang pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol yang membuat minuman jenis ini tidak bisa dijual bebas. Minuman beralkohol hanya dapat dijumpai di pub, tempat hiburan malam, atau toko tertentu dengan harga yang relatif mahal. Hanya orang-orang berduit yang bisa membeli minuman beralkohol yang dijual terbatas.
”Kalau warga kampung yang suka kumpul-kumpul dan minum-minum, itu biasanya bikin miras oplosan. Sering kali yang mereka minum adalah alkohol murni yang dicampur dengan minuman energi atau obat-obatan,” kata Abdani, Senin (8/7/2024).
Emosi sesaat
Jejak minuman beralkohol dalam kasus-kasus pembunuhan di Indonesia cukup banyak. Analisis Tim Jurnalisme Data Kompas menunjukkan, dari 1.013 kasus pembunuhan, 255 di antaranya melibatkan alkohol. Artinya, satu dari empat pembunuhan melibatkan minuman beralkohol, baik yang dikonsumsi oleh pelaku maupun korban.
Motif emosi sesaat menjadi pola yang paling umum terjadi dalam pembunuhan yang melibatkan minuman keras. Analisis Kompas menunjukkan bahwa emosi sesaat menyumbang 64 persen atau hampir dua pertiga peristiwa pembunuhan beraroma.
Meski demikian, menurut kriminolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Iqrak Sulhin, alkohol bukanlah penyebab terjadinya kejahatan, melainkan semacam enabler atau faktor yang dapat memicu seseorang melakukan kekerasan, termasuk pembunuhan.
Dikatakannya, konsumsi alkohol dengan kadar yang memabukkan dapat menurunkan, bahkan menghilangkan kemampuan rasionalitas seseorang. Akibatnya, orang tersebut kesulitan atau kehilangan kontrol terhadap perilakunya sendiri. ”Langkah pengendaliannya adalah dengan memastikan bahwa penggunaannya bertanggung jawab,” kata Iqrak.
Untuk itu, ia sepakat perlunya aturan khusus untuk memastikan penggunaan minuman beralkohol yang bertanggung jawab. Misalnya, pengaturan soal penjualan minuman beralkohol secara legal dan tidak dekat dengan permukiman yang banyak terdapat anak dan remaja. Selain itu, aturan yang memastikan hanya usia tertentu yang boleh membeli.
Ia pun mendorong pentingnya penegakan hukum terhadap aturan yang telah ada soal konsumsi dan peredaran minuman beralkohol. ”Pastikan saja aturan yang ada sekarang berjalan dengan baik,” katanya.
Jaga tradisi agar tidak eksesif
Penegakkan aturan ini penting mengingat minuman keras menjadi bagian dari ritual tradisi di sejumlah daerah. Mekanisme untuk menjaga agar konsumsi alkohol tidak berlebihan dinilai menjadi kunci.
Misalnya, dalam kasus pembunuhan Nahar (50) oleh Set (51) pada awa 2024. Dua warga Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, ini pada mulanya tengah menikmati minuman alkohol olahan lokal yang disebut sopi. Di tengah pesta miras, keduanya terlibat percekcokan yang berakhir dengan Set menebas leher Nahar menggunakan parang. Nahar pun tewas di tempat.
Banyak lagi kasus pembunuhan lain yang dipicu minuman beralkohol. Tidak jarang pembunuhan terjadi di sela gelaran hajatan warga yang mengundang banyak tamu, seperti acara pernikahan, sambut baru, atau syukuran wisuda. Sebagaimana kebiasaan masyarakat setempat, sopi adalah menu kedua terpenting setelah makanan. Tanpa sopi, acara seakan hilang maknanya.
Sebelum acara digelar, tuan pesta sibuk memesan sopi. ”Acara kemarin di rumah, sopi habis sekitar 50 botol,” ujar Marsel (50), yang pada 25 Juni 2024 lalu menggelar acara syukuran wisuda anaknya di Kota Kupang.
Sopi diolah dari sadapan pucuk lontar atau kelapa. Air itu kemudian disuling, tetapi tidak diukur kadar alkoholnya. Indikatornya hanyalah, jika sopi dibakar lalu menyala seperti bahan bakar minyak, maka kadar alkohol sopi itu tinggi. Sopi kebanyakan didatangkan dari Pulau Flores dan wilayah selatan Provinsi Maluku.
Belakangan, minuman alkohol yang dulunya untuk seremoni tertentu telah bergeser menjadi minuman keseharian. Apalagi, bisnis jual beli sopi cukup menjanjikan. Saat ini, harga satu botol sopi paling murah Rp 50.000. Volume satu botol sekitar 650 mililiter.
Berdasarkan analisis Kompas, NTT juga menjadi salah satu provinsi dengan tingkat pembunuhan beralkohol lebih tinggi dari rata-rata nasional. Tingkat pembunuhan beralkohol di provinsi ini berada pada angka 2,4 pembunuhan per 1 juta orang.
Sosiolog dari Universitas Nusa Candana Lasarus Jehamat berpendapat, kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol sulit hilang dari NTT karena berkaitan erat dengan tradisi dan budaya. Dalam upacara adat, miras wajib ada sebagai persembahan dan jembatan komunikasi dengan arwah leluhur.
”Yang harus dibuat ialah mengontrol agar pada saat acara, volume minuman beralkohol sedapat mungkin diminimalisasi,” ujarnya.
Laki-laki rentan
Pembunuhan beraroma alkohol paling banyak melibatkan pelaku laki-laki. Hasil olah data Kompas, sebanyak 344 dari 346 pelaku dalam kasus pembunuhan yang melibatkan alkohol adalah laki-laki.
Pemerhati kesehatan mental pria, Ashandi Triyoga Prawira, mengatakan, alkohol yang dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan orang kesulitan memproses stimulus yang masuk sehingga memengaruhi perilakunya. Proses pengolahan stimulus terdistorsi atau lebih cepat dari seharusnya.
”Ini berkaitan dengan drugs atau obat-obatan, termasuk alkohol, karena memengaruhi kesadaran,” ujar Ashandi.
Secara umum, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat terlarang, menurut Ashandi, lebih banyak menimpa laki-laki. Ini karena pria biasanya mengalami restricted emotionality atau emosi terkekang akibat perspektif maskulinitas yang menabukan pria mengekspresikan perasaannya.
”Padahal, manusia memproduksi perasaan terus tanpa henti, termasuk laki-laki. Bagi yang tidak tahu cara mengekspresikannya, terasa tidak nyaman. Orang pun mencari cara demi kenyamanan, terkadang dengan perilaku yang tidak sehat, seperti mengonsumsi alkohol berlebihan atau obat-obatan terlarang,” kata Ashandi.